Telset.id, Jakarta – Bintik Merah Besar Jupiter (GRS) telah memesona para peneliti selama hampir 200 tahun. Namun, studi baru menunjukkan bahwa GRS menyusut, tetapi tidak dengan cara yang diharapkan oleh para peneliti.
Studi yang dipublikasikan di Nature Physics, seperti dikutip Telset.id dari New York Post, Rabu (18/3/2020), menunjukkan bahwa badai masih setebal 40 tahun lalu ketika NASA Voyager terbang melewatinya pada 1979 silam.
{Baca juga: Astronom Temukan Planet Ekstrasurya Super Panas, Penuh Hujan Besi}
“Khususnya GRS, dimensi horizontal sesuai dengan pengukuran di tingkat awan sejak misi Voyager pada 1979,. Kami juga memperkirakan ketebalan GRS yang tidak dapat diakses untuk pengamatan langsung,” jelas hasil penelitian.
Para peneliti menggunakan simulasi numerik dan melakukan eksperimen dengan air garam dalam tangki Plexiglas untuk melakukan pengamatan. “Kami menentukan keseimbangan kekuatan generik atas bentuk tiga dimensi,” tambah peneliti.
Mereka mendefinisikan hukum penskalaan untuk rasio aspek horizontal dan vertikal sebagai fungsi rotasi ambien, stratifikasi, dan kecepatan angin zonal. Ada kontroversi dalam komunitas ilmiah apakah GRS Jupiter benar-benar menyusut.
Studi baru, yang memperkirakan GRS memiliki tebal sekitar 105 mil, menunggu pengamatan Juno NASA untuk pengamatan lebih lanjut. Penyelidikan Juno mengorbit raksasa langit sejak 2016 dan melewati dua wilayah kutub planet setiap 53 hari.
{Baca juga: Studi: Jupiter Lemparkan Komet untuk “Ancam” Bumi}
Jupiter terus menjadi sumber daya tarik bagi para astronom. Pada Agustus 2019 lalu, sebuah penelitian menunjukkan bahwa kemungkinan ada tabrakan besar dengan planet yang masih terbentuk sekitar 4,5 miliar tahun lalu.
Jupiter juga disebutkan secara aktif lempar benda-benda berbahaya, termasuk komet, ke tata surya bagian dalam yang dapat berdampak bagi Bumi. Padahal, beberapa pakar antariksa percaya bahwa Jupiter melindungi Bumi dari komet dan asteroid.
Sebuah penelitian baru menunjukkan bahwa diyakini Jupiter melakukan hal sebaliknya terhadap Bumi. Teori Jupiter Shield mengungkap bahwa planet terbesar di sistem tata surya itu bertindak seperti perisai ruang angkasa raksasa karena punya massa sangat besar.
Menurut New York Post, dikutip Telset.id, Jumat (10/01/2020), hal itu membuat Jupiter mampu menghisap atau menangkis puing-puing berbahaya. Namun, teori perisai perlahan-lahan tidak disukai, khususnya oleh pakar Kevin Grazier.
{Baca juga: Asteroid Seukuran Paus Biru Lintasi Bumi, Bahayakah?}
Ia menerbitkan beberapa makalah yang menjelaskan kenapa Jupiter lebih layak dijuluki sebagai “penembak jitu” daripada “perisai”. Baru-baru ini, ia melakukan upaya untuk membuktikan bagaimana proses “penembak jitu” bekerja. [SN/HBS]