Telset.id – Jaringan telekomunikasi menjadi penting dalam sendi kehidupan. Pasalnya jaringan Internet yang berkualitas berdampak pada peningkatan aspek-aspek kehidupan seperti ekonomi, pendidikan dan sosial budaya.
Indonesia sebagai negara kepulauan pun membutuhkan jaringan telekomunikasi yang prima. Masyarakat Indonesia perlu saling terhubung supaya informasi bisa dikirim dan diterima dengan cepat.
Pembangunan jaringan di Indonesia tidaklah mudah. Masyarakat Indonesia tersebar di 17.504 pulau dengan kondisi geografis yang beragam. Ada yang tinggal di pedesaan, perkotaan, di pesisir pantai, ataupun di daerah pegunungan dengan kondisi medan yang sulit.
Dengan kondisi geografis yang tergolong sulit itu, pada akhirnya menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah Indonesia untuk menggelar jaringan telekomunikasi secara merata, hingga ke pelosok wilayah. Meski sulit, namun masih ada harapan untuk menghubungkan seluruh wilayah Indonesia.
Sejak tahun 2016, pemerintah Indonesia menggagas ide untuk membangun proyek pembangunan jaringan serat optik nasional yang bernama Proyek Palapa Ring. Proyek yang terinspirasi dari nama “Sumpah Palapa” yang diucapkan oleh Patih Gajah Mada ini bertujuan untuk meningkatkan sistem telekomunikasi di Indonesia supaya seluruh masyarakat bisa saling terhubung.
{Baca juga: Jangkau Area Terluar, XL akan Gunakan Palapa Ring}
Proyek ini terbagi dalam 3 paket, yakni Palapa Ring Paket Barat, Palapa Ring Paket Tengah dan Palapa Ring Paket Timur. Baru-baru ini Menteri Telekomunikasi dan Informatika (Menkominfo), Rudiantara menjelaskan bahwa sebentar lagi masyarakat Indonesia akan segera menikmati paket tersebut. Karena hampir semua paket telah rampung pengerjaannya, dan pembangunan Palapa Ring Timur sudah mencapai 94%.
“Jadwalnya (selesai) perkiraan bulan Mei atau Juni. Sekarang Palapa Ring Paket Timur masih 94%,” jelas Rudiantara, saat ditemui di Kantor Kominfo, Jakarta, Rabu (20/03/2019).
Sejarah Palapa Ring
Walaupun mulai dibangun pada tahun 2016, wacana pembangunan proyek ini sebenarnya sudah ada sejak lama. Menurut mantan Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Heru Sutadi yang ditemui Tim Telset.id, wacana pembangunan Palapa Ring sudah ada sejak tahun 2006.
Ketika dirinya masih menjabat sebagai komisioner BRTI, waktu itu proyek Palapa Ring masih disebut dengan nama Palapa Ring on Ring atau Palapa O2 Ring.
“Di tahun 2006, kita melihat bahwa pembangunan serat optik diperlukan untuk pemerataan jaringan karena dahulu kebanyakan trafik ini di Jakarta, sehingga digagaslah proyek Palapa O2 Ring,” kata Heru, membuka obrolan di rumahnya di kawasan Ciganjur.
{Baca juga: Palapa Ring Paket Timur Hampir Rampung, Ini Pesan Menkominfo}
Heru mengingat kembali kala wacana tersebut masih menjadi diskusi di kalangan pemerintah serta pegiat telekomunikasi Indonesia. Ia menyebut beberapa nama yang disebutnya sebagai pencetus ide dibuatnya proyek Palapa Ring.
Seperti Arnold Ph. Djiwatampu, Presiden Direktur PT Tiara Titian Telekomunikasi, Sumitro Rustam dari Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), serta Anang Latief yang saat ini menjabat sebagai Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI).
Kala itu mereka merasa resah terkait kecepatan Internet di Indonesia yang masih lambat, serta konsep National Backbone atau punggung jaringan yang menghubungkan kota dan kabupaten di Tanah Air.
“Kita punya target bagaimana desa terhubung dengan Internet. Jadi kita mulai dari national backbone di kabupaten kota yang ada dalam proyek Palapa Ring,” ujar Heru.
Selain itu, proyek Palapa Ring juga harus melibatkan pihak operator. Tujuannya agar tidak ada tumpang tindih jaringan yang membuat pembangunan sia-sia.
