Telset.id, Jakarta – Modus memalsukan sertifikat SDPPI yang dilakukan para distributor untuk memasarkan ponsel black market (BM) bukanlah berita baru. Kasus pemalsuan sertifikat ini sudah sering dilakukan sejak dulu, dan hingga kini pun masih marak terjadi. Lantas, bagaimana tanggapan Kominfo soal peredaran ponsel BM dengan sertifikat palsu?
Menurut Kasubdit Monitoring Penertiban (Montip) Perangkat Pos dan Informatika (PPI) Kementerian Kominfo, Irawati, bahwa kasus pemalsuan sertifikat SDPPI merupakan kasus lama.
Dia mengaku cukup kaget modus pemalsuan sertifikat ini kembali terjadi, karena ia mengklaim saat ini kasus pemalsuan sertifikat SDPPI sudah jarang terjadi.
“Saya ingat zaman dulu banyak yang memalsukan sertifikat, tapi sekarang sudah jarang terjadi. Makanya kenapa sekarang muncul lagi,” kata Irawati kepada Telset.id di Kantor Dirjen SDPPI di Gedung Sapta Pesona, Jakarta Kamis (15/11/2018).
Menurutnya, saat ini kasus yang sering mereka temukan adalah ponsel yang tidak memiliki sertifikat. Tapi kalau nyatanya ditemukan ada pemalsuan sertifikat, ia meyakini ada oknum-oknum yang coba menggunakan modus lama ini lagi.
“Selama ini yang kita sering jumpai adalah ponsel yang tidak bersertifikat, tapi kalau pemalsuan sertifikat sih sebenarnya sudah jarang,” ucap Irawati.
Hal senada juga dikatakan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Subdit Montip PPI, Sigit Yudha. Menurutnya, kasus pemalsuan sertifikat SDPPI terakhir terjadi sekitar tahun 2016 di Makassar.
Ketika itu, menurut Sigit, tim dari Kominfo melakukan penertiban di pasar atau toko-toko fisik dan menemukan terdapat tiga merek ponsel yang sertifikatnya dipalsukan.
“Sekitar tahun 2016-2017. Waktu itu ada tiga merek, yakni Xiaomi, Apple dan satu lagi ponsel dari China saya agak lupa namanya,” terang Sigit.
Kasus tersebut berujung pada tindak pidana oleh pihak pedagang. Menurut Yudha, para pedagang tersebut melanggar Pasal 32 Undang-undang Nomor 36 Tentang Telekomunikasi dan hakim sudah memberikan vonis kepada para pedagang yang terbukti bersalah.
“Kita proses hingga pengadilan dan sudah ada putusan pengadilannya,” ucap Sigit.
Hal yang berbeda dilakukan Kominfo kepada pihak vendor dan pihak importir. Sigit mengatakan bahwa mereka memberikan surat pemberitahuan atas temuan Kominfo tersebut dan meminta mereka untuk tidak mendistribusikan kepada pedagang.
“Kita berikan surat pemberitahuan kepada importirnya, bahwa ponsel yang ketahuan memakai sertifikat palsu itu belum boleh diperdagangkan,” imbuhnya.
Tidak Takut
Irawati juga membantah Kominfo selaku regulator seperti kalah atau takut berhadapan dengan para pelaku distributor nakal yang memasarkan ponsel BM. Namun ia akui untuk mengatasi ponsel BM tidak bisa sendirian, tapi harus ada kerjasama dengan pihak produsen ponsel.
“Kita dengan sumber daya yang ada berusaha maksimal dan kita tetap perlu ada kerja sama dengan pihak industri,” ujar Irawati.
Selain bekerja sama dengan produsen ponsel, Kominfo juga berharap konsumen untuk sadar akan bahaya membeli ponsel BM. “Masyarakat juga harus disadarkan untuk tidak membeli ponsel BM,” tandasnya.
Dirinya juga membantah jika hanya menunggu laporan tanpa melakukan pengawasan rutin. Menurutnya Kominfo sudah memiliki unit pelaksana tugas di berbagai daerah yang juga melakukan pengawasan supaya tidak kalah melawan peredaran ponsel BM.
“Tanpa disuruh atau tanpa ada pengaduan, tim kita (Kominfo) turun ke lapangan. Kita tetap lakukan (pengawasan) secara sampling (acak), walaupun gak bisa setiap hari. Itu dilakukan di seluruh Indonesia,” klaimnya.
Ia mengungkapkan pengawasan dilakukan di toko-toko online maupun pasar offline atau fisik. Kominfo juga meminta e-commerce untuk bekerja sama membantu melawan peredaran ponsel BM.
