Bill Gates, Anak Mama Jadi Inspirasi Dunia

REKOMENDASI
ARTIKEL TERKAIT

“Cara Anda melihat realitas akan sangat memengaruhi kesuksesan. Daripada selalu mengkhawatirkan kegagalan, lebih baik tarik momentum demi menggapai kesuksesan Anda”

Telset.id – Bill Gates terlihat sangat antusias mendiskusikan strategi dalam konteks inisiatif filantropis global saat menjadi pembicara tamu inspiratif dalam acara “The Daily Show”. Gates memang terkenal sebagai sosok yang penuh optimisme dan aktif di bidang filantropis.

Gates yakin betul terhadap apa yang dikerjakan meski mayoritas orang cenderung pesimistis dengan kondisi saat ini. Gates merasa telah berkontribusi terhadap dunia atas apa yang digelutinya.

“Angka kemiskinan turun drastis dari 36 persen menjadi sembilan persen. Setiap hari, 137 ribu orang mentas dari keterpurukan kesejahteraan. Saya bahkan turut meningkatkan produktivitas pertanian. Disadari atau tidak, apa yang saya lakukan berkontribusi terhadap penurunan jumlah kematian anak-anak dalam 25 tahun terakhir,” imbuh Gates.

Pria 62 tahun ini menyebut, rata-rata orang tidak pernah melihat serta merasakan adanya perubahan. Mereka tidak menyadari bahwa perbaikan sesuatu ke arah positif harus berjalan secara bertahap. Seperti pula yang ia gagas bersama para relawan melalui yayasan bernama Bill and Melinda Gates Foundation.

Lewat lembaga nirlaba tersebut, Gates menyumbangkan kocek hingga miliaran dolar Amerika Serikat demi membantu mengurangi ketidaksetaraan, termasuk meningkatkan perawatan kesehatan penduduk di negara-negara berkembang.

Yayasan yang ia bentuk bersama sang istri, Melinda Gates, itu juga memberdayakan perempuan dan berinvestasi vaksin, terutama diperuntukkan daerah miskin.

“Sudah menjadi sifat manusia untuk melulu mengambinghitamkan ancaman. Manusia sering berpikir, evolusi membawa kekhawatiran bahwa hewanlah yang akan memangsa kita. Padahal, yang terjadi malah kerap sebaliknya. Satu hal penting lain yang patut digarisbawahi, manusia kini semakin tidak sabar menghadapi permasalahan,” tegas Gates.

Gates pun menyoroti praktik kesenjangan di ranah global. Dari sudut pandangnya, hal-hal buruk terus saja terjadi. Ironi kian menjadi manakala manusia justru toleransi terhadapnya. Dan taukah, Gates mengemukakan bahwa upaya perbaikan ternyata belum bisa mengikuti harapan.

Baca juga: Bill Gates Kucurkan Rp 1.000 Triliun untuk Bangun Kota Pintar

“Ketika keadaan seperti berjalan di tempat, fokus kepada apa yang berhasil tidak berarti Anda menganggap semuanya telah sempurna. Saya pribadi tidak mencoba mengecilkan pekerjaan yang tersisa. Menjadi seorang yang optimistis tidak lantas mengabaikan tragedi dan nilai-nilai ketidakadilan,” tutur Gates saat mengulas lewat artikel di Time.

Gates kemudian mendeskripsikan beberapa karakter yang dapat sukses dalam pekerjaan. Perkataan Gates jelas tak bisa dipandang sebelah mata. Gates sering bekerja dengan para inventor yang selama ini mendisrupsi industri. Nah, dari penuturan Gates, ada tiga orang berlatar belakang khusus yang akan menjadi incaran perusahaan besar.

“Sains, teknik, dan ekonomi. Tiga keahlian di tiga keilmuan tersebut bakal menjadi agen perubahan di semua institusi. Pengetahuan dasar soal sains, kemampuan matematika, dan keahlian ekonomi akan sangat berguna dalam karier. Kalau ingin berhasil, Anda harus mengetahui apa yang bisa dilakukan dan apa yang tidak bisa mereka lakukan,” kata Gates.