“Jadi secara sukarela kita bersama-sama mengatasi persoalan backbone nasional. Jadi saat itu kita berpendapat operator harus ikut dilibatkan ketika mendesain Palapa Ring. Biar jangan sampai dibangun jaringan yang sudah ada, jadinya malah tumpang tindih,” jelasnya.
{Baca juga: Uji Palapa Ring, Rudiantara Video Call dengan Nelayan Natuna}
Tantangan lain yang dihadapi saat itu adalah, membangun jaringan Palapa Ring membutuhkan biaya yang sangat besar, hingga menyentuh angka triliunan rupiah. Heru mengenang, pemerintah saat itu menawarkan skema konsorsium kepada operator.
Namun pihak operator tidak serta merta menerima skema tersebut, karena masih mempertanyakan keuntungan apa yang mereka dapat ketika turut mengerahkan tenaga untuk pembangunan. Jumlah peserta konsorsium yang awalnya 10 operator pun terus menyusut hingga sampai akhirnya konsorsium dibatalkan.
“Perjalanan pembangunan masih alot karena harus ada insentif yang diberikan kepada operator. Mereka mempertanyakan kalau operator yang membangun, insentifnya apa?” ungkap pria yang hobi main sepakbola itu.
Sebenarnya pemerintah Indonesia memiliki dana untuk pembangunan di bidang telekomunikasi dari dana Universal Service Obligation (USO). Dana tersebut diambil dari 1,25% pendapatan kotor semua operator selama setahun yang masuk ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Waktu itu sebenarnya ada dana awal Rp 1 triliun dari dana USO yang diambil dari 1,25% pendapatan kotor operator, tapi memang kalau sudah masuk APBN agak susah dipakainya,” ujar Heru menjelaskan.
Operator pun akhirnya melakukan pembangunan jaringan sendiri-sendiri. Menurut Heru, PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) pada tahun 2012, secara mandiri melakukan pembangunan jaringan fiber optik bagian timur yang dikenal dengan nama Sulawesi Maluku Papua Cable System (SMPCS)
“Karena pada saat itu Telkom butuh, dan mereka pun membangun jaringan di timur,” sebut pria yang kini menjabat sebagai Direktur Eksekutif ICT Intitute.
Sempat Terhenti
Proyek Palapa Ring Paket Barat resmi diluncurkan Menkominfo, Rudiantara pada 15 Juni 2016 di Batam, Kepulauan Riau. Proyek itu akan menjangkau wilayah Provinsi Riau dan Kepulauan Riau dengan dukung jaringan kabel serat optik sepanjang 1.980 km.
Ada jedah 10 tahun sebelum akhirnya proyek tersebut resmi diluncurkan. Heru menjelaskan bahwa pendanaan menjadi penyebab mengapa proyek tersebut mandeg.
Kala itu belum ada solusi terkait skema pendanaan dari pembangunan proyek pemersatu bangsa ini. “Tidak ada solusi atau titik tengah dari pendanaan. Konsorsium tidak jalan karena belum jelas kira-kira operator dapat apa dari proyek tersebut,” imbuhnya.
{Baca juga: Dengan Palapa Ring, Smartfren akan Ekspansi ke Natuna}
Cerita Heru tadi diamini oleh Anang Latif, yang kini menjabat sebagai Direktur Utama Bakti. Sama seperti Heru, Anang pun menilai jika kendala pembangunan awal Palapa Ring terkait perbedaan pandangan antara pemerintah dan pihak swasta, dalam hal ini operator seluler.
“Pada saat itu pemerintah menginginkan sepenuhnya dibiayai swasta. Namun pihak swasta mencoba menghitung ulang apakah layak atau tidak. Perbedaan pendapat itu cukup alot dibahas, dan memakan waktu yang panjang. Pada akhirnya konsorsium bubar,” kenang Anang.
Skema Baru
Pada tahun 2014 terjadi pergantian di struktur di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Seiring dengan dilantiknya Kabinet Kerja Presiden Jokowi-Jusuf Kalla, tampuk kepemimpinan Kominfo pun resmi diemban oleh Rudiantara.
