Momentum peningkatan Fintech (Financial Technology) dimanfaatkan Doku, penyedia solusi pembayaran elektronik lokal pertama di Indonesia, untuk terus memperluas ekosistem pembayaran non tunai. Kali ini, Doku menggandeng marketplace reksa dana Bareksa untuk meluncurkan layanan tabungan reksa dana secara online di aplikasi Doku. Bagaimana kerjasama ini terbentuk, dan apa yang diharapkan dari layanan baru ini? Berikut wawancara Telset.id dengan CEO DOKU, Thong Sennelius.
Bagaimana ide awal terbentuk kerjasama dengan Bareksa?
Kenal dengan Bareksa sudah lama di asosiasi Fintech. Dari situ muncul ide membuat reksa dana online. Akhirnya dibicarakan untuk membuat Cipta Dana Cash secara online, karena Doku dan Bareksa merasa layanan ini cocok dengan tujuan yang kami cari. Kami sangat sedih kalau melihat jumlah orang yang berinvestasi di pasar modal, karena angkanya masih sangat sedikit.
Menurut OJK (Otoritas Jasa Kuangan), saat ini hanya 650.000 total masyarakat yang punya rekening dan sudah berinvestasi di pasar modal, baik yang beli langsung maupun lewat reksa dana. Dari situ, kami berharap layanan reksa dana di aplikasi Doku ini bisa mendorong orang mau berinvestasi, sehingga jumlah investor di pasar modal bisa bertambah.
Jumlah investor reksa dana di Indonesia masih sangat sedikit. Lalu kenapa membuat layanan reksa dana di aplikasi Doku?
Selama ini, Bank Indonesia (BI) membuat aturan uang yang mengendap di aplikasi uang elektronik tidak boleh diberikan bunga. Jadi selama ini uang pengguna Doku dari beberapa bank tidak memperoleh bunga. Uang tersebut benar-benar hanya seperti uang yang ada di dompet kita. Lewat kerja sama dengan Bareksa, pengguna Doku bisa sekaligus menabung di reksa dana pasar uang, dan bisa memperoleh imbal hasil (keuntungan) dari uang mereka yang disimpan di DOKU, tidak lagi nol persen seperti selama ini. Selain itu, tabungan reksa dana di aplikasi Doku cocok untuk pengguna yang ingin mencoba atau belajar berinvestasi karena menawarkan investasi aman dan resiko kecil dengan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan menabung di bank.
Kenapa memilih reksa dana pasar uang?
Untuk saat ini memang kami baru meluncurkan reksa dana pasar uang, karena resikonya paling kecil dibanding produk reksa dana yang lain. Reksa dana pasar uang juga lebih stabil karena dana nasabah ditempatkan di deposito bank dengan bunga khusus dan obligasi jangka pendek.
Kami memang masih pelan-pelan mengenalkan reksa dana. Makanya hanya menawarkan reksa dana pasar uang karena beresiko kecil. Kami berharap orang mengenal dulu apa itu reksa dana dan apa saja keuntungannya. Setelah itu baru kemungkinan Doku akan menambahkan beberapa layanan reksa dana lainnya, seperti reksa dana obligasi dan mungkin reksa dana saham. Tapi itu untuk rencana jangka panjang, tidak sekarang.
Bisa dijelaskan apa keuntungan reksa dana?
Bisa kami katakan keuntungannya jauh lebih besar dibanding menabung dan deposito di bank. Reksa dana di aplikasi Doku menawarkan bunga 8,5% setahun, jauh lebih tinggi dibanding bunga deposito yang hanya 4,5% – 5% setahun. Selain itu, di reksa dana ini tidak kena pajak. Jadi 8,5% uang kita bersih masuk kantong sendiri, sementara deposito yang 4,5% masih dikenakan pajak sekitar 20%. Jadi sangat jauh dibanding kalau ditaruh di reksa dana.
Sementara jika dibandingkan dengan bunga tabungan juga sangat jauh yang menawarkan bunga hanya sekitar 0,7% setahun, belum dipotong biaya administrasi dan inflasi. Sehingga uang yang ditabung malah nilainya berkurang setiap tahunnya. Dengan begitu, seharusnya menaruh uang di reksa dana jauh lebih baik dibanding kita menabung di bank. Melihat keuntungan yang bisa didapat itulah yang menjadi tujuan Bareksa dan Doku untuk lebih mengenalkan reksa dana kepada para pengguna Doku. Agar para pengguna yang menaruh uang di e-wallet Doku mendapat imbal hasil yang lebih menarik.
Segmen dan target market yang ingin dibidik Doku?
Jika melihat dari profil pengguna Doku, sekitar 60% adalah laki-laki dan berusia 18-35 tahun, yang berarti usia produktif sehingga lebih mengerti tentang produk seperti ini (reksa dana). Dan juga mengerti tentang teknologi karena sering pakai aplikasi dan rajin top-up untuk membeli sesuatu dari e-money.
Jadi kalau edukasinya jelas, semestinya mereka bisa melihat manfaat layanan reksa dana ini, karena imbal hasilnya lebih menarik. Kegiatan menabungnya ada, resiko sekecil mungkin, dan kegunaan yang ditawarkan semakin bertambah dengan adanya fitur baru reksa dana ini.
Apa yang akan dilakukan Doku untuk dapat memberikan edukasi reksa dana online di masyarakat?
