Telset.id, Jakarta – Selain hadirnya gambar porno berformat GIF yang tersebar di aplikasi WhatsApp, sebenarnya masih banyak aplikasi lainnya yang beredar di Indonesia yang juga memuat konten serupa, bahkan bisa dibilang lebih parah. Untuk itu, Kominfo mengajak masyarakat untuk memantau konten negatif yang tersebar di Internet dan media sosial.
Misalnya saja Twitter, tak hanya gambar GIF saja yang bisa ditemukan, bahkan video berbau pornografi berdurasi cukup panjang pun bisa ditemukan pada media sosial milik Jack Dorsey tersebut. Lantas adakah cara bagi kita untuk menjaga agar masyarakat tidak lagi membuka hal-hal tersebut?
Menjawab hal itu, Dirjen Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan hal tersebut diakui sangat sulit untuk dihentikan karena dunia internet tidak mungkin bisa diblokir sampai 100%.
Oleh karena itu, menurutnya, untuk mencegah tersebarnya konten-konten negatif ke masyarakat secara luas, maka dibutuhkan peran aktif dari masyarakat itu sendiri.
“Peran aktif kita semua sangat diperlukan, karena konten-konten seperti ini tumbuhnya setiap hari,” ucap Semuel di kantor Kominfo, Jakarta, Rabu (08/11/2017).
Dijelaskannya, masyarakat sekarang ini juga harus ikut mengawasi berbagai kontan-konten tersebut dan melaporkannya lewat layanan aduan konten. Nantinya, aduan yang telah diajukan akan ditindak lanjuti oleh pihak Kominfo, mirip seperti apa yang telah dilakukan terhadap Telegram, WhatsApp, dan lainnya.
“Kami sangat apresiasi dengan adanya kasus ini berkat laporan dari masyarakat,” ujar Semuel.
Selain mengajak untuk berperan aktif, dia juga mengingatkan para orang tua untuk melakukan edukasi kepada anak-anak mereka. Hal itu dilakukan agar anak-anak bisa mengontrol diri sendiri untuk tidak mengakses atau meng-klik serta membagikan berbagai konten-konten tersebut.
“Self-control harus ditumbuhkan di dunia digital,” ujar pria yang kerap disapa Semmy itu.
Sementara soal pemblokiran, Semuel mengatakan harus melihatnya dari berbagai aspek terlebih dahulu. Oleh karena itu, Kominfo tidak langsung menggunakan metode tersebut, melainkan menggunakan metode crawling, yakni mencari dan melaporkan ke platform terkait untuk ditindak lanjuti.
“Yang namanya pemblokiran, itu harus dilakukan dengan sangat hati-hati,” pungkas Semuel. (FHP/HBS)