Anak Mama yang  Drop Out dari Harvard

Bill Gates adalah nama paling terkenal di jagat teknologi. Ia mendirikan Microsoft yang menjelma menjadi perusahaan perangkat lunak terbesar di dunia. Nama Gates sering dinobatkan sebagai orang terkaya di dunia. Padahal, perjalanan hidupnya bisa dibilang tidak selalu mulus. Semasa muda, ia lebih memilih drop out dari universitas.

Lahir di Seattle, Washington, Amerika Serikat, pada 28 Oktober 1955, bernama lengkap William Henry Gates III. Ayahnya bernama William Henry Gates II, yang berprofesi sebagai pengacara kondang. Sementara sang ibu, Mary Maxwell Gates, pernah menduduki dewan pimpinan di berbagai perusahaan bonafid.

Gates punya dua saudara wanita bernama Kristianne dan Libby. Berasal dari keluarga berada, Gates tumbuh besar. Meski kemudian mampu membuktikan diri hidup mandiri, dalam proses tumbuh dan berkembang, Gates terkenal sebagai anak mama. Gates sangat dekat dengan Mary, yang juga mahsyur sebagai atlet dan mahasiswa top.

Alih-alih dimanja, predikat anak mama yang melekat tak lantas membuat Gates menjadi pribadi yang manja, apalagi cengeng. Semua tak lain karena didikan Mary yang selalu menanamkan nilai kedisplinan, menuntut anak-anaknya untuk selalu belajar keras, rajin berolahraga, serta wajib mengikuti les musik. Ia mengajari anak-anaknya ramah kepada setiap orang.

Bill Gates kecil sangat suka belajar dan membaca. Bahkan, sejak usia sekira 10 tahun, dia sudah tamat membaca buku dengan “kategori berat”, yakni World Book Encylopedia dari seri awal sampai akhir.

“Saya sungguh memiliki banyak impian ketika masih kecil. Sepertinya, hal itu tumbuh dari fakta bahwa saya punya kesempatan untuk banyak membaca,” kata Gates.

Pada usia 11 tahun, Gates sudah aktif bertanya kepada ayahnya soal topik bisnis sampai peristiwa dunia. Menurut ayahnya, Gates sudah dari kecil memperlihatkan bakat ‘kutu buku’ dengan malahap beragam bacaan.

“Saya pikir, hal tersebut adalah sesuatu yang hebat. Sayang, Mary tidak suka karena Gates mulai cenderung suka berkutat dengan buku ketimbang berhubungan dengan orang lain. Gates pun jadi sering bertengkar dengannya,” kata ayah Gates.

Baca juga: Hebat! 15 Ramalan Bill Gates yang Jadi Kenyataan

Pada umur 13 tahun, Gates menuntut ilmu di sekolah eksklusif, Lakeside School, Seattle. Ia dikenal sebagai siswa yang sangat pandai. Ia pernah menghabiskan beberapa malam di University of Washington hanya untuk main komputer secara gratis. Ia pernah pula bekerja paruh waktu sebagai programmer di sebuah power plant di selatan Washington.

Gates digadang oleh orangtua menjadi seorang pengacara. Namun, ia sama sekali tak tertarik dengan bidang itu. Gates memilih menekuni bisnis komputer. Kecintaannya terhadap komputer muncul saat bersekolah di Lakeside School. Di sana, ia bertemu dengan Paul Allen, yang kelak menjadi mitranya saat mendirikan Microsoft.

Setelah mendirikan Microsoft bersama Allen, Gates memutuskan drop out dari Harvard University. Meski berat, orangtuanya tetap mendukung keputusan tersebut. Namun, Gates tak ingin sikapnya (drop out dari kuliah) ditiru oleh orang lain.

“Saya kira drop out kuliah bukanlah ide yang bagus. Sebab, saya harus melanjutkan pendidikan dengan kursus online,” ujar Gates.

Tak lagi kuliah, Gates fokus mengembangkan Microsoft yang kemudian berjaya sebagai produsen perangkat lunak komputer. Sistem operasi Windows sampai sekarang masih sangat dominan dipakai di mayoritas komputer. Akan tetapi, dalam meniti karier, Gates mengalami pasang surut, layaknya orang-orang kebanyakan. Ia bukanlah sosok yang sempurna.

