Telset.id, Jakarta – Buntut kasus penyalahgunaan data pengguna Facebook oleh Cambridge Analytica belum selesai. Kini Departemen Kehakiman AS dan FBI sedang menyelidiki perusahaan data politik asal Inggris Raya tersebut.
Menurut Channel News Asia, Rabu (1/5/2018), harian New York Times melaporkan pihak Jaksa telah berupaya mempertanyakan mantan karyawan Cambridge Analytica dan bank yang menangani bisnisnya. Surat kabar itu mengutip narasumber seorang pejabat Amerika dan orang lain yang tidak diungkapkan jatidirinya, namun akrab dengan penyelidikan kasus itu.
Awal bulan ini Cambridge Analytica menyatakan bahwa mereka menutup perusahaan setelah kehilangan klien. Selain itu mereka menghadapi lonjakan biaya hukum akibat laporan perusahaan itu mengambil data pribadi tentang jutaan pengguna Facebook mulai 2014 lalu.
Tuduhan penyalahgunaan data terhadap 87 juta pengguna Facebook oleh Cambridge Analytica, yang disewa oleh tim kampanye pemilu Presiden AS Donald Trump pada 2016, telah mendorong banyak penyelidikan di Amerika Serikat dan Eropa.
Penyelidikan oleh Departemen Kehakiman dan FBI tampaknya fokus pada transaksi keuangan perusahaan dan bagaimana mengakuisisi dan menggunakan data pribadi yang ditarik dari Facebook dan sumber lain.
Surat kabar tersebut juga mengungkapkan bahwa tim gabungan investigasi telah menghubungi Facebook. Namun FBI, Departemen Kehakiman dan Facebook menolak berkomentar hingga berita ini ditulis.
Baca juga: Data 50 Juta Pengguna Facebook untuk Menangkan Trump
Mantan pejabat Cambridge Analytica juga tidak memberikan jawaban atau komentar terhadap pertanyaan seputar penyelidikan ini.
Cambridge Analytica didirikan sekitar 2013, yang awalnya fokus pada pemilihan AS dengan dukungan US $ 15 juta atau sekitar Rp 211 miliar dari donatur anggota Partai Republik AS Robert Mercer dan nama yang dipilih oleh penasihat gedung putih masa depan Steve Bannon. New York Times telah melaporkan Bannon meninggalkan Gedung Putih pada Agustus tahun lalu. [WS/HBS]
Sumber: Channelnewsasia