Apa Kabar Gerakan Nasional 1.000 Startup?

REKOMENDASI
ARTIKEL TERKAIT

Telset.id, Jakarta – Indonesia patut berbangga karena ada 4 perusahaan startup yang berstatus unicorn yang masuk dalam daftar 300 Unicorn dunia. Pemerintah sendiri membuat program bernama Gerakan Nasional 1000 Startup untuk mencetak unicorn-unicorn baru di Tanah Air.

Seperti diketahui. 4 perusahaan startup yang berstatus unicorn yang masuk dalam daftar 300 Unicorn dunia adalah Go-Jek, Tokopedia, Traveloka, dan Bukalapak. Keempat unicorn tersebut masuk dalam daftar 300 Unicorn dunia yang memiliki nilai valuasi diatas $ 1 miliar.

Merujuk dari laporan CBInsights, di urutan pertama adalah perusahaan ride-sharing, Go-Jek. Perusahaan yang didirikan oleh Nadiem Makarim ini memiliki nilai valuasi sebesar $ 10 Miliar atau Rp 140 triliun.

Kemudian Tokopedia berada di posisi kedua dengan nilai valuasi sebesar $ 7 miliar atau Rp 98 triliun. Lalu menyusul di posisi ketiga Traveloka dengan nilai valuasi sekitar $ 2 miliar atau Rp 28 triliun.

Selanjutnya posisi keempat adalah Bukalapak. Perusahaan e-commerce yang sempat bikin heboh warganet dengan taggar #UninstallBukalapak ini memiliki nilai valuasi $ 1 miliar atau Rp 14 triliun.

Prestasi keempat unicorn tersebut sempat dibahas dalam Debat Calon Presiden Pilpres 2019 pada Minggu (17/02/2019) lalu. Sebagai petahana, Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa selama dirinya menjabat sebagai presiden sangat mendukung pengembangan startup di Indonesia.

Salah satu bentuk dukungannya, calon presiden nomor urut 01 itu menyebutkan telah membuat progtam bernama “Gerakan Nasional 1000 Startup“. Melalui program ini, pemerintah berharap akan muncul unicorn-unicorn baru di Indonesia.

“Kita tidak ingin hanya ada 4 tapi ada tambahan-tambahan unicorn baru di indonesia. Untuk itu, kita telah menyiapkan 1.000 startup baru yang akan kita link-an dengan global, agar mereka memiliki akses untuk dikembangkan ke negara-negara lain,” ucap Jokowi.

Gerakan Nasional 1000 Startup sendiri merupakan program yang diinisiasi oleh KIBAR sebagai penggagas dan didukung oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika.

KIBAR adalah sebuah perusahaan yang bertujuan membangun ekosistem teknologi di Indonesia melalui inisiatif-inisiatif pembangunan kapasitas, mentoring, dan inkubasi di berbagai kota. Gerakan Nasional 1.000 Startup Digital resmi diluncurkan sejak 17 Juni 2016.

Saat meluncurkan Gerakan Nasional 1000 Startup, Menkominfo Rudiantara mengatakan bahwa peluncuran program ini adalah bentuk pergerakan baru di industri digital di Indonesia.

“Hari ini kita merayakan sebuah pergerakan baru di industri yang luar biasa. Indonesia bisa menjadi world’s biggest digital power, bukan cuma di South East Asia,” kata Menkominfo, Rudiantara saat itu.

{Baca juga: 41 Startup Ikut Hacksprint Gerakan Nasional 1.000 Startup}

Menurut data yang kami peroleh, bahwa sejak tahun Agustus 2016, Gerakan Nasional 1000 Startup Digital telah menjaring 32.248 pendaftar dan menerima sekitar 6.000 peserta di 10 kota di Indonesia. Gerakan tersebut juga melibatkan 320 mentor dan trainer dari 165 partner yang ikut terlibat dalam gerakan ini.

Pemerintah menargetkan dapat menjaring 200 startup digital secara berkelanjutan hingga tahun 2020. Target akhir dari gerakan ini adalah menjadikan Indonesia “The Digital Energy of Asia”, dengan membangun 1.000 startup digital di Indonesia.

Program Tidak Jelas

Program Gerakan Nasional 1000 Startup diharapkan pemerintah bisa menambah daftar perusahaan unicorn di Indonesia. Namun setelah tiga tahun berjalan, program mulai banjir kritikan. Gerakan yang sejatinya mulia itu mulai dipertanyakan, terutama soal hasil akhir dari gerakan tersebut.

Kritikan salah satunya datang dari Executive Director ICT Institute, Heru Sutadi, yang menilai jika gerakan tersebut tidak memiliki hasil akhir yang jelas bagi perkembangan ekonomi digital di Indonesia.

“Gak jelas perkembangan dan hasilnya. Yang saya lihat kebanyakan seremoni saja,” ujar Heru kepada Tim Telset.id melalui pesan WhatsApp pada Senin (18/03/2019).

Heru menyebutkan, bahwa program ini tidak memiliki Key Performance Indicator (KPI) atau set ukuran kuantitatif yang digunakan perusahaan atau industri untuk mengukur atau membandingkan kinerja dalam hal memenuhi tujuan strategis dan operasional mereka.

