JAKARTA – Beralihnya tampuk kepemimpinan di XL Axiata dari Hasnul Suhaimi kepada Dian Siswarini memunculkan sebuah tanda tanya besar. Mampukah nakhoda baru XL ini meneruskan kesuksesan yang telah dicapai XL selama ini? Apa jawaban bos baru XL dalam menjawab keraguan tersebut?
Tak bisa dipungkiri selama 9 tahun memimpin XL, Hasnul telah menorehkan tinta emas dengan menjadikan XL sebagai operator terbesar kedua di Indonesia. Prestasi itu tentulah menjadi beban tersendiri bagi Dian Siswarini yang pada 1 April 2015 lalu resmi diangkat menjadi President Director & CEO XL Axiata yang baru.
Menjadi nomor satu tentulah merupakan mimpi bagi masing-masing operator, begitupun dengan XL. Namun untuk melengserkan Telkomsel sebagai pemimpin pasar bukanlah perkara mudah, meski juga bukanlah hal yang tak mungkin dilakukan.
Saat Hasnul memutuskan bergabung dengan XL pada tahun 2006 lalu, banyak orang yang memandang sebelah mata mimpi Hasnul menjadikan XL sebagai operator terbesar kedua di Tanah Air. Tapi setelah sembilan tahun berjalan, Hasnul berhasil membungkam keraguan banyak orang dengan sukses membawa XL bertransformasi dari ‘small number three becoming strong number two’.
Belajar dari pengalaman itulah, Dian merasa optimis menerima tongkat estafet kepemimpinan dari tangan Hasnul. Wanita jebolan Institut Teknologi Bandung ini telah menyiapkan beberapa strategi jitu yang akan dia jalankan saat kini memimpin XL, terutama dalam memasuki era data digital.
Wanita yang telah 19 tahun meniti karir di XL ini mengaku telah menyiapkan strategi saat menjadi bos baru XL. Strategi ini telah dipelajarinya saat selama tiga tahun digembleng oleh sang mentor, Hasnul, untuk menggeluti digital services.
Dian menjelaskan, bahwa pada masa awal kepemimpinan Hasnul di XL, mereka menerapkan strategi akuisisi dengan mengedepankan tarif. Strategi itu berhasil membawa XL menaikkan jumlah pelanggan hingga mencapai lima kali lipat dan EBITDA naik tiga kali lipat.
“Pada tahun 2007, marketshare XL hanya 11 persen. Tapi dengan menerapkan low price high volume, XL berhasil meningkatkan jumlah pelanggan lima kali lipat,” terang Dian.
Lebih jauh Dian mengungkapkan, bahwa strategi low price saat itu sukses dijalankan XL karena penetrasi market masih rendah, kebutuhan pelanggan belum banyak, dan layanan yang ada hanya voice dan SMS sehingga strategi akuisisi dengan mengedepankan harga yang murah bisa berhasil.
Tapi, menurut Dian, strategi itu sudah tidak relevan lagi jika diterapkan saat ini. Oleh sabab itu, di era kepemimpinannya saat ini, ia akan mengubah model bisnis XL dari acquisition based menjadi profitability focused model. Model bisnis yang mengedepankan profitabilitas buat pelanggan dinilai lebih cocok mengingat kebutuhan pelanggan lebih beragam.
“Di era sekarang, segmented approach harus lebih dikedepankan karena kebutuhan pelanggan berbeda-beda, tidak sama dengan eranya voice dan SMS, dimana kebutuhan masing-masing pelanggan relatif sama,” tandasnya.
Untuk menjalankan model bisnis baru tersebut, Dian akan membaginya ke dalam tiga tahap. Tahap pertama, XL akan mengoptimalkan core business. Di tahap pertama ini, XL akan me-revamp portofolio produk dan tarif serta me-realiansi jalur distribusi tradisional.
Pada tahap kedua, XL akan menjalankan strategi dual brand, dimana XL dan Axis menjadi strategi utama dalam meningkatkan value ladder. Di tahap ini juga dilakukan transformasi jaringan distribusi dengan modern channels dan digitalisasi operasi bisnis.
Dan tahap ketiga, XL akan menjalankan strategi long term value creation dengan new business yang akan menjadi objective dari pemilihan model bisnis baru ini.? Menurut Dian, strategi itulah yang menjadi salah satu alasan XL membiarkan Axis tetap hidup.
“Kami bukannya tidak belajar dari pengalaman memiliki tiga brand seperti Jempol, Bebas, dan Xplor, tapi kalau mau fokus untuk melayani dua segmentasi pasar yang berbeda memang harus punya dua brand,” tutur Dian menjelaskan.
Dengan strategi itu, menurutnya, XL akan disiapkan untuk lebih melayani segmen pengguna data kelas menengah ke atas, sementara Axis akan lebih fokus untuk melayani pengguna voice dan SMS ?yang hanya sedikit memakai layanan data.[HBS]