Telset.id, Jakarta – Pemerintah China mungkin sudah beberapa langkah lebih maju dalam menerapkan teknologi informasi dalam urusan kependudukannya di banding Indonesia.
Langkah itu terbukti bisa membantu negara ekonomi nomor satu dunia tersebut untuk mengatur perilaku penduduknya, khususnya warga yang “nakal”, pelaku kriminal, berbuat onar dan sebagainya.
Contohnya adalah pada penerapan teknologi pencatatan skor pribadi untuk seluruh penduduknya. Ini mungkin seperti penilaian bintang pada driver transportasi online setelah kita mempergunakan jasa mereka.
Menurut Cnet, Rabu (2/4/2018), pada 2020 mendatang 1,4 miliar warga China bakal menerima skor pribadi mereka, yang ditentukan oleh teknologi pengenalan wajah yang dikelola negara. Skor itu bahkan akan menentukan sekolah yang dapat diakses anak-anak mereka.
Koran The Paper yang dikelola pemerintah mengungkapkan salah satu sekolah menengah di Kabupaten Changle, Provinsi Shandong, baru-baru ini memperbarui kebijakan sekolahnya dengan menerapkan sistem baru terebut.
Sekolah tersebut tidak akan lagi mendaftarkan siswa yang orang tuanya memiliki nilai kredit sosial yang buruk.
Sejak transisi ke pemilik swasta pada 2002, sekolah ini harus mematuhi aturan ketat tentang pendaftaran swasta yang ditetapkan oleh otoritas lokal.
“Terhadap orang-orang yang memiliki perilaku merusak kepercayaan yang serius, sekolah swasta yharus membatasi kemampuan anak-anak mereka untuk menghadiri sekolah swasta dengan biaya sekolah tinggi. Ini untuk melaksanakan tanggung jawab mendisiplinkan orang-orang dengan kredit buruk secara praktis,” tulis pihak berwenang China.
Baca juga: Waduh! China Temukan Zat Beracun Pemicu Kanker di Casing Ponsel
Seorang jurnalis Tiongkok baru mengetahui apa yang akan dilakukan pemerintah kepada warga yang tidak berperilaku baik. Liu Hu, yang ditahan selama satu tahun pada 2013 karena pencemaran nama baik, baru-baru ini diperintahkan oleh pengadilan untuk meminta maaf atas serangkaian tweet yang ditulisnya.
Namun pemerintah menganggap permintaan maafnya tidak tulus dan memasukkannya ke dalam daftar orang-orang yang tidak dapat dipercaya. Daftar itu tidak hanya mencegahnya membeli tiket pesawat, tetapi juga mengurangi pilihan perumahan dan pendidikannya.
“Saya tidak bisa membeli properti. Anak saya juga tidak bisa mendaftar ke sekolah swasta,” katanya kepada CBS New York. [WS/HBS]
Sumber: Cnet