“Karena tidak ada KPI dan  capaian target, kalau ganti pemerintahan sih saya khawatir program ini gak langgeng,” kata Heru pesimis.

{Baca juga: Semarang Berpotensi Jadi Pusat Startup Digital}

Bahkan dirinya pun mempertanyakan status program tersebut. Menurutnya, ada kerancuan di antara pemegang programnya, apakah program pemerintah atau pihak swasta saja.

“Program ini kan membingungkan, apakah program pemerintah atau swasta. Sebab yang ramai branding-nya justru malah swastanya, yakni KIBAR,” tambah Heru.

Mantan anggota BRTI ini pun menilai bahwa pemerintah seharusnya punya strategi yang jitu untuk mengembangkan startup di Indonesia. Caranya, adalah dengan melakukan bimbingan dan edukasi kepada generasi millenial yang saat ini mulai merinitis karir di dunia kerja.

“Perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat, khususnya generasi millenial,” ucapnya menjelaskan.

Menurut Heru, perlu adanya diskusi panjang antara pemerintah dengan stakeholders, dalam hal ini pelaku ekonomi digital. Tujuannya adalah agar semua pihak mengetahui kebutuhan apa saja untuk mengembangkan startup di Indonesia.

“Ini tentunya menyangkut banyak aspek dan melibatkan banyak pihak, juga tak menafikan benchmark dari beberapa negara lain yang sukses mengembangkan startup hingga jadi unicorn,” tambah Heru.

Hal senada juga dikatakan Ketua Lembaga Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat Informasi Indonesia (LPPMII), Kamilov Sagala. Menurut Kamilov, saat ini Gerakan Nasional 1000 Startup belum teruji sebagai program pengembangan ekonomi digital di Indonesia.

“Untuk secara prakteknya belum memenuhi ekspektasi. Artinya masih berbentuk gaungnya saja terdengar tetapi hasilnya belum teruji,” tutur Kamilov kepada Tim Telset.id, Minggu (24/02/2019)

Kamilov juga cukup pesimis dengan hasil akhir program tersebut. Pasalnya, sebentar lagi pemerintah Indonesia akan mengalami perubahan kepemimpinan sehingga bisa berdampak pada gerakan tersebut.

“Namun apa daya dengan waktu yang sudah dipenghujung kekuasaan, akan selesai, harapan ini belumlah mencapai seribu startup. Jangankan seribu, seratus startup yang mempunyai nilai positif pun belum terlihat,” tandasnya.

Kamilov sendiri memiliki pandangan terkait program yang ideal untuk mengembangkan startup. Baginya, pemerintah dapat mulai melakukan pengembangan dari universitas, khususnya kepada para mahasiswa yang ingin merintis karir di industri digital.

“Datangi kampus-kampus beri beasiswa tetapi beasiswa startup. Beri sponsor dari sekian BUMN yang ada termasuk perusahaan swasta. Buka regulasi yang mendorong pelaku startup bebas pajak dan dibawa promosi setiap para pemimpin bangsa dengan keliling dunia,” ujar Kamilov.

 Investor Asing di Unicorn Indonesia 

Indonesia memiliki 4 unicorn dengan nilai valuasi yang besar. Tetapi para unicorn tersebut mendapatkan investor atau pendanaan dari perusahaan permodalan ventura asing dari luar negeri. Hal ini menimbulkan kekhawatiran tersendiri, karena banyaknya pemain asing yang mengusai unicorn itu.

Misalnya saja Go-Jek, mendapatkan investasi dari beberapa investor asing, seperti Formation Group, Squoia Capital India dan Warburg Pincus. Kemudian Tokopedia mendapat investasi dari Softbank Group, Alibaba Group dan Sequoia Capital India.

Dua unicorn lainnya pun tidak jauh beda. Traveloka mendapat suntikan dana dari investor asing, seperti Global Founders Capital, East Ventures dan Expedia Inc. Dan yang terakhir Bukalapak memiliki investor 500 Startup, Batavia Incubator dan Emtek Group.

{Dukung Gerakan 1.000 Startup, Acer Ingin Cetak ‘Change Maker’}

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudistira Adhinegara menilai investasi asing tersebut bisa berdampak pada kinerja startup atau unicorn yang ada di Indonesia. Dia khawatir jika data pengguna bisa tergadaikan oleh investor asing tersebut.

“Ketika masuk modal asing, kedaulatan data, dan produk yang ada di startup menjadi tergadaikan. Padahal data merupakan privasi sekaligus sumber daya paling penting di era ekonomi digital,” ucap Bhima kepada Tim Telset.id, Senin (19/02/2019)

Bhima mengungkapkan, data ini rentan disalahgunakan dan ia menilai jika keuntungan yang paling besar terkait data akan diterima oleh para invesor asing tersebut. “Dampaknya, ekonomi digital bisa ciptakan ketimpangan karena pemusatan modal ke investor asing,” jelas Bhima.

