Telset.id, Jakarta – Robert Williams, pria kulit hitam berusia 42 tahun, jadi korban salah tangkap di Detroit, Amerika Serikat, gara-gara kesalahan perangkat lunak sistem facial recognition atau pengenalan wajah yang digunakan polisi.
Williams ditahan di depan istri dan dua putrinya berusia dua tahun dan lima tahun pada Januari 2020 lalu.
Saat itu dia menjadi korban salah tangkap setelah sistem facial recognition polisi menghubungkannya dengan video pengawasan seorang tersangka pencurian.
Foto SIM miliknya, yang disimpan dalam repositori gambar di seluruh negara bagian, muncul sebagai pria kulit hitam bertopi St Louis Cardinals yang mencuri arloji senilai USD 3.800 dari toko pada Oktober 2018.
{Baca juga: Amazon Larang Polisi Pakai Pengenalan Wajah}
Dikutip Telset.id dari New York Post, Kamis (25/6/2020), gambar tersebut masuk analisa citra digital kepolisian negara bagian Michigan yang telah menggunakan layanan pencocokan wajah dari Rank One Computing.
Detektif lalu menunjukkan enam foto kepada seorang karyawan toko. Hasilnya, pria dalam foto itu secara positif teridentifikasi sebagai Williams. Petugas pun memanggil Williams, yang bekerja di bidang otomotif.
Williams tidak merespons panggilan. Ia mengiranya sebagai panggilan iseng. Sejurus kemudian, petugas menyambangi rumahnya di pinggiran Farmington Hills. Ia dibawa oleh petugas dalam kondisi terborgol.
Dua putrinya menangis melihat sang ayah digelandang secara tak manusiasi oleh polisi. “Saya bahkan tidak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata saat ditangkap oleh polisi,” kata Williams dalam sebuah video.
Tidak jelas apakah polisi memiliki bukti tambahan sebelum menangkap Williams. American Civil Liberties Union (ACLU) bersikap atas penangkapan tersebut. Mereka menyebut polisi telah melakukan kesalahan.
“Selama interogasi, petugas investigasi tampak bingung, mengatakan bahwa komputer mengidentifikasi orang itu sebagai Williams. Namun, mereka lalu mengakui bahwa komputer pasti salah,” cetus ACLU.
Sebelumnya, Amazon melarang polisi menggunakan perangkat lunak pengenalan wajah selama setahun setelah menghadapi tekanan sejak terjadi kerusuhan terkait pembunuhan polisi terhadap George Floyd.
Amazon mengumumkan langkah-langkah, Rabu (10/6/2020), waktu setempat, menyatakan berharap moratorium akan memberi Kongres cukup waktu untuk meloloskan undang-undang teknologi kontroversial.
Perangkat lunak pengenalan wajah buatan Amazon telah dikritik selama bertahun-tahun karena memiliki bias ras dan gender, diklaim salah mengidentifikasi orang Afrika-Amerika dan Asia lebih sering daripada subyek kulit putih.
Akhir-akhir ini, pengembangan teknologi pengenalan wajah memang tengah populer. Padahal, banyak pihak menilai, teknologi tersebut termasuk praktik pelanggaran privasi.
{Baca juga: IBM Stop Garap Teknologi Pengenalan Wajah, Kenapa?}
Beberapa waktu lalu, raksasa teknologi IBM bahkan menyatakan berhenti menggarap teknologi pengenalan wajah atau facial recognition. IBM mendeklarisikan diri menentang penggunaan teknologi itu.
CEO IBM, Arvind Krishna, telah mengirim surat kepada kongres, mengumumkan bahwa perusahaan telah keluar dari bisnis pengenalan wajah. Ia berujar, perusahaan menentang penggunaan teknologi tersebut.
IBM percaya bahwa teknologi pengenalan wajah akan melanggar hak asasi manusia dan kebebasan. IBM komitmen dengan prinsip. [SN/HBS]