Telset.id, Jakarta – Presiden Donald Trump meminta kepada pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk segera mengklaim penalti sebesar USD 1,7 miliar atau setara Rp 18,5 triliun dari ZTE Corp.
Seperti diketahui, AS sedang menghukum dan memperketat kontrol atas perusahaan telekomunikasi China tersebut sebelum mengizinkannya kembali berbisnis.
Dilansir CNBC, bisnis ZTE sempat mandeg setelah mendapat larangan menerima komponen dari perusahaan AS pada April 2018 lalu. ZTE dilarang membeli komponen teknologi asal AS selama tujuh tahun.
Sanksi tersebut diberikan karena parusahaan asal China itu dianggap melanggar kesepakatan usai tertangkap basah mengirim barang secara ilegal ke Iran dan Korea Utara. AS pun secara tegas melakukan embargo.
Negosiasi dengan ZTE bermula ketika Menteri Perdagangan AS, Wilbur Ross, bertandang ke Beijing pada akhir pekan kemarin untuk membicarakan persoalan soal embargo.
Sumber mengatakan bahwa pemerintah AS ingin ZTE mengganti dewan dan tim eksekutif setelah 30 hari usai terkena larangan. Namun, kesepakatan belum tuntas, bahkan sewaktu-waktu bisa berubah.
ZTE yang menangguhkan operasi besar pada Mei 2018 sangat membutuhkan kesepakatan, termasuk rela membayar klaim pemerintah AS, supaya bisa beroperasi lagi.
ZTE dalam kondisi kritis karena tidak ada pemasukan karena menghentikan sementara operasional sehingga diperkirakan telah kehilangan lebih dari USD 3 miliar sejak embargo pada 15 April 2018 lalu.
Baca juga: Donald Trump Denda ZTE Rp 18,5 Triliun
Akhir Mei 2018, Trump menyatakan akan menjatuhkan sanksi berupa denda kepada ZTE. Nominal denda yang diminta oleh Trump kala itu USD 1,3 miliar atau setara Rp 18,5 triliun. Ia mengatakan bahwa denda sebesar itu merupakan konsekuensi yang harus diterima ZTE terkait aturan ketat yang diterapkan oleh pemerintah AS.
“Saya tidak ragu mereka bisa membayar tinggi untuk pencabutan sanksi. Selain denda, saya ingin ada manajemen baru, dewan direksi baru, dan peraturan perlindungan yang ketat di ZTE,” tambah Trump. Sebelum Trump mendenda ZTE, AS dan China dikabarkan segera sepakat soal pencabutan embargo. Namun, untuk mencapai kesepakatan itu, tetap ada konsekuensi logis yang harus ditanggung oleh China.
Di tengah negosiasi pencabutan embargo ZTE, baru-baru ini AS dan China justru terlibat debat sengit. Debat dipicu oleh klaim Trump yang menyatakan bahwa China telah mencuri teknologi dari negaranya. Alhasil, China tak terima dengan pernyataan tersebut sehingga “perang” debat pun terjadi.
Tuduhan Trump sendiri berkaitan dengan dua tuntutan hukuman Gedung Putih terhadap China yang diwujudkan dalam bentuk pajak impor barang. Ketua Komisi Perdagangan AS, Dennis Shea, mengatakan bahwa praktik transfer teknologi yang diterapkan China cukup merugikan.
Berita Terkait: ZTE Klaim Jadi Korban Perang Dagang China dan AS
“Transfer teknologi menjadi konsekuensi peraturan tidak tertulis dari perusahaan yang mencoba mengakses pasar China. Lebih-lebih, jika pihak luar bekerja sama dengan perusahaan milik atau yang dikendalikan oleh Pemerintah China. Itu sama saja pencurian,” papar Shea, Rabu (30/5) lalu. [SN/HBS]
Sumber: CNBC