Telset.id,Jakarta – Isu pembelian TikTok semakin memanas. Informasi terbaru adalah Twitter “menikung” Microsoft karena perusahaan tersebut juga berminat membeli TikTok dan telah melakukan pembicaraan awal.
Dilansir Telset.id dari Engadget pada Senin (10/08/2020), informan anonim dari Wall Street Journal mengatakan jika Twitter mengadakan pembicaraan awal mengenai pembelian TikTok.
Walaupun masih tahap pembicaraan informasi ini membuat isu pembelian TikTok semakin panas karena Twitter dianggap memiliki keunggulan dibandingkan penawar sebelumnya yaitu Microsoft karena Twitter memiliki 186 juta pengguna aktif harian di seluruh dunia.
{Baca juga: Telegram dan TikTok Dongkrak Trafik Telkomsel di Libur Natal}
Namun Twitter dianggap akan kesulitan ketika membeli dan mengembangkan TikTok. Bisnis TikTok diprediksi mencapai miliaran dollar sedangkan Twitter nilai kapitalisasi pasar Twitter hanya USD$ 29 miliar atau Rp 427,5 triliun.
Twitter juga mengalami kerugian lebih dari US$ 1,2 miliar atau Rp 17,6 triliun pada kuartal terakhirnya. Untuk itu Twitter kemungkinkan akan mencari investor atau mengambil sejumlah hutang untuk dapat membeli dan mengembangkan TikTok.
Sebelumnya Microsoft akhirnya mengakui berminat untuk akuisisi TikTok. Pengakuan tersebut disampaikan melalui postingan di situs resmi perusahaan. Microsoft kini masih berdiskusi dengan ByteDance.
Belum lama ini dilaporkan bahwa untuk menghindari larangan dari Amerika Serikat, ByteDance selaku perusahaan induk asal China sedang mencari cara untuk menjual TikTok. Nama Microsoft pun seketika mengemuka.
Menurut laporan Ubergizmo, seperti dikutip Telset.id, Selasa (04/08/2020), ternyata rumor tersebut mendekati kenyataan. Microsoft sudah memberi konfirmasi mengenai rencana akuisisi operasional TikTok di Negeri Paman Sam.
“Diskusi dibangun berdasarkan pemberitahuan yang dibuat oleh Microsoft dan ByteDance kepada Komite Investasi Asing di Amerika Serikat. Kami sedang mengeksplorasi proposal awal ByteDance,” terang Microsoft.
{Baca juga: Donald Trump Larang TikTok dan WeChat di Amerika Serikat}
Tak hanya Amerika Serikat, operasional TikTok yang bakal diakuisisi oleh Microsoft juga meliputi Kanada, Australia, dan Selandia Baru. Kalau ada kata sepakat, Microsoft akan mengoperasikan TikTok di pasar tersebut.
Terlepas siapa yang akhirnya membeli TikTok, bagi Twitter dan Microsoft harus segera menyelesaikan transaksi mereka maksimal tanggal 15 September 2020.
Alasannya karena setelah tanggal 15 September, perusahaan Amerika Serikat (AS) dilarang melakukan transaksi dengan TikTok akibat perintah terbaru dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Donald Trump Jegal Tiktok dan WeChat
Donald Trump baru-baru ini melarang perusahaan AS untuk melakukan transaksi atau melakukan kemitraan dengan TikTok dan WeChat dengan alasan keamanan nasional.
Trump memiliki mengeluarkan dua surat perintah mengenai TikTok dan WeChat. Pertama pemerintah AS melarang perusahaan untuk melakukan transaksi dengan TikTok ataupun Bytedance selaku perusahaan induk.
Kedua adalah melarang perusahaan untuk melakukan transaksi atau menjalin kemitraan dengan WeChat atau perusahaan induknya yaitu Tencent. Bagi perusahaan yang sudah terlanjur melakukan transaksi maka diberi waktu 45 hari untuk menyelesaikan transaksi.
Trump memiliki alasan tersendiri mengapa melarang TikTok dan WeChat. Menurut Trump, TikTok mengancam keamanan nasional, kebijakan luar negeri, dan ekonomi Amerika Serikat.
“TikTok secara otomatis menangkap petak besar informasi dari penggunanya, termasuk internet dan informasi aktivitas jaringan lainnya seperti data lokasi dan riwayat penelusuran dan pencarian,” kata Trump dalam surat perintahnya.
Sedangkan WeChat dianggap sebagai aplikasi yang mendukung keberadaan Partai Komunis China. Trump menduga jika WeChat akan dijadikan alat untuk melakukan kampanye dan propaganda mengenai partai tersebut.
{Baca juga: TikTok: Aplikasi Pesaing Manfaatkan Larangan Trump}
“WeChat, seperti TikTok, juga dilaporkan menyensor konten yang dianggap Partai Komunis China sensitif secara politik dan juga dapat digunakan untuk kampanye disinformasi yang menguntungkan Partai Komunis China,” tambah Trump. [NM/HBS]