Telset.id, Jakarta – Ancaman siber ransomware semakin menjadi perbincangan hangat beberapa waktu terakhir. Ransomware, yang dikenal dengan kemampuannya menyandera data, memaksa korban untuk membayar tebusan demi mendapatkan kembali akses.
Menurut Badan Siber dan Sandi Nasional (BSSN), insiden ransomware menjadi salah satu dari lima kasus kejahatan cyber terbesar yang ditangani sepanjang 2023, menjadikannya ancaman serius yang wajib diperhatikan dan pentingnya melakukan penanganan virus jenis ini.
Tidak hanya mengancam sektor publik, ransomware juga mempengaruhi dunia bisnis. Berdasarkan riset dari Cyberint, serangan ransomware meningkat sebesar 55% dari 2022 ke 2023.
BACA JUGA:
- Sistem Operasi yang Usang Jadi Penyebab Serangan Siber
- Pusat Data Nasional Diserang Virus Ransomware, Hacker Tuntut Rp 131 Miliar
Dari para korban yang disurvei, 69% melaporkan telah membayar tebusan, dengan total mencapai 1,1 miliar dolar AS.
Secara taktis, ransomware beroperasi melalui akses ilegal ke sistem yang sering dijual di pasar gelap, didukung oleh model Ransomware as a Service (RaaS) yang membuat serangan ini lebih umum dan sulit dilacak.
Setelah sistem terinfeksi, data kemudian dienkripsi dan korban diminta membayar tebusan.
Fenomena tersebut semakin menjustifikasi diperlukannya perlindungan siber secara komprehensif di berbagai bagian dalam organisasi, perusahaan, dan bisnis.
Departemen IT, operasi bisnis dan keuangan, Sumber Daya Manusia (HR), pemasaran dan penjualan, serta kepatuhan dan legal, semuanya sangat bergantung pada teknologi informasi dan terlibat dalam pengelolaan data.
Oleh karena itu, perlindungan siber yang menyeluruh menjadi penting dan perlu dilakukan untuk menjaga kelancaran dan keamanan bisnis karena berkaitan langsung dengan perlindungan informasi sensitif yang dapat mempengaruhi perlindungan pengguna layanan.
Sehingga keputusan strategis yang berkenaan dengan kebijakan dan finansial serta reputasi perusahaan.
Langkah-langkah strategis untuk melindungi organisasi dari serangan ransomware meliputi penerapan autentikasi multifaktor (MFA), pembaruan sistem secara berkala, pembatasan akses jaringan, segmentasi jaringan, manajemen akses identitas dan hak akses istimewa, serta pencadangan dan restorasi data.
Dalam keterangan resmi yang diterima Telset, Thomas Gregory, Director of Blue Team Operation PT Spentera, menyarankan kombinasi teknologi canggih dan edukasi berkelanjutan untuk mencegah serangan siber yang semakin berkembang.
Sebagai penyedia layanan keamanan siber terkemuka di Indonesia, Spentera berkomitmen untuk menyediakan layanan yang berkualitas dan terpercaya.
BACA JUGA:
- ITSEC Asia Ungkap Cara Mencegah Serangan Ransomware
- Survei: 93% Perusahaan di Indonesia Yakin Punya Sistem Keamanan yang Baik
“Kami memahami betapa pentingnya menghadapi ancaman ransomware yang semakin nyata,” ujar Thomas.
“Dengan pendekatan komprehensif yang telah kami lakukan dan kembangkan selama bertahun-tahun, Spentera siap melindungi operasional dan meminimalisir ancaman-ancaman siber yang terus berkembang,” tutup Thomas.