Waduh! AI Deepfake Telegram Manipulasi Foto Wanita Telanjang

Telset.id, Jakarta – Penelitian terbaru mengungkap bahwa bot deepfake telah menggunakan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) untuk bikin ratusan ribu foto wanita telanjang yang tersebar di aplikasi Telegram.

Menurut penelitian dari pakar keamanan Sensity, AI deepfake memungkinkan pengguna untuk membuat foto telanjang wanita yang realistis. Foto ini tampak nyata, tapi palsu.

“Awal tahun ini, kami menemukan bot deepfake baru di Telegram, sebuah evolusi dari DeepNude yang terkenal dari 2019, yang ‘menelanjangi’ setidaknya 100 ribu wanita,” paparnya, seperti dilansir New York Post.

Para peneliti menjelaskan, untuk membuat sebuah gambar, pengguna tinggal mengunggah foto orang yang menjadi targetnya ke AI deepfake. Lalu, mereka akan menerima gambar yang diproses dengan cara generasi singkat.

{Baca juga: Sah! Tom Cruise Gantikan Robert Downey Jr Jadi ‘Iron Man’ [Video]}

Dikutip Telset.id, Minggu (25/10/2020), Sensity mengatakan bahwa setidaknya 104.852 wanita telah menjadi sasaran. Gambar pribadi mereka “dilucuti” dan dibagikan ke publik melalui Telegram pada akhir Juli 2020.

“Jumlah gambar yang dieksploitasi dan disebar ke Telegram tumbuh 198 persen hanya dalam waktu tiga bulan terakhir hingga Juli 2020. Cukup mengagetkan,” jelas Sensity dalam sebuah pernyataan resmi ke media.

Menurut para peneliti, sekitar 70 persen dari target adalah individu pribadi yang fotonya diambil dari akun media sosial atau materi pribadi. Sensity mengemukakan bahawa beberapa target tampaknya di bawah umur.

Sebelumnya diberitakan, kandidat presiden Amerika Serikat di pilpres 2020, Joe Biden, sempat menjadi korban manipulasi AI deepfake.

Dalam video yang disebar di Twitter, diperlihatkan pidato Joe Biden di Kansas City, Missouri. Ia mengucapkan, “Maaf, kami hanya bisa memilih kembali Donald Trump”.

{Baca juga: Parah, Trump Retweet Video Hoaks Pidato Joe Biden}

Padahal, pidato lengkap Biden tidak demikian. Video klip itu telah dimanipulasi sehingga Biden seolah-olah mengajak publik untuk memilih kembali Donald Trump sebagai presiden.

Twitter menerapkan kebijakan baru yang melabeli cuitan dengan “media yang dimanipulasi” seperti deepfake atau video yang diedit secara manual per 5 Maret 2020. Namun, label baru Twitter tidak muncul untuk semua pengguna.

Gedung Putih tidak menanggapi permintaan untuk memberikan komentar. Yang jelas, perusahaan media sosial berada di bawah tekanan gara-gara informasi menyesatkan atau informasi salah menjelang pemilihan presiden AS. (SN/MF)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ARTIKEL TERKAIT

REKOMENDASI
ARTIKEL TEKINI
HARGA DAN SPESIFIKASI