Telset.id, Jakarta – Jalan Xiaomi untuk mencapai target mendapatkan modal melalui jalur penjualan saham nampaknya tidak semulus layar ponsel besutannya. Pasalnya, nilai saham Xiaomi tercatat turun sebanyak 6 persen menjelang penawaran perdana atau IPO Xiaomi di bursa efek Hong Kong.
Menurut Channel News Asia, para investor nampaknya khawatir atas valuasi produsen ponsel pintar asal China itu, yang juga jadi tanda sinyal kurang baik untuk perusahaan-perusahaan sektor teknologi yang telah masuk daftar bursa tersebut.
Kinerja Xiaomi adalah tes kunci dari sentimen investor dalam rencana IPO yang bakal dilakukan dalam beberapa bulan mendatang. Ini termasuk kesepakatan senilai USD 4 miliar atau sekitar Rp 57 triliun dari platform layanan pengiriman makanan hingga tiket online Meituan Dianping dan IPO dari China Tower, operator menara seluler terbesar di dunia senilai USD 10 miliar atau sekitar Rp 143 triliun .
Baca juga: IPO akan Jadikan Xiaomi Perusahaan USD 100 Miliar
Harga saham dalam IPO Xiaomi di bursa efek Hong Kong sebesar HKD$ 17 atau mencapai Rp 30 ribu per saham untuk kisaran harga terendah yang ditawarkan. Jika mencapai target, maka akan menyumbang modal Xiaomi hingga USD 4,72 miliar atau mencapai Rp 67 triliun di teknologi float terbesar di dunia dalam empat tahun terakhir.
Sahamnya menyentuh angka terendah HKD$ 16 atau Rp 29 ribu di awal perdagangan dan kemudian rally untuk sesaat menyentuh harga IPO-nya. Saham tersebut kini stabil di posisi HKD $ 16,88 setelah istirahat tengah hari, sementara indeks pasar saham utama Hong Kong 1,7 persen lebih tinggi.
Daftar Xiaomi muncul karena investor resah atas meningkatnya ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan China yang telah mengguncang pasar selama beberapa minggu terakhir.
Ketegangan itu berimbas pada terdorongnya indeks patokan bursa saham Hong Kong yang merosot ke angka terendah dalam sembilan bulan terakhirt pekan lalu.
Baca juga: Terbesar dalam Sejarah, Ini Bonus yang Diterima Bos Xiaomi
Terkait hal itu, CEO bursa Hong Kong Charles Li mengatakan pihaknya tidak dapat memasang “rem” untuk membatasi gejolak harga saham karena pasar selalu terbuka.
“Ini terbuka untuk semua orang. Jika kamu tidak suka harganya, kamu bisa menjauh,” tegas Charles. [WS/HBS]