Setelah Panen Tomat, Nama Startup Ini Mendunia

Telset.id, Jakarta  – Satu lagi karya anak bangsa berhasil menyita perhatian dunia. Habibi Garden, startup bidang sensor medium tanaman yang belum lama ini tampil di ajang “Falling Walls 2016: Young Innovator of The Year” telah mendapat apresiasi dari sejumlah negara.

Setelah tampil di ajang “Falling Walls 2016: Young Innovator of The Year”, startup hasil binaan Indigo Creative Nation (ICN) ini berkesempatan mempresentasikan produknya di depan Menteri Luar Negeri (Menlu) Jerman, Frank Walter Steinmeier. Selain Menlu Jerman, Habibi Garden juga bertemu Menristek Jerman untuk memperkenalkan hasil temuannya.

Ery Punta Hendraswara, Managing Director ICN, mengatakan prestasi cakupan global itu sangat membanggakan. Sebelumnya, binaannya masuk program inkubator Australia (Amtiss dan Zelos) pada awal Oktober, dan juga program inkubator Google Launchpad Accelerator (Kakatu dan Jarvis Store) pada Juni lalu.

“Dengan Habibi Garden kemarin presentasi depan Menlu Jerman, ini kabar membahagiakan berikutnya bagi kami karena startup binaan kami terus meraih pencapaian tingkat global,” kata Ery di Jakarta, Senin (21/11/2016).

Habibi Garden menarik perhatian dunia berkat keberhasilannya mengembangkan produk sensor waterproof untuk tanah. Dengan beberapa sensor waterproof yang dimasukkan ke dalam medium tanah, alat ini bisa mendeteksi kondisi tanah, kelembapan, tingkat air, hingga serapan pupuk pada sebuah tanaman.

Menurut CEO Habibi Garden, Dian Prayogi Susanto, hasil temuannya sudah diujicobakan pada lima petani tomat di Cipanas, Jawa Barat, yang memungkinkan petani lebih akurat dan terukur dalam pengelolaan agrikultur sehingga hasil lebih memadai.

Mengacu hasil di lahan tersebut, rata-rata petani tomat Cipanas memperoleh lonjakan hasil panen dari biasanya 6.000 kg per lahan, naik menjadi 7.000 kg per lahan setelah menggunakan temuannya itu.

Dian menjelaskan, pencapaian tersebut sejalan dengan keberhasilan dirinya menjadi peserta terpilih dari total 13 startup program ICN Batch II yang baru diumumkan pada tanggal 2 November 2016 lalu.

“Kami terpilih sebagai peserta kriteria customer validation dengan suntikan modal Rp 10 juta, dan jika lolos tahap berikutnya, Indigo akan menambah lagi Rp 120 juta. Kami bersyukur makin terbuka soal industri digital setelah masuk ICN,” kata pria lulusan ITB angkatan 2007 ini.

Menurut dia, program inkubator yang telah ada sejak tahun 2009 tersebut memberi dua benefit utama. Yang pertama, kehadiran pementor yang menajamkan model bisnisnya secara berkelanjutan.

“Tadinya kami jual produk dan layanan kami kepada petani, tapi tak mudah. Mentor kami sudah berpengalamam, dan sarankan sistem bagi hasil, ternyata jalan dengan baik,” ujar Dian mengisahkan pengalamnnya.

Tapi dengan luas 2.000 meter, instalasi memerlukan biaya sekitar Rp 20 juta. Akhirnya mereka memutuskan untuk menggunakan pola bagi hasil. Akhirnya, petani dan Habibie Garden secara keseluruhan akan mengalami proses break event pioint (BEP) dalam setahun saja. Petani pun diuntungkan karena tak perlu bea investasi namun hasil panen akan lebih melimpah.

Keuntungan kedua, kata pria yang kini melepas karirnya di sebuah perusahaan multinasional ini, adalah terbukanya jejaring lebih luas dalam cakupan Telkom Group yang berpengalaman di bidang digital.

“Contohnya selain di Indigo, kami yang berusia baru enam bulan ini, juga sudah menjajaki kerjasama dengan Telkomsel untuk menjadi salah satu layanan machine to machine (M2M) mereka ke depan,” pungkasnya. [HBS]

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ARTIKEL TERKAIT

REKOMENDASI
ARTIKEL TEKINI
HARGA DAN SPESIFIKASI