Telset.id – Huawei menghadapi tuduhan serius setelah kelompok whistleblower HonestAGI mengklaim bahwa raksasa teknologi tersebut mencuri model AI milik Alibaba, Qwen 2.5. Tuduhan ini memicu ketegangan baru di industri teknologi China yang sebelumnya dikenal dengan kolaborasi erat antarperusahaan.
Menurut laporan teknis yang diunggah HonestAGI di GitHub, model Pangu Pro Mixture of Experts (MoE) buatan Huawei menunjukkan “korelasi luar biasa” dengan Qwen 2.5-14B milik Alibaba. Analisis tersebut menggunakan metode fingerprinting yang menghasilkan koefisien korelasi 0,927, menunjukkan kemiripan struktural yang tinggi.
Huawei melalui divisi penelitian AI-nya, Noah Ark Lab, membantah keras tuduhan ini. Mereka menyatakan bahwa Pangu Pro dikembangkan secara independen dengan inovasi kunci dalam desain arsitektur dan fitur teknis. “Model ini tidak berbasis pelatihan inkremental dari model produsen lain,” tegas pernyataan resmi Huawei.
Dampak pada Industri AI China
Insiden ini mengungkap retakan dalam lanskap AI China yang sebelumnya dipandang sebagai front persatuan melawan dominasi AS. Seperti dilaporkan dalam artikel Jack Ma Bikin Nvidia Ketar-Ketir dengan Chip AI Lokal, China memang sedang gencar mengembangkan kemandirian teknologi.
Seorang whistleblower anonim dari internal Huawei mengklaim bahwa perusahaan secara sistematis mengkloning model Qwen-1.5 (110B) dan mengemasnya sebagai produk baru. Namun, klaim ini belum bisa diverifikasi secara independen.
Baca Juga:
Kendala dalam Ekosistem Open-Source
Kasus ini menyoroti tantangan dalam membuktikan orisinalitas model AI, terutama di ekosistem open-source. Pakar seperti Sanchit Vir Gogia dari Greyhound Research mencatat bahwa kompetisi pasar sering mengesampingkan transparansi.
Alibaba dan Huawei sebenarnya memiliki fokus pasar berbeda. Seperti diungkap dalam SoundCloud Klaim Tak Gunakan Konten Pengguna untuk Latih AI, isu hak kekayaan intelektual di dunia AI memang semakin kompleks.
Analis memprediksi insiden ini akan mempengaruhi kepercayaan global terhadap produk AI China, khususnya di pasar seperti Asia Tenggara dan Timur Tengah. Sementara itu, kebutuhan akan framework hukum yang jelas untuk penggunaan model AI semakin mendesak.