Telset.id, Jakarta – Rancangan Undang-undang Keamanan dan Ketahanan Nasional (RUU KKS) dinilai akan menjadi dasar hukum negara untuk mengawasi ruang siber. Hal ini dikritik pengamat karena ruang siber bukan milik negara.
Menurut Kepala Divisi Akses Atas Informasi Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Unggul Sagena, menjelaskan bahwa pengelolaan ruang siber memerlukan kolaborasi bukan monopoli oleh Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
“Ruang siber adalah ruang yang perlu tatakelola namun ruang siber juga bukan milik negara dan tidak dapat aktivitasnya dimonopoli atau dikontrol langsung negara baik praktik maupun kebijakannya tanpa libatkan pihak-pihak pemangku kpentingan lain,” kata Unggul kepada Tim Telset.id pada Minggu (29/09/2019)
{Baca juga:
Unggul menambahkan jika lewat RUU KKS, pihak BSSN bisa melakukan pengawasan secara massal hingga ke masing-masing orang. Selain itu BSSN juga menjadi badan yang berhak memberikan sertifikasi, sehingga ruang siber seperti ruang yang dimiliki satu pihak.
“Sertifikasi-sertifikasi yang harus via BSSN pun menjadikan ruang siber adalah ruang berizin,” ujar Unggul.
Selain itu RUU KKS juga berpeluang menjadikan BSSN sebagai lembaga yang memiliki wewenang istimewa atau super body. Bahkan wewenang BSSN bisa melampaui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Badan Intelijen Negara (BIN).
“Membuat BSSN menjadi lembaga superbody mengambil kewenangan BIN dan Kominfo, menguatkan diri, ditengah-tengah lembaga seperti KPK justru dipreteli kewenangannya. Ini potensi negara putar balik demokrasi ke otoritarian bernafas militer,” tambah Unggul.
{Baca juga: RUU KKS Bebani Pelaku Startup dan E-commerce}
DPR RI akhirnya mendengar aspirasi rakyat terkait RUU KKS. Pada hari Jumat (27/09/2019) secara resmi DPR menyatakan tidak akan mengesahkan RUU Keamanan Siber untuk periode 2014-2019.
Dengan keputusan tersebut, DPR memastikan akan menunda pengesahan RUU Keamanan Siber, dan akan melimpahkannya ke anggota DPR periode selanjutnya. [NM/HBS]