JAKARTA – Hingga kini pemerintah belum memberikan lampu hijau untuk sharing frekuensi. Menanggapi hal itu, pihak XL menilai sharing frekuensi menjadi cara yang efektif bagi operator menekan komponen biaya yang tinggi, dan akan berimbas pada tarif data seluler.
Sebelumnya ada wacana dari pihak operator seluler untuk menaikan tarif layanan data. Tarif data dinilai sudah saatnya disesuaikan dengan kondisi saat ini, di mana akses data lebih banyak dinikmati oleh para pemain OTT asing seperti Google, Facebook dkk.
Menurut Dian Siswarini, Wakil Presiden Direktur XL Axiata bisnis layanan data memang lebih tinggi komponen biayanya dibandingkan dengan layanan seluler tradisional seperti voice dan SMS.
“?Bisnis layanan data itu berbeda dengan layanan seluler tradisional seperti voice dan SMS, karena profit dan marginnya lebih rendah. Makanya kita harus tekan biaya sebesar mungkin,” jelas Dian di Grha XL, Jakarta, Rabu (7/1/2015).
Untuk menekan biaya tinggi tersebut, kata Dian, operator sebenarnya ?bisa menggunakan cara ?infrastruktur sharing, seperti sharing tower, sharing fiber dan bahkan bisa juga sharing frekuensi.
“Dengan sharing frekuensi, operator sebenarnya bisa lebih efisien dan mendapatkan kapasitas frekuensi yang lebih besar,” tambah Hasnul Suhaimi, Presiden Direktur XL.
Misalnya, operator A punya 5 MHz dan XL 5 MHz. Jika digabung bukannya menjadi 10 MHz, tapi bisa jadi 14 MHz. Sehingga ?efisiensinya bisa jauh lebih besar?, bisa mencapai 40%.
Sayangnya, hinggi kini pemerintah belum memberikan izin sharing frekuensi. Aturannya pun belum ada. Namun menurut Hasnul, kalau pemerintah merestui, XL akan sangat mendukung.
“Kita memang belum dapat izin. Tapi kalau dibolehkan, kita mendukung?. Semoga Pak Rudiantara (Menkominfo) mengizinkan,” kata Hasnul berharap. [HBS]