Di awal masa jabatannya, Rudiantara berusaha untuk menyusun kembali strategi proyek pembangunan Palapa Ring. Setelah disimpulkan bahwa skema pendanaan menjadi masalah utama, Rudiantara pun mencanangkan skema pendanaan Public Private Partnership (PPP), atau skema Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
“Baru di tahun 2015 ketemu struktur yang pas, karena Rudiantara mengenalkan struktur PPP, yaitu kerjasama antara pemerintah dan badan usaha,” tutur pria kelahiran Bandung ini.
Selama tahun 2015, pihak Kominfo, dalam hal ini PT Bakti, melakukan capacity building untuk mempelajari skema PKBU ini. Mereka banyak belajar dari pengalaman yang dijalankan Perusahaan Listrik Negara (PLN). Kemudian secara perlahan melakukan tender untuk mencari pihak swasta mana yang mampu melakukan pembangunan proyek Palapa Ring.
{Baca juga: Palapa Ring akan Samakan Skema Tarif Internet di Indonesia}
Menurut Anang, konsep PKBU dalam proyek pembangunan Palapa Ring sangat bagus. Pasalnya proyek ini memerlukan persetujuan dari banyak pihak seperti Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), serta dua perusahaan BUMN yakni PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII) dan PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) yang mendorong skema PKBU ini.
“Proses dengan skema PKBU ini banyak melalui instansi lain untuk mengawasi, sehingga proses governance lebih transparan,” ujar lulusan Teknik Telekomunikasi di Institut Teknologi Bandung itu.
Selain itu, proyek Palapa Ring juga mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Pasalnya, Palapa Ring menjadi salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2015.
“Jadi ketika berstatus PSN maka perizinan jadi lebih cepat, karena banyak proses birokrasi yang dipangkas, sehingga tidak berbelit-belit memakan waktu yang lama lagi,” kata Anang menjelaskan.
Menghindari Resiko
Anang Latif menjelaskan bahwa sumber pendanaan dalam pembangunan Palapa Ring sepenuhnya dari pihak swasta. Mereka yang memenangkan tander harus membawa sejumlah dana, mengundang investor untuk membiayai proyek jaringan fiber optik tersebut. Konsep ini terbilang efektif karena bisa menghindari risiko jika ada kegagalan dalam pembangunan proyek tersebut.
“Tidak ada uang pemerintah yang keluar selama proyek ini, jadi risiko kegagalan selama masa konstruksi bisa dihindari,” ujar ayah tiga putri dan satu putra ini.
Walaupun begitu, pemerintah akan mengembalikan biaya investasi kepada pihak swasta yang membangun Palapa Ring, dengan menggunakan dana USO selama 15 tahun pertama. Untuk itu pemerintah nantinya akan berhak mengatur siapa saja yang memakai jaringan tersebut.
“Diibaratkan apartemen, karena kamar-kamarnya milik pemerintah sehingga pemerintah berhak menentukan siapa pihak yang memakai kamar tersebut,” jelasnya memberikan ilustrasi.
{Baca juga: Unik, Begini Cara Rudiantara Uji Coba Palapa Ring Paket Tengah}
Perlu diketahui bahwa proyek pembangunana Palapa Ring dilaksanakan oleh beberapa pihak swasta. Paket barat dilaksanakan oleh PT Palapa Ring Barat yang merupakan bentukan dari konsorsium antara PT. Mora Telematika Indonesia (Moratelindo) dan PT Ketrosden Triasmitra yang memenangkan tender.
Sedangkan untuk paket tengah proyek ini dimenangkan oleh Konsorsium Pandawa Lima yakni PT LEN, PT Teknologi Riset Global Investama, PT Sufia Technologies, PT Bina Nusantara Perkasa, dan PT Multi Kontrol Nusantara.
Paket timur dilakukan oleh konsorsium antara PT. Mora Telematika Indonesia (Moratelindo), PT Inti Bangun Sejahtera (IBS) dan PT Smart Telecom Tbk. Biaya proyeknya pun berbeda-beda, palapa ring paket barat memiliki biaya Rp 1,2 triliun, paket tengah Rp 1,38 triliun dan paket timur Rp 5,13 triliun.
“Jadi total proyek ini hampir 8 triliun dan sepenuhnya dari swasta,” ujar lulusan Master of Science in Operational Telecommunications di Convetry University itu.
Pemerataan Layanan Internet
Palapa Ring merupakan proyek infrastruktur telekomunikasi berupa pembangunan serat optik di seluruh Indonesia sepanjang 36.000 kilometer. Proyek ini terdiri atas tujuh lingkar kecil serat optik (untuk wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara, Papua, Sulawesi, dan Maluku) dan satu backhaul untuk menghubungkan semuanya.
