Perang AI China vs AS, Siapa Menang?

Telset.id, Jakarta – Peperangan antara China dan Amerika Serikat (AS) tampaknya tak hanya berkutat soal perdagangan. Kedua negara diramalkan juga bakal berseteru di bidang teknologi, terutama kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI).

Bahkan, menurut laporan CNBC, saat ini AS sedang khawatir sikap keras China terkait perang dagang akan menular ke sengketa tentang teknologi AI. Para pemimpin Negeri Paman Sam itu mencium gelagat China secara diam-diam telah membangun ekosistem AI yang bakal direalisasikan pada 2030.

Memang, sekarang AS menjadi markas bagi para raksasa teknologi, seperti Google, Microsoft, IBM, dan Apple. Perusahaan-perusahaan itu tengah berinovasi dengan AI. Namun, sadarkah AS bahwa China mendapat dukungan dari perusahaan lain yang tak kalah mentereng?

Mari tengok keberadaan Alibaba, Tencent, dan Baidu. Mereka semua punya modal dan kemampuan untuk membentuk kawasan serupa Silicon Valley di China. Guna mendukung visi 2030, pemerintah Tianjin bahkan menyiapkan USD 5 miliar untuk mendukung pengembangan AI.

Pemerintah China sendiri juga membangun pusat teknologi raksasa senilai USD 2,1 miliar untuk memfasilitasi inovasi AI. Para pengamat meyakini, banjir investor akan terjadi demi mendukung perusahaan-perusahaan teknologi China untuk mengembangkan AI.

Bulan lalu, perusahaan startup China bernama SenseTime berhasil menerima suntikan dana USD 600 juta lewat skema kerja sama dengan Alibaba. Kolaborasi perusahaan China dan negara Barat tersebut, menurut pengamat, bakal menjadi ancaman bagi dunia.

“Perusahaan-perusahaan Barat memiliki kelebihan sendiri, sedangkan China tak pernah berhenti menggali teknologi. Apa yang diraih oleh SenseTime merupakan capaian luar biasa. Saya yakin perusahaan lain di China akan menyusul,” tulis Nicholas Colas, pendiri DataTrek Research.

Berita Terkait: Tak Cuma 5G, China Juga akan Menangkan Persaingan AI

Sebelumnya, Credit Suisse dalam paparannya menyebutkan bahwa China bakal unggul atas AS dalam pertempuran AI. Prediksi itu sebagian besar didasarkan kepada satu alasan., yakni China tidak memiliki hukum serius tentang perlindungan data.

Ketiadaan hukum serius inilah yang membuat perusahaan-perusahaan di China mempunyai cukup banyak kebebasan untuk mengembangkan teknologi.

Dong Tao, Wakil Ketua Greater China Credit Suisse Private Banking Asia Pasifik, menyatakan, saat ini China jauh meninggalkan AS dalam setiap jenis pengembangan AI, baik di sektor perangkat keras, penelitian dan algoritma, maupun komersialisasi industri. Tao mengutip data tersebut dari laporan Oxford University, baru-baru ini.

“Saya tidak mengatakan perusahaan China lebih baik daripada perusahaan AS. Saya tidak mengatakan insinyur China lebih baik daripada insinyur AS. Apa yang akan membuat China menjadi besar dalam pengembangan AI adalah ketiadaan hukum serius yang melindungi privasi data,” ujar Tao pada acara Credit Suisse Asian Investment Conference di Hong Kong seperti dilaporkan CNBC.

Pada kesempatan itu, Tao melanjutkan, “Apilkasi pesan WeChat buatan China mampu memproses tujuh miliar foto sehari. Hal itu merupakan sumber data besar yang masif. Mereka bakal jadi memiliki keunggulan dalam pengenalan gambar.”

Komentar Tao tersebut disampaikan di tengah peningkatan reaksi hukum atas masalah data dan privasi di beberapa negara. Facebook, misalnya, telah berada di bawah pengawasan seiring kasus dugaan pencurian data 50 juta pengguna oleh Cambridge Analytica.

Berita Terkait: China Ungguli AS dan Eropa dalam ‘Pertempuran’ 5G

Selain AI, perlombaan untuk mengembangkan jaringan 5G juga sedang berlangsung antara China, AS, dan negara-negara maju di Eropa. Analis memperkirakan, perlombaan itu bakal dimenangkan oleh China.

Well, siapa akan keluar jadi pemenang dalam duel AI China vs Amerika Serikat? Lalu, bagaimana dengan Indonesia? [SN/HBS]

Sumber: CNBC

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ARTIKEL TERKAIT

REKOMENDASI
ARTIKEL TEKINI
HARGA DAN SPESIFIKASI