Merintis Microsoft

Pada tahun 1973, Bill Gates diterima sebagai mahasiswa di Harvard University. Tapi, waktunya habis untuk “bermain-main” dengan komputer. Ia pun tak pernah menyelesaikan studinya. Pada 1974, Gates dan Paul Allen lalu memilih bekerja sama dengan sebuah perusahaan komputer, MITS. Mereka pun bekerja sama dengan perusahaan tersebut dengan menamai kemitraan mereka Micro-soft dan membuka kantor kecil di Albuquerque.

Pada akhir 1976, mereka keluar dari perusahaan MITS dan mengubah nama perusahaan menjadi “Microsoft”. Pada 1980, perusahaan komputer IBM memerlukan sebuah sistem operasi untuk komputer terbarunya. Gates mengambil kesempatan itu dengan menciptakan sebuah sistem operasi yang disebut 86-DOS atau disk operating system yang berganti nama menjadi PC DOS dan menjualnya ke IBM seharga USD 50.000.

Meski demikian, ternyata IBM tak meminta hak cipta perangkat lunak tersebut. Gates juga tak pernah menawarkannya. Melihat kesuksesan IBM PC, banyak perusahaan teknologi lain yang ingin membangun komputer pribadi dan menjadi kompetitor bagi IBM. Untuk bisa melakukannya, perusahaan-perusahaan itu membutuhkan orang sekaliber Gates.

Baca juga: Terungkap, Ini Kunci Sukses Bill Gates Bangun Microsoft

IBM, Compaq, Dell, dan perusahaan lain berlomba-lomba untuk membuat komputer. Mereka membutuhkan DOS sebagai perangkat lunak yang kemudian berkembang menjadi Windows. Karenanya, Microsoft disebut sebagai pusat Revolusi PC. Pada 1983, Microsoft menghasilkan USD 55 juta sehingga Microsoft menjadi perusahaan terbesar dalam bisnis komputer.

Pada 13 Maret 1986, Microsoft menjual saham kepada publik dengan harga USD 21 per lembar. Gates menjadi seorang miliarder pada 1987 saat memasuki usia ke-31 tahun. Kekayaan Gates semakin menumpuk seiring berjalannya waktu. Tak heran, ia lantas dinobatkan sebagai pelaku bisnis teknologi yang menjadi orang terkaya di dunia dengan kekayaan puluhan miliar dolar Amerika Serikat.

Steve Jobs, Kawan Jadi Lawan

Saat baru merintis bisnis Microsoft, Gates mendapat perlawanan dari karibnya, Steve Jobs, yang tak lain adalah pendiri Apple. Hubungan keduanya naik turun: kadang sebagai kawan, kadang menjadi lawan. Gates dan Jobs awalnya memang berteman, terutama saat Microsoft membuat perangkat lunak awal untuk komputer Apple II. Saat itu, Gates secara rutin datang ke Cupertino untuk melihat proyek garapan Apple.

Namun, hubungan Gates dan Jobs kemudian memburuk. Semua berawal pada 1980an. Jobs terbang ke Washington untuk mengajak Gates menggarap perangkat lunak untuk Apple Macintosh yang berbasis antarmuka grafis nan revolusioner. Bagaimana tanggapan Gates? Ia tak menyukainya. Ia menyebut proyek tersebut sebagai platform terbatas yang tak bisa diakses oleh semua orang.

Di lain sisi, Gates sebenarnya juga kurang sreg dengan sikap Jobs. Ia menganggap Jobs berperilaku eksklusif, pura-pura tak butuh padahal memang butuh. Jobs berkata kalau Apple tak membutuhkan Gates.

“Dengan penuh gaya, Jobs seolah berkata: ‘Saya tak membutuhkanmu, tapi, saya bisa saja membolehkanmu untuk ikut serta dalam proyek ini’,” beber Gates soal sikap Jobs.

Baca juga: Bill Gates Haramkan Anaknya Gunakan Produk Apple

Puncak perselisihan Gates dan Jobs terjadi saat Microsoft merilis Windows pertama pada 1985 yang menggunakan tampilan antarmuka grafis. Jobs menuding Gates mencuri idenya. Jobs marah dan menuduh Microsoft meniru mentah-mentah konsep Macintosh. Alih-alih menanggapi, Gates justru cuek tak ambil pusing. Ia sudah yakin kalau ide tampilan antarmuka akan menjadi besar.

