Bayangkan jika setiap langkah digital Anda—dari belanja online hingga transaksi perbankan—berpotensi menjadi komoditas yang diperjualbelikan tanpa izin. Di era yang serba terkoneksi ini, data pribadi telah menjadi aset berharga sekaligus titik rentan yang mengancam fondasi ekonomi digital. Bagaimana jika kerugian miliaran rupiah akibat kebocoran data justru menghambat potensi ekonomi digital Indonesia yang bernilai ratusan triliun?
Faktanya, sepanjang 2023 tercatat sekitar tiga juta insiden kebocoran data di Indonesia. Yang lebih mengkhawatirkan, 62 persen di antaranya berupa pencurian informasi pribadi—sebuah statistik yang seharusnya membuat semua pihak duduk tegak dan mengambil tindakan serius. Dalam landscape digital yang terus berkembang, keamanan data bukan lagi sekadar pilihan, melainkan kebutuhan mendasar yang menentukan masa depan ekonomi nasional.
Menjawab tantangan ini, Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) secara tegas menempatkan penegakan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) sebagai prioritas strategis. Melalui pendekatan kolaboratif antara pemerintah, swasta, dan masyarakat, upaya bersama ini bertujuan membangun ekosistem digital yang tidak hanya inovatif tetapi juga aman dan terpercaya.
Kepercayaan: Mata Uang Baru di Era Digital
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria dengan gamblang menyebut kepercayaan publik sebagai “mata uang” baru di era digital. Pernyataan ini bukan sekadar metafora, melainkan refleksi dari realitas ekonomi modern di mana transaksi digital bergantung sepenuhnya pada tingkat kepercayaan antara penyedia layanan dan pengguna.
“Kepercayaan adalah investasi terbaik, bahkan menjadi mata uang baru di dunia yang serba terkoneksi. Dengan penegakan UU PDP yang kolaboratif, kita memperkuat daya saing Indonesia di kancah global,” tegas Nezar dalam Seminar Accelerating PDP Law Enforcement through Public–Private Collaboration to Drive Digital Innovation di Jakarta, Selasa (11/11).
Pernyataan ini menggarisbawahi paradigma baru dalam membangun ekonomi digital. Bukan lagi sekadar tentang teknologi tercanggih atau platform paling inovatif, melainkan tentang seberapa besar masyarakat mempercayai sistem digital yang mereka gunakan. Dalam konteks ini, pelaksanaan UU PDP tidak boleh hanya berfokus pada pemberian sanksi, tetapi harus menjadi instrumen untuk membangun budaya perlindungan data yang berkelanjutan.
Kolaborasi Publik-Swasta: Kunci Penegakan UU PDP
Forum kolaborasi yang digelar Kemkomdigi menegaskan sinergi publik-swasta menjadi kunci untuk memastikan Indonesia aman secara digital sekaligus kompetitif di kancah global. Pendekatan ini mengakui bahwa tantangan perlindungan data pribadi terlalu kompleks untuk diselesaikan oleh satu pihak saja.
Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kemkomdigi Alexander Sabar menekankan pentingnya keseimbangan antara inovasi dan pengawasan. “Inovasi boleh melaju cepat, tapi keamanan dan kepatuhan hukum adalah rel yang tidak boleh ditinggalkan,” ujarnya. Pernyataan ini menjadi pengingat bahwa percepatan transformasi digital harus diimbangi dengan kerangka regulasi yang kuat.
Dalam praktiknya, kolaborasi ini mencakup berbagai aspek—dari penyusunan kebijakan, implementasi teknologi, hingga edukasi masyarakat. Bahkan kasus kebocoran data oleh hacker seperti Bjorka kini dapat dijerat menggunakan UU PDP bersama dengan UU ITE, menunjukkan komitmen penegakan hukum yang komprehensif.
Baca Juga:
Privacy by Design: Fondasi Inovasi Berkelanjutan
Direktur Pengembangan Ekosistem Digital Kemkomdigi Sonny Hendra Sudaryana memperkenalkan konsep privacy by design sebagai pendekatan strategis dalam membangun ekosistem digital. Prinsip ini menekankan bahwa perlindungan data harus diintegrasikan sejak tahap perancangan, bukan sebagai tambahan di akhir proses.
“Transformasi digital hanya akan berkelanjutan jika dibangun di atas kepercayaan. Melalui Garuda Spark Innovation Hub, kami mempertemukan BUMN, perusahaan rintisan (startup), akademisi, dan regulator untuk menguji solusi digital yang aman sejak tahap perancangan,” jelas Sonny.
Pendekatan ini terbukti efektif dalam layanan strategis seperti Know Your Customer (KYC) yang menjadi pintu utama kepercayaan digital nasional. Dengan mengintegrasikan prinsip perlindungan data sejak awal, risiko kebocoran data dapat diminimalisir tanpa menghambat inovasi.
Dampak Ekonomi: Melindungi Triliunan Rupiah
Nezar Patria mengingatkan bahwa potensi ekonomi digital Indonesia yang bernilai ratusan triliun rupiah tidak boleh terancam oleh kerugian miliaran akibat kebocoran data. Pernyataan ini menyoroti dimensi ekonomi dari perlindungan data pribadi yang sering kali terabaikan.
Setiap insiden kebocoran data tidak hanya merugikan individu yang datanya dicuri, tetapi juga mengikis kepercayaan masyarakat terhadap sistem digital secara keseluruhan. Dampak jangka panjangnya dapat menghambat adopsi teknologi dan pertumbuhan ekonomi digital. Proses panjang pembahasan RUU PDP yang sempat deadlock menunjukkan kompleksitas tantangan yang dihadapi, sekaligus pentingnya regulasi ini bagi masa depan digital Indonesia.
Dengan sanksi pidana hingga 6 tahun penjara bagi pelanggar UU PDP, regulasi ini memberikan teeth yang diperlukan untuk menciptakan efek jera. Namun, lebih dari sekadar hukuman, UU PDP harus dipandang sebagai investasi dalam membangun kepercayaan—aset tak berwujud yang justru paling berharga dalam ekonomi digital.
Perjalanan menuju ekosistem digital yang aman dan terpercaya membutuhkan komitmen semua pihak. Dari regulator yang menyusun kebijakan, pelaku industri yang mengimplementasikan teknologi, hingga masyarakat yang harus meningkatkan kesadaran akan pentingnya melindungi data pribadi. Kolaborasi ini bukan hanya tentang menegakkan hukum, melainkan tentang membangun masa depan digital Indonesia yang lebih cerah—di mana inovasi tumbuh subur di atas fondasi kepercayaan yang kokoh.

