Telset.id – Gempa dahsyat berkekuatan Magnitudo 8,7 yang mengguncang Semenanjung Kamchatka, Rusia, Rabu (30/7) pagi, bukan sekadar bencana lokal. Ini adalah alarm keras bagi Indonesia dan negara-negara lain yang berada di jalur Cincin Api Pasifik—kawasan paling aktif secara geologis di Bumi. Lalu, apa sebenarnya Cincin Api Pasifik ini, dan mengapa ancamannya begitu nyata?
Cincin Api Pasifik adalah jalur tapal kuda sepanjang 40.250 kilometer yang dipenuhi gunung berapi aktif dan zona subduksi lempeng tektonik. Menurut Badan Nasional Kelautan dan Atmosfer AS (NOAA), lebih dari 450 gunung berapi berdiri di sepanjang cincin ini, termasuk di Indonesia, Jepang, Filipina, hingga Chile. “Sekitar 90% gempa bumi dunia terjadi di sini,” ujar Loÿc Vanderkluysen, vulkanolog dari Drexel University, seperti dikutip Live Science.
Mekanisme Pembunuh di Bawah Laut
Zona subduksi—tempat lempeng samudra menunjam ke bawah lempeng benua—adalah biang keladi aktivitas vulkanik dan seismik di Cincin Api. Proses ini menciptakan palung laut terdalam sekaligus memicu gempa megathrust yang berpotensi tsunami. Gempa Kamchatka terjadi di seismic gap, area yang “tertidur” puluhan tahun sebelum akhirnya melepaskan energi dahsyat. “Ini mirror image dari kondisi Sumatra dan Jawa,” tegas Irwan Meilano, pakar gempa ITB, kepada Antara.
Baca Juga:
Indonesia di Ujung Tanduk
Kesamaan tektonik Kamchatka dengan Jawa-Sumatera harus jadi perhatian serius. Tsunami setinggi 60 cm yang sampai ke Jepang pasca-gempa Kamchatka membuktikan energi gelombang bisa menjalar ke timur Indonesia dalam 8-10 jam. “Kita perlu sistem peringatan dini yang lebih canggih,” tandas Irwan, merujuk pada inisiatif seperti SMS blast kebencanaan yang dikembangkan Kominfo dan Badan Geologi.
Fakta lain yang mengkhawatirkan: studi terbaru menemukan anomali bola logam raksasa di inti Bumi yang diduga memengaruhi dinamika lempeng. Sementara teknologi seperti sensor wearable belum bisa memprediksi gempa, mitigasi berbasis data menjadi kunci.
Cincin Api Pasifik bukan sekadar rangkaian gunung—ia adalah sistem kompleks yang terus bergerak. Bagi Indonesia, ancaman ini nyata. Pertanyaannya: Sudah siapkah kita?