Tahun 2015 menjadi tahun dimana device-device dari Tiongkok dengan brand aslinya, terlihat masif masuk dalam peta penjualan smartphone di Tanah Air. Dulu brand-brand dari Tiongkok agak dipandang sebelah mata dari segi harga dan kualitas. Tetapi sekarang brand-brand ini mulai mendapatkan kepercayaan dan tempat khusus dimata penggemarnya dan mulai sejajar dengan brand-brand global.
Hisense, walaupun belum banyak orang mengenal nama ini sebagai pembuat smartphone Android, namun sebenarnya Hisense sudah cukup lama masuk ke Indonesia dengan branding Andromax dari Smartfren. Berbagai smartphone Andromax dari Smartfren, masuk dalam jajaran smartphone yang penjualannya berada di ranking papan atas, karena laku dan digemari.
Kali ini walau masih bekerjasama dengan Smartfren, Hisense masuk ke pasar Indonesia dengan brand-nya sendiri, dimulai dengan Hisense Pureshot dan Pureshot+.
Kini Hisense dengan merek sendiri, mencoba memperkenalkan brand-nya sebagai pembuat smartphone secara lebih luas untuk pasar Indonesia. Walau masih bekerjasama dengan Smartfren, tetapi kali ini device yang diperkenalkannya bukan melulu harus digunakan dengan operator tersebut, tetapi juga bisa bebas digunakan dengan operator lainnya.
Dalam review kali ini kita akan fokus kepada device paling advance-nya saat ini, PureShot+ (Hisense HS-L695). Sebenarnya antara Hisense Pureshot dan Pureshot+ secara spesifikasi sama saja, hanya berbeda diukuran layar dan besaran kapasitas baterai.
Desain
Desain Hisense Pureshot+ dibuat dengan bahasa desain yang sederhana, tanpa banyak bentuk yang tidak perlu, tetapi justru membuatnya terlihat terpadu, kompak, dan menarik. Perbandingan antara lebar, tinggi dan tebalnya, menyiratkan bahasa desain yang sekarang banyak dianut device-device kelas high-end. Jika kita breakdown, kita akan menemukan bahwa secara desain, device ini dipikirkan secara lebih detail.
Smartphone sekarang dituntut untuk tampil ramping. Sebenarnya ketebalan Hisense Pureshot+ sudah masuk kategori ramping di 8mm, tetapi desain ini masih diolah lebih untuk menampilkan kesan device lebih ramping, dengan beberapa pilihan bahan dan bentuk yang baik. Pertama pada panel kaca pelindung depan, selain sudah diberikan pelindung tahan gores Gorilla Glass 3, juga digunakan teknik kaca 2.5D. Perbedaan kaca 2.5D dengan kaca standar adalah pada bagian keempat tepinya yang sedikit melengkung, tidak hanya sekedar rata.
Efek yang dihasilkan kaca 2.5D adalah ujungnya seperti tepian air yang turun, efek ini memberi kesan kaca lebih tebal dan terlihat lebih menyatu dengan frame. Kesan lainnya terlihat lebih mewah, dan lebih nyaman disentuh atau digenggam karena tidak ada bagian yang “tajam”di ujungnya.
Olahan ujung kaca 2.5D ini masih dibuat lebih kentara di Hisense Pureshot dengan menambahkan chamfer, atau potongan diagonal sebelum bertemu dengan metal bezel, yang biasa kita lihat di smartphone premium seperti iPhone dan Samsung. Tetapi kali ini chamfer yang digunakan selain lebih tegak, tidak metalic seperti device di atas, juga menggunakan warna senada.
Setelah pertemuan kaca 2.5D dan chamfer, keduanya diapit oleh frame metal berwarna hitam kebiruan yang lebarnya hanya 4.5mm, kemudian baru disambung kebagian penutup baterai dengan sipatan chamfer lebih lebar 45 derajat.
Dengan desain seperti ini, ketebalan smartphone akan terlihat lebih tipis karena lebar frame metal yang dibuat tipis, dan chamfer di belakang yang lebar, selain membuat genggaman pada lebar smartphone akan terasa lebih kecil, juga ketika smartphone diletakkan di bidang datar, memberikan ilusi ketebalan yang lebih tips karena tertutup bayang-bayang.
Penggunaan pelindung Gorilla Glass 3 di permukaan depan juga sebenarnya memberikan nilai lebih bukan hanya karena namanya yang dikenal luas, tetapi lapisan oleophobic dan tingkat pantulannya yang rendah, membuat tampilan layar lebih terlihat menyatu, mendominasi seluruh area smartphone. Saat disentuh jari, akan terasa perbedaan yang nyata, bahwa kehalusan layar karena lapisan oleophobic-nya akan memberi kesan kuat, device ini lebih hi-end.
Hanya saja, untuk mereka yang senantiasa terbiasa menggunakan tambahan lapisan anti gores atau screen protector, akan merasakan kesulitan untuk mendapatkan screen protector yang bisa meng-cover sampai ke ujung tepi layar, karena bagian lengkung 2.5D ini akan sulit ditutup oleh screen protector.
Bagaimanapun juga beberapa gaya desain tidak bisa dipungkiri pada Hisense Pureshot+ ini mengambil gaya desain dari iPhone. Misalnya jajaran lubang speaker yang seimbang di kiri dan kanan pada bagian bawah frame (mirip dengan iPhone 5s, termasuk hanya satu bagian lubang speaker yang sebenarnya berisi speaker –mono-).
Demikian juga pada touch sensor standar Android device yang terdiri dari 3 bagian, recent apps, home dan back, hanya terlihat bagin logo home ketika layar dalam keadaan mati, dan logo pada bagian home ini berbentuk kotak, seperti logo pada bundaran iPhone dulu.
Pada bagian belakang dari tutup baterai yang bisa dilepas, dilapisi plastik bening, yang jika dilihat dan diraba, sebenarnya memimik smartphone hi-end sekarang yang bagian belakangnya dibalut kaca. Memang lapisan bening ini sepertinya tidak akan sekuat lapisan kaca Gorilla Glass, tetapi dalam beberapa waktu pemakain, lapisan ini juga tidak terlalu mudah baret dan kusam, terasa seolah-olah memang dibuat dari material kaca. Hanya jika diperhatikan seksama dalam sudut dan pencahayaan tertentu, sedikit goresan mulai terlihat. Sepertinya material ini mirip dengan pelapis anti gores yang bening.
Pada bagian belakang tidak semua permukaan tertutup lapisan bening seperti kaca ini, sedikit coakan diberikan pada bagian kamera belakang yang dilengkapi dual lampu LED, dan menampilkan material pastik apa adanya sebagai aksen.
Hanya kontinunitas desain yang baik ini sedikit terhenti dibagian lubang earphone pada frame di bagian atas, karena lubang earphone ini tidak benar-benar tepat berada di tengah lebar metal frame, tetapi sedikit ke belakang, sehingga salah satu tepi bagian frame terputus lubang.
Overall secara skala desain, Hisense Pureshot+ dengan layar 5.5 inci ini berimbang antara perbandingan lebar, tinggi dan tebalnya, nyaman di genggam, tidak terasa berat, dan masih mudah untuk dimasukkan ke dalam saku. Penempatan tombol power juga pas dan mudah diraih, walau dibuat sejajar dengan tombol volume di sisi kanan frame. Tetapi penempatan dan jaraknya yang cukup, membuat tombol volume ini jarang sekali tertukar ketika di tekan dengan tombol volume. Dengan sisi kiri frame yang kosong tanpa tombol, membantu jari jempol untuk bertengger disana, dan pegangan tangan pada device menjadi kokoh.