Telset.id, Jakarta – ChatGPT kini telah memasuki lingkup pendidikan, dan ada survei yang menyebutkan bahwa ini membuat guru khawatir murid memanfaatkan teknologi ini untuk membuat contekan.
Selain itu, dengan adanya ChatGPT ada opini yang terbentuk yang menyatakan adanya perbedaan secara signifikan antara guru sekolah normal, dan guru homescholling. Namun, peningkatan teknologi ini juga menimbulkan pertanyaan apakah teknologi ini membuka masa depan yang baik? atau mempersiapkan generasi yang buruk?
Dilansir Telset dari Gizmochina pada Jumat (08/09/2023), guru homescholling memiliki kemungkinan 35% lebih besar untuk mendukung penggunaan ChatGPT dalam pendidikan K-12 dibandingkan guru sekolah formal.
BACA JUGA:
- Makin Canggih! ChatGPT Bakal Mengingat Siapa Penggunanya
- OpenAI Luncurkan ChatGPT Enterprise untuk Pengguna Korporasi
Kedua kelompok guru tersebut juga melihat adanya manfaat dalam mempersiapkan anak didik yang ingin berfokus pada teknologi, dengan persentase 69% guru sekolah dan 68% guru homeschooling setuju. Menariknya, para pendidik homescholling mulai memperkenalkan ChatGPT kepada anak didiknya sejak mereka berusi 11 tahun.
Namun, hal ini tidak disambut baik oleh semua guru, Satu dari 10 guru sekolah melaporkan menemukan siswanya membuat contekan menggunakan ChatGPT. Hal ini menunjukan bahwa meskipun bisa menopang pendidikan, tetapi ada juga risiko yang membuat ketidakjujuran di bidang akademis.
Guru di sekolah formal sebanyak 57% menyoroti ChatGPT sebagai keuntungan bagi siswa berkebutuhan khusus, sehingga bisa meminimalisir masalah aksesibilitas bagi siswa tersebut.
Lalu, sebanyak 98% guru sekolah juga menegaskan bahwa mereka khawatir mengenai penggunaan ChatGPT, khususnya risiko meningkatkan ketergantungan siswa pada teknologi dan berkurangnya keterampilan untuk berpikir kritis.
Pendapat para guru ini terlihat menjadi 2 bagian yang mengungkapkan bahwa teknologi ini masih memiliki potensi positif, namun di sisi lain ada juga potensi ke arah negatif.
Meskipun para guru homeschooling memanfaatkan alat ini untuk permainan pembelajaran dan pembelajaran yang dipersonalisasi, mereka juga tetap mewaspadai kelemahan teknologi ini. Lebih lanjut, 44% guru homeschooling memasukkan ChatGPT ke dalam kurikulum, dan 95% mengaku merasa keberatan dengan kurikulum ini.
BACA JUGA:
- ChatGPT Punya Fitur Baru untuk Tingkatkan Pengalaman
- Muncul di Play Store, ChatGPT Segera Tersedia untuk HP Android
Ketika sistem pendidikan berupaya terhubung dengan AI, jelas bahwa pendekatan secara menyeluruh ini tidak akan berhasil. Para pendidik harus waspada dalam menerima manfaat teknologi ini, karena masih ada dampak negatifnya juga.
Saat AI menjadi hal yang membantu dalam pendidikan, ini bertujuan untuk membuat pembelajaran menjadi lebih, tetapi harus tetap menjaga esensi dari pemikiran kritis para murid.