Selain itu, dampak dari adanya investasi asing adalah terkait tenaga kerja di perusahaan unicorn tersebut. Dominasi investor asing bisa menghadirkan tenaga kerja asing di perusahaan unicorn. Hasilnya masyarakat Indonesia justru tidak bisa mendapat manfaat dari keempat unicorn atau startup lainnya.

“Jika laba startup dinikmati oleh investor asing dan tenaga kerja yang high skilled justru diambil tenaga dari luar negeri, maka masyarakat Indonesia tidak memperoleh manfaat maksimal dari keberadaan Unicorn,” tegas Bhima.

Dia menyarankan untuk mengurangi dominasi tersebut, dan pemerintah harus turun tangan. Caranya para Bank yang berstatus BUMN mulai mengalokasikan kreditnya di startup-startup atau Unicorn yang ada di Indonesia.

Tujuh startup lokal

“Misalnya wajib 10% total kredit bank BUMN untuk startup. Ini untuk mengurangi dominasi modal asing di startup,” tutur Bhima.

Kamilov Sagala memiliki pandangan yang berbeda terkait investasi asing di unicorn Indonesia. Menurutnya, pada awal pengembangan startup memang perlu ada kolaborasi antara pendanaan lokal dan asing. Tetapi ketika mereka sudah berstatus unicorn, maka pihak asing bisa melakukan pendanaan penuh.

Baca juga: Tujuh Startup Lokal dapat Investasi Rp 710 Juta, Siapa Saja?

“Kalau sudah level unicorn, sebaiknya memang perpaduan antara lokal dan asing, setelah itu bisa sepenuhnya asing agar pertumbuhan bisnisnya mendunia,” ucap Kamilov.

Kamilov juga menanggapi terkait anggapan bahwa adanya modal asing dapat berdampak negatif bagi Unicorn Indonesia. Menurut Kamilov, asalkan dibuat regulasi yang jelas maka pendanaan asing bisa tetap menguntungkan.

“Sebatas kepentingan bisnis saja tidak masalah, yang penting regulasi yang dibuat pemerintah melindungi kepentingan dan harapan masyarakat,” tambah Kamilov.

Tanggapan Pemerintah

Menanggapi kritikan dari berbagai pihak soal kurang jelasnya tujuan dan hasil akhir yang didapat dari Gerakan 1000 Startup, pihak Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pun angkat bicara.

Kepala Seksi Penerapan Aplikasi Informatika Kominfo, Sonny Sudaryana menampik jika Gerakan Nasional 1000 Startup merupakan program yang tidak jelas hasil akhirnya. Pasalnya, Sonny mengklaim jika sejak tahun 2016 hingga saat ini sudah ada 400 startup yang lahir berkat gerakan tersebut.

“Masih berjalan. Sampai saat ini sudah sekitar 400-an startup baru dihasilkan dari program ini, dan juga kerjasama dengan stakeholder dan corporate,” jelas Sonny kepada Telset.id, Selasa (19/02/2019).

“Gerakan 1000 Startup ini create startup dari nol. Mulai dari ignition atau mengubah mindset untuk menjadi entrepreneur, sampai mereka bisa membuat produk startup mereka,” tambahnya.

Selain gerakan 1000 Startup, pemerintah dan beberapa stakeholder swasta kemudian membuat program Next Indonesia Unicorn (Nexticorn), yang sudah ada sejak tahun 2017 lalu. Program ini merupakan kerja sama pemerintah dengan Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia (AMVESINDO) dan Ernst & Young.

Menurut Sonny, salah satu tujuan dari program Nexticorn adalah untuk mendorong startup-startup series B meningkatkan perusahaan dan supaya menjadi unicorn. Targetnya akan muncul unicorn baru di Indonesia hingga tahun 2020 mendatang.

Baca juga: Menkominfo Harap Startup dan Unicorn Masuk Bursa Saham

“Kalau Nexticorn memfasilitasi pertemuan antara startup yang sudah dikurasi bertemu dengan Ventura Capitalist (VC) yang sesuai. Targetnya di 2020 ada 10 unicorn dan hasil dari 1000 startup itu didorong untuk masuk Nexticorn,” ujar Sonny.

Terkait tudingan banyaknya investasi asing di 4 unicorn Indonesia, Sonny enggan menjawabnya terlalu jauh. Namun, menurut Sonny, bahwa program Nexticorn adalah program yang diikuti oleh perusahaan permodalan lokal yang ingin mengetahui startup-startup di Indonesia.

Ia memastikan, lewat program Nexticorn ini para investor lokal akan diperkenalkan dengan startup yang terpilih, kemudian para investor itu diberi kesempatan apakah ingin melakukan investasi atau tidak.

“Beberapa VC lokal mulai ikutan Invest, karena mereka melihat orang luar negeri aja invest, masa kita yang dari Indonesia nggak mau. Tapi kita juga gak bisa memaksa mereka untuk invest, karena itu uang mereka. Jadi pemerintah gak bisa maksa,” tutup Sonny. [NM/HBS]

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ARTIKEL TEKINI
HARGA DAN SPESIFIKASI