“Apple tak punya hak eksklusif atas ide tersebut. Lagipula, Apple punya ide tampilan antarmuka grafis Apple karena terinspirasi dari Xerox, yang dikembangkan oleh Palo Alto Research Center. Perumpamaannya, saya membobol rumah Xerox untuk mencuri televisi, tetapi ternyata Jobs sudah mencurinya terlebih dahulu,” ujar Gates menjawab tuduhan Jobs.

Apapun jawaban Gates, Jobs sudah terlalu kesal. Sampai-sampai, ia menyebut Gates sebagai orang yang tak tahu malu. Jobs tetap mengklaim bahwa Microsoft mencuri konsep Macintosh besutan Apple. Tak tinggal diam, Jobs melayangkan gugatan hukum terhadap Microsoft atas pelanggaran hak cipta. Namun, Microsoft berhasil memenangkan kasus tersebut pada 1993.

Sukses karena Persahabatan

Bill Gates juga manusia biasa yang tak jauh dari kebiasaan-kebiasaan buruk, termasuk kurang bisa memercayai orang lain. Ia merasa dirinya paling mampu, paling hebat, sehingga enggan berbagi tanggung jawab kepada sahabat maupun rekan kerja. Pada awal Microsoft berdiri, Gates hampir melakukan semua pekerjaan. Ia mengembangkan perangkat lunak sampai perusahaan berkembang pesat.

Kendati demikian, proses menuju capaian itu ternyata bukan berkat kontribusinya seorang diri. Kunci kesuksesan Microsoft menjadi raksasa teknologi sejagat adalah berkat kemitraan atau persahabatan dan kerja sama.

“Saat mengembangkan Microsoft, saya tak sendirian membaca dan menulis coding. Ada campur tangan orang lain. Saya dan para sahabat bahu-membahu,” tandas Gates.

Uniknya, di kantor, ia sampai menghapal pelat nomor kendaraan pegawai untuk mengetahui siapa yang paling lama bekerja. Steve Ballmer, teman semasa di bangku kuliah, juga mengajari Gates bagaimana cara merekrut karyawan guna membentuk tim nan solid. Sejak titik itu, Gates memercayakan semua pekerjaan kepada kolega sejatinya tersebut.

Seiring waktu berlalu, Gates menyadari bahwa Microsoft bisa sukses berkat keterlibatan “banyak tangan”. Ia paham betul, sebuah pekerjaan tak akan bisa tuntas secara sempurna tanpa kerja sama dengan orang lain. Pada puncak kejayaan Microsoft, Gates pun fokus kepada tugas mengkaji kinerja para manajer untuk menjaga visi dan misi perusahaan.

Sekarang, Gates lebih sibuk mengelola yayasan Bill & Melinda Gates Foundation dan duduk sebagai komisaris di Microsoft. Ia juga menjadi investor beberapa proyek, termasuk satelit komunikasi. Namanya bersanding dengan CEO SoftBank, Masayoshi Son. Mereka menggarap proyek EarthNow LLC, perusahaan yang berambisi meluncurkan 500 satelit untuk layanan video.

Baca juga: Berantas Flu, Bill Gates Suntik Rp 144 Miliar

Kesuksesan Gates membersarkan Microsoft berbuah harta yang berlimpah. Dia bahkan 18 tahun tak tergoyahkan sebagai orang paling tajir sejagat, dan baru berhasil dilengserkan oleh Jeff Bezos, pemilik raksasa e-commerce, Amazon pada akhir 2017 lalu.

Saat ini kekayaan Gates tercatat mencapai USD 97,9 miliar atau setara Rp 1.458 triliun. Ia cuma kalah dari Jeff Bezos, pemilik Amazon, yang mengantongi kekayaan bersih hingga USD 150 miliar atau setara Rp 2.156 triliun, baik dari saham maupun lainnya.

Meski kini Bezos telah berhasil mengungguli Gates dari sisi jumlah kekayaan, namun bagi Gates, bukan lagi harta yang diunggulkan olehnya, melainkan ilmu, pengalaman, dan sifat sosial. [SN/HBS]

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini


ARTIKEL TEKINI
HARGA DAN SPESIFIKASI