OJK memang sudah lama ingin mengedukasi masyarakat untuk mau ikut menabung di pasar modal. Tapi memang tantangannya, di Indonesia masyarakatnya masih belum terlalu mengenal kegiatan berinvestasi di pasar modal. Oleh sebab itu, upaya berbagai pihak ini diharapkan dapat mengedukasi masyarakat bahwa kegiatan berinvestasi di pasar modal juga sama seperti menabung di bank, dan bahkan lebih menguntungkan. Kegiatan edukasi terus dilakukan OJK, Bareksa, dan juga sekarang Doku kepada masyarakat untuk mau berinvestasi.
Tapi memang tantangannya sangat berat, karena untuk mengedukasi masyarakat untuk menggunakan e-wallet saja sudah cukup menantang, apalagi sekarang mencari tantangan baru lagi mengedukasi masyarakat untuk mau berinvestasi di reksa dana yang juga masih sangat tidak dikenal masyarakat.
Tapi kita akan memulainya dari pengguna Doku, karena mereka sudah mengerti cara pakai e-wallet. Makanya kita akan menggugah mereka bahwa kalau ada uang yang masih menganggur di e-wallet mereka bisa disisihkan untuk membeli reksa dana yang cuma Rp 100 ribu. Doku dan Bareksa juga melakukan edukasi ke sekolah-sekolah untuk mengenakan reksa dana di aplikasi Doku.
Bagaimana cara untuk ikut reksa dana di aplikasi Doku?
Caranya sangat mudah. Para pengguna harus mengisi beberapa form seperti membeli reksa dana biasa. Pengguna mengklik menu investasi di aplikasi Doku, setelah itu pengguna bisa membuka akun baru atau login jika sudah memiliki akun Bareksa. Untuk akun baru, pengguna hanya perlu melengkapi data yang sudah ada di aplikasi Doku. Dari kuisener itu nantinya dapat disimpulkan seorang pengguna masuk kategori beresiko tinggi atau rendah. Dari kuisener itu nanti akan disarakankan pengguna cocok untuk investasi dengan resiko ringan. Setelah itu, bisa signup lewat smartphone dan akan ada konfirmasi kemudian tanda tangan elektronik via smartphone.
Bagaimana proses pencairannya?
Proses pencairannya sama seperti di reksa dana. Instruksi pencairan sebelum jam 1 siang mengikuti harga net asset value (NAV) hari itu, tapi kalau pencairan sesudah jam 1 siang mengikuti harga NAV esok harinya, karena harus mengikuti harga tutup hari itu. Jadi misalnya, pengguna ingin membeli Rp 500.000 reksa dana jam 10 pagi, maka nanti akan dihitung di akhir hari, yakni Rp 500.000 dibagi harga NAV untuk menentukan saham yang didapat. Harga NAV sendiri naik terus setiap harinya. Tapi jika belinya di atas jam 1 siang, maka penentuan harga akan didapat pada hari berikutnya. Hal yang sama juga saat pengguna ingin menjual.
Bagaimana Anda melihat potensi tabungan reksa dana di Indonesia?
Saat ini, penetrasi reksa dana di Indonesia masih rendah. Jumlah investor reksa dana di Indonesia juga masih sangat sedikit. Tahun 2015 lalu diperkirakan baru sekitar 250.000 orang yang memiliki rekening reksa dana. Artinya, cuma sekitar 0,1% dari total populasi di Indonesia. Jika dibandingkan AS yang telah mencapai 28%, Malaysia 18%, dan bahkan Singapura yang sudah 30%, jumlahnya masih terpaut jauh di bawah.
Tapi bagi kami hal itu justru menawarkan peluang pertumbuhan yang sangat besar. Kami melihat penetrasi Internet di Indonesia yang telah mencapai 100 juta orang dan pertumbuhan akses pembayaran tanpa uang tunai yang diperkirakan akan menciptakan belanja konsumen hingga USD10 triliun dalam sepuluh tahun mendatang, kami bersama Bareksa melihat ada peluang yang sangat besar di depan.
Bisa dijelaskan bagaimana pengaruh perkembangan teknologi Internet di Indonesia terhadap Fintech? Potensinya seberapa besar?
Kalau dari sisi e-commerce prospeknya masih sangat positif, baik untuk merchant-merchant besar maupun orang-orang yang masih jualan lewat social media, seperti Facebook dan Instagram. Penjualannya masih dasyat banget angkanya. Sementara di dunia Fintech juga masih berprospek positif banget, karena orang Indonesia yang tersentuh layanan keuangan masih sangat sedikit. Yang punya kartu kredit masih sangat sedikit. Jumlah kartu kredit saat ini hanya sekitar 15 juta keping. Jika diasumsikan setiap orang punya dua kartu kredit, berarti hanya ada 7,5 juta orang yang punya kartu kredit di Indonesia.
Begitu juga jumlah rekening bank masih sangat sedikit, yakni sekitar 100 juta atau sekitar 36% dari jumlah populasi di Indonesia. Itupun kalau diasumsikan setiap orang punya dua rekening bank, itu berarti cuma ada 50 juta orang punya rekening bank. Masalahnya saat ini rekening bank tidak bisa untuk dipakai transaksi online, karena sampai sekarang BI masih belum mengizinkan. Jadi 50 juta itu cuma rekening untuk menerima dan mengirim uang saja, sehingga tidak terlalu banyak kegunaannya.
Sedangkan orang yang berinvestasi di pasar modal dan pengguna asuransi di Indonesia jumlahnya masih sangat kecil. Padahal sekarang semua orang telah dipaksa untuk ikut asuransi BPJS, tapi tetap saja jumlah pengguna asuransi di Indonesia masih sangat kecil. Jadi kalau melihat itu semua, dapat disimpulkan Fintech di Indonesia prospeknya masih sangat bagus untuk berkembang. [HBS]