Telset.id – Dunia siber kembali diguncang kabar mengejutkan. Departemen Kehakiman Amerika Serikat (DOJ) mengonfirmasi penangkapan Xu Zewei, warga China yang diduga sebagai peretas bayaran untuk pemerintah China. Xu ditangkap di Italia atas permintaan jaksa AS, menambah panjang daftar operasi peretas China yang menargetkan kepentingan AS.
Xu dan rekannya, Zhang Yu (yang masih buron), menghadapi sembilan tuduhan terkait peretasan dan pencurian penelitian COVID-19 dari universitas-universitas AS pada Februari 2020. Menurut DOJ, Xu bekerja untuk Shanghai Powerock Network – perusahaan yang diduga menjadi “tangan panjang” pemerintah China dalam operasi siber ilegal.
Operasi Peretasan yang Menggurita
Kasus ini bukan sekadar insiden biasa. Xu dan Zhang disebut sebagai bagian dari kelompok peretas Hafnium yang bertanggung jawab atas peretasan massal server Microsoft Exchange pada Maret 2021. Lebih dari 60.000 server milik usaha kecil di AS dibobol, memungkinkan pencurian data sensitif termasuk email dan buku alamat perusahaan.
Yang lebih mengkhawatirkan, Hafnium kini dilaporkan melancarkan kampanye baru bernama Silk Typhoon yang menargetkan perusahaan besar dan instansi pemerintah. Pola ini konsisten dengan temuan sebelumnya tentang operasi peretas China terhadap infrastruktur kritis di Asia Tenggara.
Baca Juga:
Perang Siber yang Tak Pernah Usai
Kasus Xu bukan yang pertama. Sejak 2017, DOJ telah mengeluarkan lebih dari 60 dakwaan terhadap peretas China, termasuk empat peretas militer China yang diduga membobol Equifax. Pola serupa selalu muncul: target penelitian vital, infrastruktur kritis, dan data strategis.
Pertanyaannya: mengapa penelitian COVID-19 menjadi incaran? Analis keamanan siber menduga, China ingin mempercepat pengembangan vaksinnya sendiri dengan mencuri penelitian AS. Dalam dunia yang semakin digital, perang tidak lagi hanya terjadi di medan tempur, tetapi juga di ruang server dan laboratorium penelitian.
Kabar penangkapan ini muncul di tengah ketegangan AS-China yang semakin memanas, terutama di bidang teknologi. Seperti yang terjadi pada perkembangan AI yang juga menjadi medan pertarungan baru, perang siber menjadi front terdepan dalam persaingan global kedua negara adidaya ini.
Dengan Xu kini dalam tahanan Italia (menunggu ekstradisi ke AS), apakah ini akan menjadi titik balik dalam perang siber AS-China? Atau justru akan memicu operasi balasan yang lebih masif? Satu hal yang pasti: dunia maya semakin tidak aman, dan kita semua – mulai dari pemerintah hingga pelaku usaha kecil – harus lebih waspada.