Menurut Anang, jaringan serat optik dalam Palapa Ring dapat menjangkau puluhan kota baru di Indonesia yang selama ini belum dijamah oleh jaringan operator lain.
Jika dikategorikan berdasarkan paket Palapa Ring, akan ada 10 kota/kabupaten baru di Paket Barat, 27 kota/kabupaten baru di Paket Tengah serta hampir 53 kota/kabupaten baru di Paket Timur yang terhubung dengan jaringan tersebut.
“Jadi total ada 90 kota/kabupaten baru yang akan terhubung dengan Palapa Ring,” tutur pria yang pernah menjabat sebagai Ketua Tim Taskforce Implementasi Digital TV antara Indonesia, Malaysia, dan Singapura itu.
Anang mengungkapkan, bahwa proyek ini memiliki dampak yang bagus bagi kehidupan masyarakat. Misalnya melalui Palapa Ring, layanan kesehatan khususnya di daerah kawasan 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar) bisa mendapatkan akses informasi yang cepat.
Selain itu, diharapkan Palapa Ring ini bisa mendorong ekonomi digital di Indonesia. “Yang penting adalah dampak perekonomian. Jadi nanti mereka dikenalkan ekonomi digital dan itu bisa dirasakan semua karena Palapa Ring telah hadir di ibukota/provinsi tersebut,” katanya.
{Baca juga: Tuntas 100%, Palapa Ring Paket Tengah Siap Uji Coba Operasi}
Dampak lainnya adalah soal kecepatan internet. Selama ini ada perbedaan kecepatan antara pengguna di Jakarta dengan di Provinsi Papua. Menurut Anang, di Jakarta kecepatan internet bisa diatas 8 Mbps, namun kecepata Internet di Papua hanya sekitar 400 kilobyte per second (kbps).
Padahal masih sama-sama bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, tapi tidak ada pemerataan akses telekomunikasi. “Ini terjadi ketidakadilan, karena speed yang didapat jauh lebih rendah,” tandasnya.
Harapan pada Palapa Ring
Pembangunan Proyek Palapa Ring telah mendekati akhir. Saat ini hanya tinggal merampungkan Palapa Ring Timur syang belum selesai, sehingga diharapkan akan rampung pada pertengahan tahun 2019 ini. “Harapannya di Juni atau Juli, Paket Timur sudah beroperasi,” kata Anang.
Jaringan Palapa Ring bisa digunakan oleh pihak operator untuk melakukan penetrasi jaringan. Selama ini pihak operator enggan membangun jaringan di kawasan timur dan terpencil karena belum ada jaringan penghubung antara ibukota kabupaten dengan kabupaten lain.
Anang pun menganalogikan Palapa Ring seperti jalan bebas hambatan atau Jalan Tol. Palapa Ring memberikan akses penghubung sehingga pihak operator tinggal membangun jaringan ke daerah permukiman atau kawasan bisnis.
“Proyek palapa Ring kita bangunkan jalan tolnya hingga ibukota kabupaten tinggal dari pintu tol ke rumah-rumah atau lokasi-lokasi bisnis itu mereka,” tambah pria yang pernah 20 tahun berkarir di Kementerian Kominfo itu.
{Baca juga: Palapa Ring Diproyeksikan Rampung September 2018}
Anang pun memiliki harapan terhadap proyek Palapa Ring yang kini tengah digeber penyelesaiannya oleh pemerintah. Ia berharap, semoga dengan adanya Palapa Ring, nantinya terjadi pemerataan layanan internet di seluruh wilayah Indonesia.
“Inti dari proyek ini adalah pemerataan. Jadi saudara-saudara kita akan merasakan kesamaan layanan yang kita rasakan di Jakarta atau pulau Jawa dengan yang ada di luar Jawa, seperti di Papua. Harapannya nanti kelak akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi setempat,” tegas Anang.
Sedangkan Heru Sutadi berharap jika nantinya Palapa Ring bisa membuat tarif layanan internet menjadi satu harga di seluruh Indonesia. “Sekarang okelah terjadi perbedaan harga di barat dan timur, tapi kalau bisa nanti internet satu harga bisa terlaksana,” tutup Heru. [NM/HBS]