Telset.id, Jakarta – Sesepuh industri telekomunikasi seluler Indonesia dan juga pendiri Telkomsel, Garuda Sugardo kembali angkat bicara soal tidak dilibatkannya Telkomsel dalam pembahasan revisi PP No. 52 dan 53 Tahun 2000 yang diantaranya mengatur soal network sharing.
Sebelumnya Direktur Utama Telkomsel Ririek Adriansyah mengaku tidak pernah dilibatkan dalam rencana pemerintah merevisi PP No. 52 dan 53 Tahun 2000 yang mengatur tentang aturan network sharing. Namun di pihak lain, Indosat juga menuding Telkomsel ikut campur tangan untuk menjegal revisi aturan tersebut.
“Kami tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan revisi aturan soal network sharing,” kata Direktur Utama Telkomsel Ririek Adriansyah saat berbincang dengan awak media di acara buka puasa bersama, Senin (27/6/2016) lalu.
[Baca juga: Telkomsel Mengaku Tak Dilibatkan Revisi Aturan Network Sharing]
Ririek mengaku selama ini lebih banyak mengikuti kabar tentang revisi aturan network sharing dari pemberitaan di media, sehingga tidak tahu detail dari isi perubahan peraturan pemerintah itu. “Cuma baca saja dari media kalau ada perubahan, tapi gak tahu detail isinya,” ujarnya.
Menanggapi hal itu, Garuda Sugardo mengatakan malah kebetulan kalau Telkomsel tidak dilibatkan. Ia menyarankan agar Telkomsel mengirimkan surat kepada yang berwenang (pemerintah) untuk menyatakan menolak (network sharing).
“Ya kebetulan (Telkomsel tidak dilibatkan). Saran saya, kirim surat kepada yang berwenang, tulis alasannya dan katakan, ‘Tidak!’. Populisnya, network sharing memang menguntungkan pelanggan, tapi yang paling diuntungkan adalah operator asing,” tegas Garuda, seperti dikutip Telset.id dari akun Facebook-nya, Rabu (29/6/2016).
Menurutnya, tidak ada keharusan Telkomsel menerima konsep network sharing dengan sesama operator seluler, selama Telkomsel hanya diposisikan selaku “donatur” network. Ia mencontohkan bagaimana pemerintah pro kepada Pertamina atau disebutnya ‘SPBU Merah-Putih’.
Ia mengungkapkan, pada era two giant telco Indonesia, sejak tahun 2001 Indosat BUMN tidak lagi berstatus operator internasional (SLI), tetapi telah menerima segala macam lisensi domestik seperti yang dimiliki Telkom, termasuk seluler GSM. Sejak itu pula Indosat telah menjadi Full Network Service Provider dengan segala hak dan kewajibannya.
“Begitu juga operator GSM lainnya, sejak awal mereka mengerti bahwa terjun menjadi operator seluler, konsekuensinya adalah membangun infrastruktur jaringan. Membangun tidak hanya di daerah yang ‘gemuk’, tetapi di seluruh NKRI! Tapi apa kenyataannya?” ujar Garuda.
[Baca juga: Sesepuh Telko Kecewa Lihat Perang Indosat vs Telkomsel]
Dua dekade yang lalu, kata Garuda, investor dan analis menertawakan pembangunan jaringan Telkomsel di Indonesia Bahagian Timur (IBT). Ia mengatakan mereka mensyukuri ketika dia didepak dari posisi BOD Telkomsel (tahun 1998), karena kukuh membangun coverage di NTT, Maluku dan Irian Jaya.
“Tudingan konyol saat itu adalah ‘Garuda Sudah Miring’, karena menggelar coverage di IBT. Tapi apa kenyataan sekarang? Semua operator mengincar pasar di IBT. Pemakaiannya banyak dan ARPU-nya tinggi sekali,” ujarnya.
Garuda menegaskan mengerti dan setuju konsep network sharing. Tetapi dalam arti kata saling berbagi; bukan yang satu berbagi tapi yang lain minta bagian, karena itu tidak adil dan tendensi berpihak. Apalagi kepada operator yang sudah “menggadaikan” networknya kepada vendor secara managed service.
“Mereka adalah operator “pemalas”, segan membangun, enggan pula memelihara jaringan. Padahal lisensi mereka adalah sebagai Operator Jaringan dan Operator Layanan,” ketusnya.
Menurut Garuda, Indonesia patut berterima kasih pada Telkomsel yang telah menempatkan BTS-nya dari Sabang sampai Merauke, yang telah memelopori implementasi kartu prabayar, mendukung pertumbuhan ekonomi pedesaan, membantu koordinasi Hankam sampai perbatasan negara, dan membangun silaturahim via udara Nusantara.
“Bila Telkomsel menolak, jangan dikatakan egois. Justru pemerintah harus mengevaluasi implementasi dari modern licencing-nya,” kata Garuda. Indonesia, lanjutnya, membutuhkan Telkomsel, seperti layaknya Telkomsel mencintai Indonesia dalam arti seutuhnya.
[Baca juga: Bos Telkomsel: Kami Besar karena Kerja Keras]
“Soal ‘Promo Ramadhan’ tentang network sharing policy, menurut saya tidak perlu digubris. Fair interconnection is a must, karena itu adalah kewajiban alamiah industri telco, but network sharing is a not! Ini lain cerita, bung,” tandasnya.
Ia berpendapat, pemerintah tidak perlu melindungi kelalaian para operator manapun. Biarkan mereka sadar kewajibannya. Mereka yang bermental free rider harus “dikepret” agar sadar bahwa regulasi Indonesia eksis dan berdaulat.
“Dengan mengucap beribu maaf dan segala kerendahan hati, saya berharap agar Bapak Jokowi, selaku Presiden RI dan pengguna Telkomsel, tidak menandatangani naskah perubahan Peraturan Pemerintah terkait network sharing,” ujar Garuda berharap.
Ia menyarankan pemerintah sebaiknya memberi lagi kesempatan kepada para operator melakukan sharing (dalam arti patungan), membangun network sesuai kewajibannya, dan tidak hanya mau mendompleng.
“Indonesia di masa lalu telah berbaik hati membiarkan para pemain mengabaikan kewajibannya membangun infrastruktur penunjang bisnis selulernya. Saya kira Revolusi Mental tidak hanya berlaku untuk kita yang ber-KTP Indonesia, tetapi juga bagi semua investor tamu yang menggarap pasar di Indonesia,” tutupnya. [HBS]