“Kalau di online kita kerjasama dengan e-commerce, tapi terus terang mereka belum 100 persen mau terbuka dengan kita, tapi kita akan coba terus,” ujar Irawati.
Ia menambahkan, pihaknya juga mengirimkan surat pemberitahuan kepada pelapak dan e-commerce ketika Kominfo melihat ada ponsel yang terindikasi memiliki sertifikat palsu atau bahkan tidak memiliki sertifikat sama sekali. Biasanya setelah itu mereka akan menurunkan produk tersebut dari lapak penjualan.
“Kalau ditemukan kita akan tegur melalui e-commerce pusat. Kemudian kita minta ke pihak e-commerce data pelapaknya untuk dikirim surat peringatan. Umumnya langsung di-drop,” tutur Irawati.
Sementara itu, Sigi menambahkan, bahwa pihaknya lebih banyak melakukan penindakan di pasar offline. Ia menyebut penindakan yang dilakukannya cukup beresiko, karena harus mempertaruhkan keselamatannya.
Pasalnya, sering muncul oknum-oknum yang berusaha menghalangi mereka. Dan tak jarang, setelah selesai melakukan penindakan, Sigit dan timnya menerima beberapa pesan berisi ancaman.
“Ada kawan-kawan kita yang sering mendapat ancaman. Itu tantangan dan resiko kita di lapangan,” ucap Sigit.
Ponsel BM Masih Banyak
Meski menyatakan sudah melakukan upaya penindakan, namun nyatanya di lapangan masih banyak beredar ponsel BM di pasaran. Bahkan beberapa di antaranya terbukti menggunakan sertifikat palsu. Kasus seperti ini masih terus berulang hingga saat ini, dan sayangnya importir atau distributor nakal masih melenggang bebas.
Hal itu dibuktikan dari hasil investigasi tim Telset.id, yang menemukan sejumlah merek ponsel yang dijual para importir atau distributor tidak resmi di Indonesia menggunakan sertifikat palsu. Banyak sekali ponsel dari berbagai merek yang sebenarnya tidak resmi masuk ke Indonesia, tapi bisa dengan mudah kita dapatkan ponsel BM di toko fisik dan online shop. Anehnya, semua ponsel BM itu “bersertifikat”.
Salah satu merek ponsel yang dari dulu terkenal banyak ponsel BM-nya adalah Xiaomi. Menurut hasil pengamatan kami, para distributor nakal ini sangat senang memasukkan ponsel BM merek Xiaomi karena memang peminatnya banyak di Indonesia. Tak heran, ponsel BM merek Xiaomi selalu membanjiri lapak gelap, karena para distributor nakal bisa meraup untung besar.
Apakah cuma Xiaomi? Tentu saja tidak. Karena hampir semua merek ponsel ada “versi BM-nya”. Mulai dari Samsung, iPhone, Huawei, Asus, LG, Sony, dan masih banyak lagi. Bahkan, iPhone menjadi merek kedua terbanyak setelah Xiaomi yang ada di pasar gelap.
Dari hasil investigasi di lapangan, kami menemukan salah satu ponsel yang terindikasi ponsel BM, yakni Xiaomi 6X dan Xiaomi Mi A2. Keduanya sejatinya adalah satu produk yang sama tapi dipasarkan dengan nama yang berbeda, tergantung wilayah pemasarannya.
Khusus untuk Xiaomi 6X ini menarik, karena sejatinya tidak dipasarkan secara resmi di Indonesia, tapi bisa dengan mudah ditemukan di sentra-sentra ponsel di Jakarta, maupun di toko-toko online. Ponsel Xiaomi 6X yang kami beli, ditawarkan dengan garansi distributor “B-Cell”. Saat memutuskan untuk membelinya, kami tertarik dengan stiker sertifikat SDPPI yang tertera di kardusnya, karena terindikasi bodong alias palsu.
Indikasi sertifikat palsu karena kami melihat sertifikat SDPPI yang tertulis di kardusnya diterbitkan tahun 2014. Sementara Xiaomi 6X sendiri baru dirilis tahun 2018. Untuk membuktikannya, kami coba mengecek nomor sertifikat tersebut di website Ditjen SDPPI (https://sertifikasi.postel.go.id), untuk mengetahui apakah sertifikat itu resmi terdaftar atau tidak.
Dan ternyata kecurigaan kami benar, karena di situs Ditjen SDPPI tertulis bahwa sertifikat dengan nomor 35664 yang digunakan Xiaomi 6X itu ternyata atas nama LINKSYS PTE.LTD, bukan Xiaomi. Jenis perangkat yang terdaftar pun berbeda, yakni Wireless N300 Access Point with PoE dengan merk & model Linksys & LAPN300. Sertifikat ini pun sudah kadaluarsa, karena hanya berlaku hingga 23 Juli 2017.
