Telset.id, Jakarta – Seorang pengacara di New York tengah menghadapi sanksi karena telah membuat pernyataan untuk ringkasan hukum pakai teknologi AI dari ChatGPT.
Saat ini, teknologi AI sedang menjadi sorotan perbincangan di seluruh dunia dalam beberapa bulan terakhir, karena banyak yang memanfaatkan teknologi chatbot AI tersebut.
Ada kekhawatiran teknologi seperti ChatGPT akan membuat banyak orang kehilangan pekerjaannya. Mimpi buruk itu nampaknya sedang dialami seorang pengacara di New York, yang terancam kena sanksi karena menggunakan chatGPT.
Menurut laporan The New York Times, pengacara Steven Schwartz dari firma hukum Levidow dan Oberman baru-baru ini meminta bantuan chatbot AI dari OpenAI itu untuk menulis ringkasan hukum dengan hasil yang dapat diprediksi sebagai masalah.
BACA JUGA:
- Demi Keamanan, Apple Larang Karyawan Kerja Pakai ChatGPT
- Aplikasi ChatGPT Tersedia di 45 Negara, Indonesia Kebagian?
Sebagai Informasi, perusahaan Schwartz telah menggugat maskapai penerbangan Kolombia Avianca atas nama Roberto Mata, yang mengklaim bahwa dia terluka dalam penerbangan ke Bandara Internasional John F. Kennedy di New York City.
Ketika maskapai tersebut baru-baru ini meminta hakim federal untuk membatalkan kasus tersebut, pengacara Mata mengajukan laporan singkat setebal 10 halaman dengan alasan mengapa gugatan tersebut harus dilanjutkan.
Dokumen tersebut mengutip lenih dari setengah lusin keputusan pengadilan, termasuk masalah seperti “Varghese v. China Southern Airlines,” “Martinez v. Delta Airlines” dan “Miller v. United Airlines”.
Sayangnya untuk semua orang yang terlibat, tidak seorang pun membaca brief tersebut karena brief tersebut dibuat pengacara pakai ChatGPT.
A lawyer used ChatGPT to do "legal research" and cited a number of nonexistent cases in a filing, and is now in a lot of trouble with the judge 🤣 pic.twitter.com/AJSE7Ts7W7
— Daniel Feldman (@d_feldman) May 27, 2023
Dalam pernyataan tertulis yang telah diajukan pada hari Kamis, Shcwartz mengatakan dia telah menggunakan chatbot untuk melengkapi penelitiannya untuk kasus tersebut.
Schwartz menulis dia bahwa dia tidak menyadari kemungkinan bahwa konten yang dibuat oleh ChatGPT bisa salah. Menariknya, dia membagikan tangkapan layar yang menunjukan bahwa dia telah bertanya kepada ChatGPT apakah kasus yang dikutipnya adalah nyata.
Program tersebut menjawabnya dan mengklaim keputusan tersebut dapat ditemuka di database hukum yang memiliki reputasi baik, termasuk Westlaw dan LexisNexis.
BACA JUGA:
- Tidak Mau Kecolongan, Samsung Bikin AI Sendiri Seperti ChatGPT
- Pria Ini Ditangkap karena Pakai ChatGPT Buat Sebar Hoaks
Schwartz juga mengungkapkan bahwa dirinya sangat menyesal karen menggunakan ChatGPT dan tidak akan pernah melakukannya lagi di masa mendatang tanpa verifikasi mutlak atas keaslian data.
Di sisi lain, masih belum diketahui apakah dia masih bisa untuk menulis laporan hukum. Hakim yang mengawasi kasus tersebut telah memerintahkan sidang tanggal 8 Juni untuk membahas sanksi potensial untuk keadaan yang belum pernah terjadi sebelumnya yang diciptakan oleh tindakan Schwartz. [FY/HBS]