JAKARTA – Kebutuhan akan layanan Internet kini semakin meningkat, seiring semakin masifnya penggunaan perangkat pintar. Sayangnya, tarif Internet dari para operator seluler dianggap oleh masih mahal oleh sebagian pelanggan. Namun di sisi lain, operator keukeh tarif yang ditawarkan sudah sesuai.
Meski secara umum tarif Internet yang ditawarkan operator dianggap relatif masih mahal oleh pelanggan, namun yang paling banyak menjadi sorotan adalah Telkomsel karena menjalankan skema tarif dalam bentuk zona wilayah. Alhasil, tarif yang dikenakan kepada pengguna berbeda-beda, sesuai zona wilayahnya.
Dalam menggelar layanan Internetnya, Telkomsel membaginya dalam 12 zona. Setiap zona dibagi kategori dari zona A sampai zona F. Dengan pembagian zona ini, pengguna di zona F yang ada di Papua jauh lebih mahal ketimbang pengguna di zona A yang ada di Jawa.
Perbedaan tarif yang cukup jauh inilah yang akhirnya berbuntut pada munculnya petisi di situs change.org. Pembuatan petisi ini intinya berharap agar Telkomsel bisa membagi pentarifan layanan Internetnya secara adil.
Djali Gafur, sang pencetus petisi bertajuk “Internet Untuk Rakyat: Save @Telkomsel, @KemenBUMN, @Kemkominfo” mengatakan bahwa tujuannya membuat petisi karena melihat ketidakadilan, dimana pengguna di wilayah Indonesia Timur harus menerima kenyataan membayar layanan Internet lebih mahal dari pengguna di wilayah lain
Menurutnya, perbedaan ini cukup signifikan antara zona 1 dan zona 12 yang perbedaannya bisa mencapai 100 persen. Dia memberikan contoh, peket data 2GB di zona 1 dipatok Rp 65.000, sementara dengan paket yang sama pengguna di zona 12 harus merogoh kocek hingga Rp 120.000.
“Kami di zona 12 tak punya pilihan lain. Telkomsel seakan sudah menyatu dalam hidup kami. Terlebih karena provider internet yang punya jaringan paling mantaap dan merata hanya Telkomsel. Sehingga Telkomsel jadi semacam jendela kami melihat dan berbicara pada dunia,” demikian peryataannya yang ditulis dalam petisi.
Namun, menurutnya, Telkomsel tidak “membuka jendela” secara penuh kepada mereka. Dia berpendapat ketimpangan ini sungguh tidak adil. Karena pelanggan di wilayah timur Indonesia juga butuh akses internet yang manusiawi, murah lebih baik.
“Lelet dikit engak masalah, biar akses informasi, pendidikan, pariwisata, pemerintahan, industry kreatif dan geliat ekonomi bisa hidup,” imbuhnya.
“Kita tinggal satu atap (Indonesia) kok makan dengan lauk dan menu yang berbeda. Katanya satu bahasa, satu nusa-bangsa, satu tumpah-darah. Tapi kok tarif internet rupa-rupa warnanya?” tambahnya.
Petisi di change.org ini mendapat respon yang cukup banyak netizen. Hingga berita ini diturunkan, sudah ada 10.598 netizen yang menandatangani petisi tersebut dari 15.000 paraf yang dibutuhkan.
Lanjut ke halaman berikutnya