Berdasarkan hasil penelurusan tersebut, maka kami menduga sertifikat yang “dipakai” Xiaomi 6X adalah palsu, karena bukan dikeluarkan untuk perangkat Xiaomi 6X. Dari sisi masa berlakunya pun sudah habis. Jadi dapat disimpulkan, distrubutor Xiaomi 6X ini sudah memalsukan sertifikat SDPPI.
Selain Xiaomi 6X, kami juga menemukan modus yang sama digunakan untuk smartphone Xiaomi Mi A2. Perangkat yang juga baru dirilis tahun 2018 ini kami temukan menggunakan label sertifikat SDPPI yang diterbitkan tahun 2014. Jika mengacu sertifikat yang dikeluarkan Ditjen SDPPI, maka sertifikat tersebut sebenarnya diberikan untuk ponsel Xiaomi Mi 3W.
Di sertifikat SDPPI dengan nomor 35663, yang diajukan oleh PT Global Mobile Technologie, dengan jelas ditulis sertifikat itu untuk perangkat Xiaomi dengan model/type Mi 3W, bukan Xiaomi Mi A2. Sertifikat itu diterbitkan tanggal 23 Juli 2014, dan masa berlaku sertifikat hanya sampai tanggal 23 Juli 2017. Jika melihat tanggalnya, sertifikat ini pun sudah kadaluarsa.
Untuk memastikannya, tim Telset.id telah menanyakan status sertifikat yang tidak sesuai tersebut kepada pihak Kominfo. Menurut Kepala Seksi Data dan Informasi Perangkat Pos, Telekomunikasi, dan Informatika, Kementerian Kominfo, Budhi Setyanto, bahwa setelah dicek, sertifikat yang digunakan itu memang palsu.
Dia menjelaskan bahwa indikasi sertifikat palsu itu dapat dilihat dari type perangkat yang tertulis di sertifikat berbeda, yakni type Mi 3W, bukan Mi A2. Selain itu, waktu berlakunya sudah kadaluarsa. Jadi, ia menduga PT Global Mobile Technologie telah menyalahgunakan sertifikat.
“Kami sudah cek dan dapat dipastikan sertifikatnya palsu karena sudah kadaluwarsa dan type-nya juga berbeda, maka ini penyalahgunaan sertifikat,” kata Budhi Setyanto kepada Telset.id via WhatsApp Messenger, Jumat (12/10/2018).
Budhi menjelaskan, bahwa sertifikat dikeluarkan hanya untuk satu type perangkat. Jadi sertifikat yang dikeluarkan tidak bisa digunakan untuk type lain, meski mereknya sama. Misalnya sertifikat untuk type Xiaomi Mi 3W tidak bisa digunakan untuk type Xiaomi Mi A2.
Sertifikat yang dikeluarkan berlaku selama 3 tahun, dan pihak distributor bisa melakukan resertifikasi kalau masa berlakunya habis. Jadi kalau dikeluarkan 2014, berarti harus di resertifikasi di tahun 2017. Tapi tetap harus dengan type yang sama.
Hanya Menunggu Pengaduan
Masalah ponsel BM dengan pemalsuan sertifikat ini seperti benang kusut yang susah diatasi oleh pihak Kominfo selaku regulator. Salah satu penyebab yang menurut tim Telset.id lihat adalah karena Kominfo seperti kurang tegas, atau bisa juga dibilang “kurang niat” untuk menindak para pelakunya.
Kominfo lebih banyak hanya menunggu laporan atau aduan dari masyarakat soal kasus pemalsuan sertifikat atau penjualan ponsel BM. Jika tidak ada laporan yang masuk dari masyarakat, maka Kominfo seperti menganggapnya tidak ada masalah di lapangan.
Contohnya seperti temuan tim Telset.id hanya direspon dengan diminta “membuat laporan” dengan menunjuk toko ponsel yang menjual ponsel BM dengan sertifikat palsu. Padahal jika niat, pihak Kominfo bisa turun ke lapangan untuk langsung melakukan penindakan dengan menggelar razia ke toko-toko di sejumlah sentra penjualan ponsel.
Karena dari pengamatan tim Telset.id, hampir semua toko ponsel menjual ponsel BM. Secara kasat matapun, kita akan bisa melihat sangat banyak ponsel BM yang dipajang di lapak-lapak toko ponsel fisik, maupun yang dijual secara online.
Tapi semua itu tergantung niat, apakah memang Kominfo mau melakukan penindakan, atau hanya menunggu laporan dari masyarakat. [NM/HBS]
Baca juga artikel terkait Sengkarut Ponsel BM: Modus Baru Masalah Lama, dan Seribu Akal Distributor Nakal di Lapak Ponsel BM