Selain di Indonesia, Telegram Pernah Diancam Rusia

REKOMENDASI
ARTIKEL TERKAIT

Telset.id, Jakarta – Layanan messaging Telegram telah diblokir pemerintah Indonesia, karena dianggap banyak sekali kanal yang bermuatan propaganda radikalisme dan terorisme. Selain Indonesia, Telegram juga pernah diancam akan diblokir oleh pemerintah Rusia dengan alasan serupa.

Meski memiliki alasan yang sama, namun pemerintah Rusia tak langsung memblokir aplikasi buatan Pavel Durov tersebut. Saat itu, pemerintah Rusia memerintahkan Telegram untuk mendekripsi pesan-pesan yang dikirim untuk menangkap para pelaku terorisme jika tidak ingin diblokir.

“Teroris memanfaatkan keuntungan dari pembuatan chat room rahasia dengan tingkat enkripsi tinggi dari Telegram,” terang FSB, satuan intelijen Rusia seperti dikutp dari Venture Beat, Senin (17/07/2017).

Perintah ini berawal ketika adanya teror bom bunuh diri yang menewaskan sedikitnya 15 orang di stasiun St Petersburg pada 3 April 2017 lalu. Menurut laporan FSB, orang-orang yang berada di balik teror tersebut menggunakan Telegram untuk merencanakan serangan itu.

[Baca juga: Sempat Membantah, Pendiri Telegram Akhirnya Mengaku Salah]

Tapi perintah tersebut ditolak oleh Durov. Menurutnya perintah itu melanggar hak konstitusional dan jika Telegram pada akhirnya diblokir pemerintah Rusia, menurut Durov maka para pelaku teror akan beralih ke layanan messaging lainnya yang menawarkan enkripsi end-to-end.

“Jika Anda ingin mengalahkan teroris dengan memblokir sesuatu, maka Anda harus memblokir internet,” tegas Durov.

Namun dalam kasus pemblokiran di Indonesia, pihak Kementerian Kominfo menyatakan punya alasan yang kuat untuk memblokir layanan Telegram. Kominfo menyatakan telah berusaha menghubungi Telegram berkali-kali sejak tahun 2016, namun tidak ada respon dari perusahaan asal Rusia itu.

Setelah tak mendapat respon dari Telegram, pemerintah akhirnya memutuskan untuk memblokir layanan chatting tersebut dengan pertimbangan keamanan negara.

“Kominfo sudah hubungi Telegram berkali-kali. Kami sudah enam kali kirim email ke Telegram sejak 2016,” jelas Menkominfo Rudiantara.

Alasan pemblokirannya sangat jelas, karena ditemukan ada 17.000 halaman yang terkait terorisme dan aksi radikalisme lainnya di dalam Telegram.

[Baca juga: Ini Kronologis Pemblokiran Telegram yang Sempat Heboh]

“Banyak konten terkait terorisme dan radikalisme, seperti ajakan membikin bom, bergabung dengan organisasi teroris, dll,” ujar Menkominfo.

Oleh karena itu, menurut Rudiantara, pemerintah akhirnya memutuskan untuk memblokir layanan Telegram. Meski begitu, yang ditutup oleh pemerintah Indonesia hanya layanan Telegram yang ada di website saja. Sedangkan aplikasinya masih bisa dibuka via ponsel.

Lebih jauh Rudiantara mengungkapkan bahwa sebelum melakukan pemblokiran, pihaknya telah lebih dulu melakukan koordinasi dengan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, Kapolri Tito Karnavian, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

“Kalau Google ada kantor perwakilan di Singapura, Twitter ada di Indonesia. Sementara kalau Telegram ini komunikasinya harus lewat web service mereka. Mereka protes kita kok tidak diajak bicara tahu-tahu diblokir. Padahal, Kominfo sudah hubungi Telegram berkali-kali,” jelas Rudiantara. [FHP/HBS]

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ARTIKEL TEKINI
HARGA DAN SPESIFIKASI