Telset.id, Jakarta – Badan Keamanan Nasional (NSA) meminta tentara dan intelijen Amerika Serikat (AS) untuk mematikan layanan berbagi data lokasi di smartphone. Tujuannya untuk mencegah pelanggaran keamanan.
Menurut laporan New York Post, seperti dikutip Telset.id, Rabu (5/8/2020), badan intelijen rahasia memperingatkan lewat buletin bahwa fitur aplikasi umum berpotensi menimbulkan ancaman nyata bagi keamanan nasional.
{Baca juga: Amerika Serikat Tuding TikTok Ancam Keamanan Nasional}
Berbagi lokasi menjadi penting untuk fungsi aplikasi seperti Google Maps. Namun, informasi yang dikumpulkan tentang keberadaan pengguna juga dikumpulkan oleh perusahaan teknologi, kemudian dijual kepada pengiklan.
“Data lokasi bisa sangat berharga dan harus dilindungi karena dapat mengungkapkan rincian tentang jumlah pengguna, gerakan pengguna, dan rutinitas. Bagi militer, rincian mengenai hal tersebut sangat vital,” tegas NSA.
Agensi merekomendasikan pemberian sesedikit mungkin izin ke aplikasi dan membatasi penelusuran situs di smartphone. Imbauan juga meluas ke alat pelacak kebugaran serta perangkat teknologi lain yang terhubung internet.
Pemerintah di seluruh dunia, termasuk AS, telah menjadi lebih agresif dalam mengumpulkan data untuk tujuan pengawasa.
Tak hanya itu, mereka juga menggunakannya untuk menemukan tersangka berbagai tindak kejahatan.
{Baca juga: Media China Sebut Donald Trump Mau “Rampok” TikTok}
Peringatan tersebut muncul di tengah meningkatnya ketegangan antara AS dan TikTok, platform media sosial populer asal China yang mengumpulkan data lokasi, usia kontak media sosial, dan nomor telepon pengguna.
Media pemerintah China melancarkan kritik, menyebut bahwa Amerika Serikat (AS) adalah “negara nakal” karena pendekatan Presiden Donald Trump terhadap aplikasi TikTok. Mereka menyebut praktik itu sebagai “perampokan”.
Hu Xijin, pemimpin redaksi Global Times, mencuit tangkapan layar berita utama yang merinci sikap Trump mengenai potensi penjualan TikTok ke Microsoft. “Presiden Trump mengubah AS dari negara hebat menjadi negara nakal,” tegasnya di Twitter.
Sekadar informasi, awal pekan ini Trump ingin aplikasi video pendek berbasis di Beijing itu dimiliki oleh “perusahaan yang sangat AS”.
{Baca juga: Microsoft Segera Akuisisi TikTok dari ByteDance?}
Ia menegaskan, TikTok akan “keluar dari bisnis di AS pada 15 September 2020 jika tidak sepakat terkait penjualan.
Pemerintah AS harus menerima potongan dari penjualan apa pun karena membuat “kemungkinan atas kesepakatan yang terjadi”.
Satu poin lagi, TikTok tidak “memiliki hak apa pun kecuali pemerintah AS memberikannya kepada negara China. [SN/HBS]