Telset.id, Jakarta – Para pelanggar spektrum frekuensi radio di Indonesia tidak akan langsung ditangkap, tetapi akan diberi edukasi terlebih dahulu. Pasalnya banyak pelanggaran frekuensi radio terjadi karena ketidaktahuan masyarakat atas aturan penggunaan spektrum tersebut.
Plt Kepala Balai Monitoring Spektrum Frekuensi Radio Kelas I Yogyakarta Sugiran menyatakan pihaknya selalu mengedepankan pendekatan edukasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat.
Termasuk dalam hal pelanggaran, para pelaku akan didekati dan diberi edukasi, namun tetap menggunakan berita acara pemeriksaan.
Baca juga: Apa Manfaat Refarming Frekuensi 2.1 GHz?
“Kami rangkul dulu, tidak langsung kita tindak, kita dekati, tapi tetap menggunakan berita acara pemeriksaan. Penyidikan tetap jalan, kemudian kita panggil, kalau mereka mau menghentikan pancaran berarti itu selesai,” jelas Sugiran dalam keterangan resmi Kominfo mengenai Kunjungan Media di Balmon Kelas I Yogyakarta, Minggu (26/8/2018).
Menurut Sugiran, meskipun secara geografis Yogyakarta tergolong sebagai kota kecil, namun penggunaan frekuensinya sangat padat. Pengguna tersebut antara lain pelajar dan mahasiswa yang berekperimen, membuat pemancar, membuat radio amatir dan banyak komunitas.
Oleh karena itu, kata dia, potensi pelanggaran bidang fekuensi juga selalu ada. Dia merujuk data selama 2014 hingga 2017, Balmon Yogyakarta setidaknya sudah menindak empat penyalahgunaan spektrum frekuensi radio hingga pada keputusan pengadilan.
“Sebagian dari pelanggar hukum itu, telah menjalani hukuman enam bulan penjara dan denda Rp10 juta. Sebelumnya, pada 2012, Balmon Yogyakarta juga sudah menindak ISP (internet service provider) ilegal,” jelas dia.
Saat ini Balmon Yogyakarta diperkuat 37 personel, dengan 10 di antaranya merupakan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS). Sebagaimana Balmon atau UPT lainnya, Balmon Yogyakarta menjalankan pengawasan dan pengendalian penggunaan spektrum frekuensi radio.
Tugas Balmon Yogyakarta mencakup monitoring, penertiban, dan penindakan terkait pelanggaran frekuensi berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
“Kami selalu bekerjasama dengan Korwas PPNS, yakni penyidik Polri dari Polda DIY dan Kejaksaan. Dalam memproses pelanggaran pidana telekomunikasi kami selalu berkoordinasi dengan Korwas dan Kejaksaan,” katanya.
Dia menambahkan, pelaku yang tindak biasanya karena adanya laporan atau pengaduan dari pengguna frekuensi lain, tertangkap tangan petugas atau diketahui langsung oleh petugas ketika dilaksanakan monitoring.
Baca juga: Penataan Ulang Pita Frekuensi 2.1 GHz Akhirnya Rampung
Jika dicurigai terjadi pelanggaran, lanjut dia, PPNS akan memanggil, menggeledah dan memeriksa pelaku. Setelah proses itu selesai dilanjutkan membuat berkas perkara, sementara barang bukti, dan terangka diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Jika belum lengkap (P21) dikembalikan. Jika sudah maka akan disidangkan,” pungkas dia. [WS/HBS]