Sebelumnya line-up Xiaomi sebenarnya lebih sedikit, karena mereka ingin meniru Apple yang bisa bertahan dengan satu model yang sama selama satu tahun, sebelum model baru keluar. Tetapi ketatnya persaingan diantara smartphone Android, Xiaomi mau tidak mau akhitnya harus memperbanyak line-up dengan cara membuat lebih banyak varian. Sekarang ini line-up smartphone Xiaomi cukup banyak dan cukup membingungkan kategorinya.
Untuk versi hi-end, Xiaomi kemungkinan lebih memiliki margin bagus, tetapi mempertahankan harga yang seringkali hanya setengah harga hi-end brand global, berarti banyak penghematan harus dilakukan di sana.
Pada smarphone hi-end global, fitur-fitur baru lebih lengkap, sementara pada hi-end Xiaomi (juga OnePlus) banyak fitur-fitur yang harus di pangkas. Misalnya IP68 atau tahan air, layar yang harus bertahan di resolusi full HD sementara brand global sudah QuadHD bahkan 4K dengah HDR, wireless charging, akses security baru seperti pemindai wajah dan iris.
Mungkin kita berpikir, masa sih fitur tahan air yang hanya tinggal menambahkan karet di sekeliling dalam casing dan port, harganya kan tidak seberapa?. Mengapa Xiaomi, OnePlus, tidak melakukannya saat ini? Aplikasinya tidak semudah itu, membuat device tahan air berarti membuat device sangat kedap dan mengurangi kecepatan device membuang panas.
Xiaomi dan OnePlus senang mengejar angka benchmark yang tinggi, dan biasanya menetapkan clock prosesor pada batas maksimal untuk show off, karena ini salah satu cara untuk membuat smartphone terlihat lebih menonjol dibanding brand global yang sekarang telah bergerak mengejar fitur.
Prosesor hi-end dan clock yang tinggi cepat menghasilkan panas yang harus segera dibuang supaya kinerja prosesor tidak throttling, dan kecepatannya menurun. Casing yang kedap menghambat pembuangan panas.
Untuk itu casing yang kedap perlu ditambahkan lagi sarana untuk membuang panas, apakah menambahkan lebih banyak lembaran penghantar panas atau malah membuat heat pipe cooling system, yang berarti menambah biaya parts dan menambah kerumitan desain.
Layar Full HD atau resolusi 1920×1080, senantiasa dibawa oleh brand China untuk hi-end device mereka. Berbeda dengan brand global yang kebanyakan sudah menetapkan resolusi QuadHD (2560×1440). Sebenarnya pada beberapa brand China sempat mencoba layar resolusi tinggi ini, tetapi kemudian memilih tetap di Full HD untuk versi hi-end mereka selanjutnya.
Ada alasan yang selalu dikatakan bahwa mata kita tidak bisa lagi melihat perbedaannya, karena resolusi Full HD juga sudah tinggi. Sebenarnya sudah 1-2 tahun ini teknologi VR sudah semakin matang, dan layar resolusi QuadHD saja masih terlihat pixelated untuk fungsi VR ini, apalagi layar Full HD. Alasan lainnya karena layar Full HD lebih irit daya dibanding QuadHD. Ini betul, tetapi dengan kemajuan teknologi layar sekarang, perbedaan penggunaan dayanya tidak lagi signifikan.
Alasan yang paling masuk akal, lagi-lagi adalah harga. Betul, harga layar adalah salah satu komponen paling mahal pada smartphone. Berbeda resolusi sudah berlipat harganya, apalagi selain berbeda resolusi juga berbeda jenis panel, misal LCD ke AMOLED, ini lebih membuat harga komponen layar semakin mahal.
Sebenarnya hal yang paling krusial dengan menjual smartphone hi-end harga murah adalah margin yang tidak cukup untuk Research and Development (R&D). Padahal R&D ini yang akan menjadi tulang punggung dan menentukan teknologi masa depan smartphone.
Perusahaan teknologi yang terkenal akan kita lihat sangat kuat menggelontorkan biaya besar untuk R&D, dari Intel, Google (Alphabet), Microsoft, Facebook, Qualcomm, dan lain sebagainya, karena menyadari pentingnya R&D dan ketatnya persaingan.
Dari data 2016, Samsung ada di urutan ke-2 sebagai perusahaan yang menggelontorkan dana terbesar untuk R&D, dan Apple ada di urutan ke-11. Hanya ada satu perusahaan smartphone brand China yang masuk dalam urutan 20 besar mengeluarkan biaya R&D, dan nilainya bahkan lebih besar dari Apple, yaitu Huawei.
Contoh pentingnya R&D ini bisa kita lihat dari penjelasan founder OnePlus, Carl Pei, saat menjelaskan pertanyaan-pertanyaan seputar produk terbaru mereka OnePlus 5. Bagian yang jelas adalah ketika OnePlus ditanya mengapa memiliki konfigurasi dual camera serupa dengan iPhone 7 Plus.
Carl Pei menjawab dengan jujur bahwa mereka tidak mungkin melakukan test R&D yang mahal untuk mengetahui apa yang diinginkan pengguna smartphone. Dengan mengikuti Apple, mereka sudah mendapat bukti bahwa konfigurasi tersebut menarik dan dapat diterima.