Dapatkah Direct Air Capture Atasi Karbon Dioksida? Ini Penjelesannya

REKOMENDASI
ARTIKEL TERKAIT

Telset.id, Jakarta – Peningkatan karbon dioksida (CO2) di atmosfer telah menjadi ancaman signifikan bagi keberlanjutan planet kita. Meskipun langkah-langkah pengurangan emisi telah diterapkan, dampak dari emisi yang telah terjadi terus membayangi upaya global.

Untuk menghadapi tantangan ini, para ilmuwan dan insinyur mengembangkan teknologi Direct Air Capture (DAC), yang menawarkan potensi besar dalam menurunkan kadar CO2 di atmosfer.

Direct Air Capture adalah teknologi yang dirancang untuk menangkap karbon dioksida langsung dari udara. Proses ini melibatkan penggunaan kipas besar untuk menarik udara ke sistem yang dilengkapi filter, baik berbentuk padatan (sorbent) maupun cairan (solvent).

BACA JUGA:

Filter ini memisahkan CO2 dari udara, yang kemudian dapat dilepaskan melalui panas atau listrik untuk digunakan kembali atau disimpan secara permanen.

Teknologi ini dianggap sebagai solusi penting karena dapat membantu mengurangi kelebihan CO2 yang telah terakumulasi di atmosfer selama beberapa dekade. Namun, tantangan utama DAC adalah biaya dan intensitas energi yang tinggi, terutama pada tahap pemisahan CO2 dari filter.

Menurut data National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), emisi karbon global telah meningkat dari 11 miliar ton per tahun pada 1960 menjadi sekitar 40 miliar ton saat ini. Bahkan jika emisi baru berhasil dihentikan, sekitar 950 gigaton CO2 tetap berada di atmosfer, yang mendorong pemanasan global ke tingkat berbahaya.

Para ilmuwan sepakat bahwa konsentrasi CO2 di atmosfer yang aman adalah di bawah 350 ppm. Namun, berdasarkan data terbaru, angka ini telah mencapai 422,38 ppm. Untuk membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat Celsius, dunia perlu menangkap hingga 9 miliar ton CO2 per tahun pada 2050, seperti yang dipublikasikan dalam penelitian oleh Universitas Oxford.

Setelah CO2 berhasil ditangkap melalui teknologi DAC, langkah selanjutnya adalah menentukan cara memanfaatkan atau menyimpannya. Beberapa opsi yang tersedia meliputi:

  1. Penyimpanan Bawah Tanah
    Karbon dioksida dapat diubah menjadi bentuk cair superkritis yang menyerupai cairan encer. Cairan ini kemudian disuntikkan ke dalam formasi batuan berpori, seperti ladang minyak atau tambang batu bara yang sudah tidak aktif. Selain mengurangi CO2 atmosfer, metode ini juga dapat meningkatkan produksi minyak di ladang minyak yang sudah ada.
  2. Penggunaan dalam Produk Industri
    CO2 yang telah ditangkap dapat digunakan kembali untuk membuat bahan bakar sintetis, terutama dalam sektor penerbangan yang sulit dialihkan ke energi listrik. Selain itu, karbon ini juga dapat digunakan untuk bahan konstruksi, produk kimia, dan pertanian, serta memberikan karbonasi pada minuman.

Tantangan dan Masa Depan Direct Air Capture

Meskipun DAC menawarkan solusi inovatif untuk menangani perubahan iklim, teknologi ini masih menghadapi hambatan besar, termasuk tingginya biaya operasional dan kebutuhan energi yang signifikan. Dukungan dari pemerintah dan investasi swasta sangat penting untuk mempercepat adopsi teknologi ini secara luas.

Beberapa negara telah mulai mengambil langkah untuk mendukung teknologi penangkap karbon ini. Dalam COP28, banyak negara sepakat untuk meningkatkan investasi dalam teknologi penangkap karbon, termasuk DAC, sebagai bagian dari upaya global melawan perubahan iklim.

BACA JUGA:

Direct Air Capture bisa dikatakan adalah langkah maju yang penting dalam mengatasi kelebihan karbon dioksida di atmosfer. Meskipun teknologi ini masih dalam tahap awal pengembangan, potensi dampaknya terhadap pengurangan emisi karbon tidak dapat diabaikan.

Dengan kombinasi investasi teknologi, regulasi yang mendukung, dan kesadaran global, DAC dapat menjadi salah satu solusi kunci dalam memerangi perubahan iklim dan menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ARTIKEL TEKINI
HARGA DAN SPESIFIKASI