Telset.id, Jakarta – Pada 1933, di Kota Pompeii, para arkeolog menemukan dua kerangka mayat yang masih utuh. Kerangka mayat itu hampir sempurna karena awet oleh abu letusan Gunung Vesuvius pada 24 Agustus 79M yang dikenal sebagai genom kota Pompeii House of Craftmen.
Banyak penduduk kota Pompeii melarikan diri dari bencana alam erupsi, sedangkan dua orang itu tidak. Dalam foto awal 1930-an, tampak warga tersungkur di sudut ruang makan rumah.
Mereka seolah sedang makan siang sebelum erupsi datang. Menurut laporan Engadget, Telset kutip pada Senin (30/5/2022), pemandangan menyedihkan itu menjadi buruan para arkeolog.
Setelah temuan para arkeolog pada 1933, publik pun punya pemahaman lebih baik tentang apa yang mungkin terjadi kepada dua orang Romawi itu berkat kemajuan teknologi pengurutan DNA.
BACA JUGA:
- Arkeolog Menemukan Kota Romawi Kuno Lewat Radar
- Situs Kuno dan Terbesar Peninggalan Suku Maya Ditemukan
Dalam sebuah makalah di jurnal Scientific Reports, tim gabungan peneliti dari Italia, Denmark, dan Amerika Serikat baru-baru ini mengurutkan genom seorang penghuni House of Craftmen.
Untuk kali pertama itulah para arkeolog berhasil memecahkan kode DNA mitokondria dari penduduk kota Pompeii. Mereka mengambil materi genetik dari segmen tulang padat berbentuk piramida.
Tulang itu melindungi telinga bagian dalam. Tim arkeolog menemukan fakta bahwa penghuni laki-laki rumah tersebut menderita tuberkulosis tulang belakang atau dikenal sebagai penyakit Pott.
“Gejalanya berupa nyeri punggung dan kelumpuhan tubuh bagian bawah. Kondisi itu memaksanya untuk memiliki keterbatasan mobilitas,” jelas Dr Pier Francesco Fabbri, seorang antropolog.
Sangat mungkin, ia melanjutkan, pria berusia sekitar 35 tahun ketika meninggal dunia itu mengalami kesulitan melarikan diri dari kota Pompeii manakala Gunung Vesuvius meletus secara hebat.
“Membandingkan DNA-nya dengan 1.030 individu purba dan 471 Eurasia Barat masa kini, kami menyimpulkan bahwa beberapa nenek moyangnya berasal dari Anatolia,” sambungnya.
Sekarang, mayoritas Anatolia merupakan bagian dari Turki modern. Pria nahas itu juga memiliki hubungan dengan pulau Sardinia meski lebih punya kesamaan genetik dengan orang Roma.
BACA JUGA: Arkeolog Temukan “Gerai McDonalds” Zaman Romawi
Temuan genom Kota Pompeii para ilmuwan dari berbagai negara sangat krusial, memberi bukti bahwa semenanjung Italia adalah tempat percampuran orang-orang beragam ras saat puncak Kekaisaran Romawi.
Akhir tahun lalu, para peneliti “membuka” mumi paling murni yang pernah ada dengan bantuan CT scan. Profesor Gabriele Scorrano, peneliti utama studi Pompeii, pun mengatakan kepada BBC.
“Studi genetik masa depan bisa mengungkap lebih banyak tentang kota Pompeii, termasuk informasi keanekaragaman hayati di daerah sekitar. Kami memiliki gambaran suatu hari pada 79 M,” ujarnya. [SN/HBS]