Telset.id, Jakarta – Menkominfo Rudiantara sedikit curhat mengenai keputusan terberat yang pernah ia keluarkan. Ia mengaku, kebijakan soal pembatasan layanan internet dan media sosial saat demo di depan Bawaslu pada Mei 2019 lalu.
Kala itu, ia merasa dilema saat melakukan pembatasan tersebut. Sebab, ia sangat menjunjung tinggi kebebasan berekspresi.
Akan tetapi, di lain sisi, Kominfo juga perlu menjaga keamanan nasional juga mencegah provokasi di media sosial terkait demo di depan Bawalsu.
{Baca juga: Sah! Aturan IMEI Resmi Ditandatangani Tiga Kementerian}
“Waktu pembatasan layanan data. Karena di satu pihak saya menjunjung tinggi kebebasan berekspresi dan kebebasan bermedia. Tapi disatu pihak juga ada kepentingan yang lebih besar yaitu national security dan berat memutuskannya,” kata Rudiantara di rumah dinasnya pada Kamis malam (17/10/2019).
Tetapi apa yang dilakukan oleh Rudiantara mendapat apresiasi yang baik oleh pemerintah Inggris. Bahkan, Rudiantara diundang untuk presentasi di London, tepatnya di acara Global Conference of Media Freedom 2019.
“Tapi alhamdulillah apresiasinya banyak. Bahkan diundang ke Inggris untuk menyampaikan apa yang terjadi pada bulan Mei. Karena di anggap Indonesia dapat balancing kembali antara freedom of expression, freedom of media dengan national security,” ucap Rudiantara.
“Jadi, saya di London itu presentasi mengenai itu. Berat, tapi ya jerih payahnya diapresiasi oleh internasional,” tambahnya.
{Baca juga: Jika Pensiun jadi Menteri, Rudiantara Mau Urus Masjid}
Sebelumnya, demi mencegah provokasi pasca aksi demo 22 Mei yang terjadi sejak Selasa (21/05), pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) batasi akses WhatsApp, Facebook, dan sejumlah media sosial lainnya.
Menurut Menkopolhukam, Wiranto, hal ini dilakukan untuk mencegah konten hoaks dan provokasi terkait aksi demonstrasi di depan Kantor Bawaslu serta beberapa tempat lain di Jakarta.
“Untuk sementara, untuk menghindari berita bohong kepada masyarakat luas akan kita adakan pembatasan akses di media sosial. Fitur tertentu untuk tidak diaktifkan,” ujar Wiranto di Kantor Kemenko Polhukam Jakarta, Rabu (22/05). (NM/FHP)