Telset.id, Jakarta – Nonot Harsono, selaku pengamat telekomunikasi menurutkan, metode potong pulsa atau disebut sebagai carrier billing bisa menjadi salah satu solusi dari polemik yang melibatkan operator dan penyedia layanan over-the-top (OTT), seperti Spotify dan Netflix.
Seperti diketahui, carrier billing merupakan salah satu metode pembayaran yang biasa dilakukan untuk membeli aplikasi, game, sampai berlangganan layanan tertentu.
Menurutnya, melalui metode potong pulsa untuk berlangganan OTT seperti Netflix, operator bisa memperoleh keuntungan dari pengguna.
{Baca juga: Menkominfo Ingin Harga Langganan Netflix Lebih Murah Lagi}
“Itu kan ada istilahnya carrier billing. Maksudnya mengakses layanan Spotify atau Netflix tagihannya ke operator. Tidak dilepas begitu saja,” ujar Nonot, saat ditemui Telset.id disela acara seminar tentang Disrupsi Teknologi, Rabu (05/02/2020).
Ia menambahkan, penggunaan metode carrier billing punya banyak manfaat bagi operator. Satu di antaranya adalah, operator bisa memantau berapa banyak nominal pendapatan yang diperoleh layanan OTT dari pelanggan mereka di Tanah Air.
“Operator tahu berapa pendapatan OTT karena yang tagih nanti operator. Jadi bisa kerja sama billing antara operator dan penyedia layanan OTT,” sambung Nonot.
Meski demikian, ia menyatakan, selain menjadi solusi polemik antara operator dan OTT, carrier billing juga menyimpan celah yang bisa diakali dan merugikan pihak operator. Kata dia, masih ada penyedia layanan OTT yang nakal, salah satu contohnya adalah Spotify.
“Spotify itu kalau sudah premium subscription, bayarnya pake kartu kredit. Kan sudah lepas lagi, Indonesia gak bisa ngapa-ngapain lagi,” jelas Nonot. “Mestinya kan mau premium atau enggak, tetap carrier billing. Ini tidak, giliran premium pake kartu kredit. Operator di bypass,” tegasnya.
Celah tersebut berimbas pada pendapatan yang diperoleh operator. Meski trafik datanya meningkat pesat, pendapatan operator justru tidak berbanding lurus.
{Baca juga: Soal Pajak Netflix, Menkominfo Pilih Tunggu Omnibus Law Pajak}
“Contohnya, trafik data operator dari voice dan SMS beralih ke trafik data. Naik 300 persen sampai 500 persen. Karena isinya orang streaming musik sama video. Tapi revenue operator cuma naik 11 persen, gak sebanding,” ujar Nonot.
Menurutnya, jika trafik data naik 300 persen, harusnya revenue juga naik 300 persen. Makanya, celah carrier billing ini dinilai membuat operator mengalami kerugian yang cukup besar.
“Akhirnya operator gak bisa punya duit untuk naik ke 4G atau 5G,” pungkas Nonot. (HR/MF)