Telset.id, Jakarta – Ketua Umum Masyarakat Telekomunikasi Indonesia (Mastel) Kristiono meminta pemerintah untuk turun tangan dalam menghadapi situasi industri Telekomunikasi yang sedang lesu, sepanjang tahun 2018 lalu.
Menurutnya, pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) harus mengadakan pertemuan dengan pihak operator telekomunikasi agar penurunan pendapatan tidak terjadi di tahun 2019.
“Kominfo sebagai regulator atau fasilitator harus duduk dengan operator untuk membicarakan ini apa yang bisa dilakukan agar berubah di tahun 2019,” ucap Kristiono di Balai Kartini, Jakarta Kamis (17/01/2019)
Pada tahun 2018 merupakan tahun yang buruk di industri telekomunikasi. Kristiono menilai baru pertama kali industri mengalami penurunan.
{Baca juga: Pendapatan Industri Telekomunikasi Turun 6.4% di 2018}
“Kalau kita lihat sampai 2018, ini pertama kali dalam sejarah industri seluler kita tumbuh negatif. Ini kan artinya gak sehat. Kalau tidak sehat, pastinya akan memengaruhi banyak hal. Apalagi industri ini menjadi infrastruktur ekonomi digital,” jelas Kristiono.
Masalah yang dihadapi oleh industri telekomunikasi saat ini adalah tidak adanya keseimbangaan antara penerimaan dan penawaran. Hal ini karena operator tidak mampu mengubah penerimaan dari traffic data menjadi pendapatan untuk meningkatkan layanan.
“Ini berdampak terhadap bagaimana operator seluler ini bisa melakukan investasi dan melayani pelanggan dengan baik,” tutur Kristiono.
Pada kesempatan tersebut Kristiono menyebut ada 2 hal yang bisa dilakukan pemerintah agar industri telekomunikasi kembali sehat.
Yang pertama, menurut Kristiono, pemerintah sebaiknya memberikan harga yang rasional ketika melakukan lelang frekuensi dengan merujuk paramater terbaru industri saat ini.
“Pada saat lelang frekuensi atau apapun itu, sebaiknya lebih rasional. Jadi tidak lagi menggunakan parameter yang lama,” ucapnya.
Kemudian yang kedua adalah terkait dengan pemain Over The Top (OTT). Kominfo diharapkan segera menetapkan aturan mengenai OTT. Aturan mengenai OTT agar bisa membantu dalam mengembangkan industri telekomunikasi.
OTT sendiri merupakan layanan dengan konten berupa data, informasi atau multimedia yang berjalan melalui jaringan internet. Contohnya Google, Facebook, dan lain sebagainya. Maka itu, pemain OTT sudah saatnya diatur agar sama dengan industri seluler.
{Baca juga: Mastel: Perlu Ada Penyehatan Industri Telekomunikasi}
“Sekarang orang telepon lewat WA call. Ini harus diatur agar level playing field sama. Pemerintah harusnya cepat buat aturan mengenai ini. Jangan biarkan mereka masuk dan menggerogoti industri nasional,” ujar Kristiono.
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI), Ririek Adriansyah mengatakan bahwa terjadi penurunan pendapatan dari industri telekomunikasidi tahun 2018 sekitar 6,4 %.
Menurut Ririek, hal ini tak lepas dari turunnya layanan voice/SMS, perang tarif di layanan data dan dampak jangka pendek dari regulasi SIM Card.
“Tahun 2018 merupakan tahun yang cukup buruk untuk industri telko (telekomunikasi),” ucap Ririek di Balai Kartini, Jakarta Kamis (17/01/2019).
{Baca juga: Agar Bersaing, Pelaku Industri Telekomunikasi Harus Lebih Kreatif}
Pada pemaparannya, Riririek juga mengatakan bahwa layanan voice dan Short Message Service (SMS) mengalami penurunan hingga 30% lantaran orang-orang mulai beralih mengirim pesan melalui media sosial seperti WhatsApp dan sebagainya.
“Tahun lalu juga terjadi penurunan dalam hal pertumbuhan layanan voice dan SMS. Tahun ini pun masih menurun tajam,” imbuh Ririek.
Penyebab lainnya adalah kompetisi di layanan data. Dimana dampak dari kompetisi harga diakuinya adalah terjadinya penurunan pendapatan per-megabyte (MB) hingga 17%. [NM/HBS]
[NM/HBS]