Telset.id – Startup teknologi Autolane berhasil mengumpulkan dana segar senilai USD 7,4 juta atau setara Rp 120 miliar untuk mengembangkan sistem “air traffic control” (ATC) bagi kendaraan otonom, khususnya di area komersial seperti restoran cepat saji dan gerai ritel besar. Pendanaan ini menggarisbawahi tantangan unik yang dihadapi mobil tanpa pengemudi di infrastruktur jalan Amerika yang didominasi kendaraan pribadi.
Ben Seidl, CEO dan salah satu pendiri Autolane, dalam wawancara eksklusif dengan TechCrunch, menjelaskan bahwa perusahaannya beroperasi di lapisan “aplikasi” industri kendaraan otonom. “Kami bukan model fundamental. Kami tidak membangun mobil. Kami tidak melakukan hal-hal seperti itu,” tegas Seidl. “Kami hanya mengatakan, saat industri ini berkembang pesat dan mengalami pertumbuhan eksponensial… seseorang harus duduk di tengah dan mengatur, mengoordinasikan, serta mengevaluasi apa yang terjadi.”
Visi Autolane adalah menciptakan infrastruktur yang memandu kendaraan otonom ke titik penjemputan dan pengantaran yang tepat, baik untuk layanan robotaxi maupun pengiriman barang seperti makanan dan bahan makanan. Ide ini terinspirasi dari insiden viral awal tahun ini, di mana sebuah robotaxi milik Waymo terjebak di area cul-de-sac drive-thru restoran Chick-fil-A. Insiden serupa pernah terjadi di jalan raya, seperti yang dialami mobil otonom Waymo yang mogok dan membuat penumpangnya terjebak.
Seidl menyoroti bahwa jalan-jalan di Amerika, dengan jalur yang sangat lebar, lahan parkir yang luas, dan banyak akses driveway ke toko-toko, tidak ramah bagi pejalan kaki. “Ternyata, jalan-jalan Amerika juga tidak terlalu ramah untuk mobil self-driving,” katanya. Menurutnya, kekacauan sudah mulai terlihat dan diperlukan pihak yang membawa keteraturan.
Baca Juga:
Meski beberapa perencana kota berharap kendaraan otonom dapat mendorong tata kota baru yang efisien dan terhubung, fokus Autolane justru lebih sempit dan praktis. Seidl dengan jelas menyatakan bahwa perusahaan mereka tidak berminat bekerja di jalan umum atau dengan tempat parkir publik. “Kami hanya menyediakan alat-alat ini sebagai solusi SaaS yang diaktifkan perangkat keras B2B, sehingga Costco, McDonald’s, atau Home Depot… dapat mulai memiliki apa yang saya sebut ‘air traffic control untuk kendaraan otonom’, artinya mereka tahu mana yang masuk dan keluar,” paparnya.
Klien pertama mereka adalah Simon Property Group, real estate investment trust (REIT) ritel terbesar di dunia. Pendekatan bisnis ke bisnis (B2B) ini menunjukkan bahwa solusi awal untuk navigasi otonom yang lebih mulus justru akan diterapkan di lingkungan pribadi milik korporasi, sebelum menyentuh infrastruktur publik. Teknologi semacam ini membutuhkan komputasi canggih, mirip dengan yang dikembangkan dalam kolaborasi Nvidia dan MediaTek untuk sistem kendaraan baru.
Dilema Infrastruktur dan Masa Depan Mobilitas
Keberhasilan Autolane mengumpulkan dana mengungkap dilema menarik dalam evolusi mobilitas otonom. Di satu sisi, ada kebutuhan mendesak untuk sistem pendukung yang membuat kendaraan tanpa pengemudi beroperasi lebih andal di lingkungan kompleks seperti drive-thru. Di sisi lain, solusi seperti ini bisa dianggap sebagai tempelan teknis atas masalah desain perkotaan yang lebih mendasar.
Seidl mengakui bahwa masalah sebenarnya mungkin terletak pada desain lanskap suburban yang tidak ramah dan berpusat pada mobil. Namun, startup miliknya memilih untuk menyelesaikan masalah yang lebih langsung dan dapat dikomersialkan. “Seseorang harus membawa keteraturan pada kekacauan ini, dan kekacauannya sudah mulai,” deklarasinya kepada TechCrunch.
Industri kendaraan otonom sendiri terus bergerak maju dengan berbagai pendekatan. Di China, misalnya, GAC Aion dan DiDi baru saja meluncurkan mobil otonom Level 4 yang dilengkapi sensor LiDAR canggih. Namun, perjalanan menuju adopsi massal masih dipenuhi tantangan, termasuk skeptisisme dari beberapa pemimpin industri teknologi. Pendiri Apple pernah mengkritik Tesla dengan menyebut mobil otonomnya berbahaya, mencerminkan perdebatan yang masih berlangsung tentang kesiapan teknologi ini.
Dengan dana segar Rp 120 miliar, Autolane kini memiliki sumber daya untuk mewujudkan visinya tentang “menara pengawas” digital untuk kendaraan otonom di area komersial. Keberhasilan atau kegagalan mereka akan menjadi studi kasus berharga tentang apakah solusi perangkat lunak dan koordinasi dapat mengatasi keterbatasan infrastruktur fisik, atau justru membuktikan bahwa perombakan desain perkotaan yang lebih radikal adalah satu-satunya jawaban jangka panjang untuk mobilitas otonom yang benar-benar efisien dan aman.

