Telset.id, Jakarta – Pemerintah Irlandia sedang melakukan penyelidikan pada Twitter. Komisi Perlindugan Data Irlandia melakukan penyelidikan karena pihak Twitter menolak memberikan ‘t.co’ data pengguna soal pecalakan tautan web kepada peneliti bidang keamanan data, yakni Michael Veale.
Apa yang dilakukan Twitter berpotensi melanggar peraturan. Pasalnya, permintaan Veale berada dalam perlindungan General Data Protection Regulator (GDPR).
Adapun GDPR sendiri adalah peraturan tentang perlindungan data yang ditetapkan bagi seluruh perusahaan di dunia yang menyimpan, mengolah atau memproses personal data penduduk dari 28 negar yang tergabung dalam Uni Eropa.
Veale mengatakan bahwa Twitter menolak permintaanya dengan mengutip peraturan GDPR tentang tuntutan yang melibatkan “usaha yang tidak proporsional,”.
Menurut Veale, dilansir Telset.id dari Engadget, Minggu (14/10), Twitter tampaknya salah menafsirkan GDPR sehingga akhirnya menolak untuk menyerahkan data.
Baca juga: Mulai Sekarang, Twitter Larang Unggahan Tak Manusiawi
Permintaan Veale bukan tanpa alasan. Dia percaya bahwa Twitter sebenarnya sedang merekam info perangkat dan cap waktu ketika orang sedang mengklik sebuah tautan. Untuk itu Veale ingin meminta data sembari bertanya mengapa pihak Twitter melakukan itu.
Sampai saat ini pihak Twitter menolak untuk berkomentar. Tetapi tindakan Twitter bisa disebut melanggar GDPR karena tidak mau memberikan datanya kepada publik.
Twitter akan mendapat hukuman yang berat jika pihak Uni Eropa dan juga pemerintah Irlandia menemukan pelanggaran serius disana.
Namun jika pada akhirnya Twitter akan memberikan akses data tersebut ini menjadi pelajaran bagi Twitter untuk lebih patuh terhadap permintaan dari instansi atau peneliti di masa mendatang.
Penyelidikan terkait data pengguna mungkin memiliki maksud baik. Pasalnya pada Agustus lalu pihak Google pernah ketahuan telah menggunakan data pengguna mastercard untuk jualan iklan.
Menurut laporan Bloomberg yang dilansir The Verge, Jumat (31/8/2018), Google bisa melacak kebiasaan transaksi offline pelanggan lewat iklan online selama setahun terakhir.
Disebutkan bahwa kesepakatan rahasia antara kedua perusahaan itu (Google dan Mastercard) dibantu oleh pihak ketiga setelah empat tahun melakukan negosiasi.
Baik Google maupun Mastercard tidak mengumumkan kemitraan mereka secara terbuka. Kedua perusahaan juga tidak memberi tahu pelanggan bahwa pembelian yang dilakukan di toko secara offline sedang dilacak Google.
Baca Juga : Operator China “Pasrah” Data Penggunanya Diambil Kepolisian
Raksasa mesin pencarian itu dapat melacak melalui sejarah pembelian Mastercard dan dihubungkan dengan interaksi iklan online. Alasannya data tersebut dianonimkan untuk melindungi informasi identitas pribadi.
Google dilaporkan membayar jutaan dolar pada Mastercard untuk data tentang apa yang telah dibeli pelanggannya. Mereka menggunakan data untuk membuat alat pengiklan yang akan mengetahui apakah orang yang telah mengklik iklan online kemudian membeli produk di toko ritel fisik. [NM/HBS]
Sumber: Engadget