Telset.id, Jakarta – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah mengidentifikasi 5 konten hoaks paling berdampak pada tahun 2018. Konten-konten tersebut memberikan dampak seperti menimbulkan keresahan, ketakutan di sebagian kelompok masyarakat hingga menjadi pemberitaan media massa.
Dalam halaman resmi Kominfo, Plt Kabiro Humas Kominfo, Ferdinandus Setu mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan pemantauan melalui mesin pengais untuk mengidentifikasi dampak dari 5 konten tersebut.
“Berdasarkan pemantauan mesin pengais konten Sub Direktorat Pengendalian Konten internet Direktorat Pengendalian Informatika Ditjen Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo, berikut konten terindikasi hoaks yang memiliki dampak selama tahun 2018,” ucap Ferdinandus.
Berikut ini adalah konten hoaks paling berdampak pada tahun 2018 menurut Kominfo:
Hoaks Ratna Sarumpaet
Berdasarkan pemantauan Kominfo, pemberitaan penganiayaan Ratna Sarumpaet oleh sekelompok orang pertama kali beredar dalam Facebook tanggal 2 Oktober 2018 di akun Swary Utami Dewi. Unggahan itu disertai screenshot dari aplikasi WhatsApp yang disertai foto Ratna Sarumpaet.
Konten tersebut kemudian diviralkan melalui Twitter, dan diunggah kembali serta dibenarkan oleh beberapa tokoh politik tanpa melakukan verifikasi akan kebenaran berita tersebut.
Pihak kepolisian pun melakukan penyelidikan setelah mendapatkan tiga laporan mengenai dugaan hoaks pada pemberitaan tersebut. Berdasarkan hasil penyelidikan, Ratna diketahui tidak dirawat di 23 rumah sakit dan tidak pernah melapor ke 28 Polsek di Bandung dalam kurun waktu 28 September sampai dengan 2 Oktober 2018.
{Baca juga: Heboh Ratna Sarumpaet, Tagar #WajahmuPlastik Jadi Trending Topic}
Saat kejadian yang disebutkan pada 21 September, Ratna diketahui tidak sedang di Bandung. Hasil penyelidikan juga menunjukkan bahwa Ratna datang ke Rumah Sakit Bina Estetika Menteng, Jakarta Pusat, pada 21 September 2018 sekitar pukul 17.00 WIB.
Menurut polisi Ratna telah melakukan perjanjian operasi pada 20 September 2018 dan tinggal hingga 24 September. Polisi juga menemukan sejumlah bukti berupa transaksi dari rekening Ratna ke klinik tersebut.
Hoaks Gempa Susulan di Palu
Kasus ini berawal dari pesan berantai melalui Aplikasi Whatsapp tentang gempa susulan di Palu yang meresahkan masyarakat Kota Palu. Berita itu berdampak langsung kepada korban gempa dan tsunami yang masih mengalami trauma.
Dalam pesan berantai tersebut tertulis bahwa Palu dalam keadaan siaga 1. Informasi ini didapatkan dari seorang yang bekerja di BMKG ketika selesai memeriksa alat pendeteksi gempa. Pesan tersebut menyebutkan bahwa akan terjadi gempa susulan berkekuatan 8,1 SR dan berpotensi tsunami besar.
{Baca juga: Kominfo Temukan 8 Berita Hoaks Gempa Sulteng}
Setelah diselidiki, ternyata informasi itu hanya isu bohong. Kepala Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, melalui akun media sosial Twitter mengonfirmasi faktanya tidak ada satu pun negara di dunia dan iptek yang mampu memprediksi gempa secara pasti.
Hoaks Penculikan Anak
Hoaks penculikan anak ini beredar di media sosial media seperti Facebook, Twitter dan Whatsapp. Hal itu meresahkan masyarakat terutama orang tua yang memiliki anak-anak masih kecil. Di Twitter hoaks yang beredar menyatakan pelaku penculikan anak tertangkap di Jalan Kran Kemayoran, Jakarta Pusat.
Hal itu langsung dibantah Kapolsek Kemayoran Kompol Saiful Anwar yang mengatakan jika kabar penangkapan pelaku penculikan tersebut tidak benar. Ia mengatakan jika laki-laki yang terdapat dalam video tersebut adalah seorang tukang parkir yang mengidap gangguan jiwa.
{Baca juga: Kominfo Pastikan Isu Penculikan di Tulungagung Hoaks}
Tidak hanya di Kemayoran, di beberapa daerah juga beredar hoaks serupa dengan tambahan ilustrasi gambar yang bervariasi. Hoaks itu menjadi isu nasional yang sangat mengkhawatirkan dan meresahkan masyarakat.
Hoaks Konspirasi Imunisasi dan Vaksin
Imunisasi tak jarang mendapatkan penolakan dari beberapa kelompok masyarakat karena adanya informasi yang tidak lengkap, dan tidak benar atau hoaks. Salah satu hoaks tentang vaksin imunisasi yang cukup viral adalah isu konspirasi penyebaran virus atau penyakit melalui vaksin.
Dikabarkan vaksin yang digunakan imunisasi mengandung sel-sel hewan, virus, bakteri, darah, dan nanah. Isu yang tidak benar itu menimbulkan dampak yang luar biasa terhadap stigma masyarakat Indonesia tentang Imunisasi. Imbasnya, masyarakat menjadi ragu bahkan takut untuk memberikan imunisasi pada anak-anak mereka.
Hoaks Rekaman Black Box Lion Air JT610
Kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 yang jatuh di perairan laut Karawang, Jawa Barat, Senin (29/10/2018) menjadi isu yang banyak diperbincangkan di berbagai ruang publik dan media sosial.
Bersamaan dengan itu bermunculan pula berbagai isu meliputi berita, foto dan video yang disinformasi bahkan hoaks terkait peristiwa jatuhnya pesawat tersebut. Kabar hoaks ini tentu menimbulkan banyak spekulasi dan keresahan di kalangan masyarakat, mengingat banyaknya jumlah korban pada tragedi maut tersebut.
Salah satunya beredar pula video di platform Youtube yang diunggah oleh channel “Juragan Batik Reborn” pada tanggal 29 Oktober 2018 dengan judul “LION AIR JT610 tersebut Mengerikan Hasil Rekaman BLACK BOX”.
{Baca juga: Waspada, 5 Hoax Lion Air JT 610 yang Ditemukan Kominfo}
Video tersebut bukan isi rekaman dari blackbox Lion Air JT610 akan tetapi tanggapan seseorang terkait video detik-detik Lion AIr JT610 hilang kontak. Sehingga judul konten tersebut tidak sesuai dengan isinya dapat dikategorikan sebagai konten disinformasi/hoaks.
Adapun lack box Lion Air JT 610 ditemukan oleh Tim SAR TNI AL yang dipimpin oleh Panglima Komando Armada I Laksamana Muda Yudo Margono. Kotak yang berisi informasi penerbangan ini ditemukan pada kedalaman 30 meter pada Kamis, 01 November 2018 pukul 10.15 WIB.
Dari 5 konten tersebut Ferdinandus mengatakan kepada masyarakat untuk terus melakukan klarifikasi dan mengecek kebenarannya dulu sebelum menyebarkan informasi yang belum dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
“Selama ini Kementerian Kominfo merilis informasi mengenai klarifikasi dan konten yang terindikasi hoaks melalui portal kominfo.go.id dan stophoax.id,” tutup Ferdinandus. (NM/FHP)