Telset.id,Jakarta-Facebook meminta pemerintah Singapura untuk tidak membatasi kebebasan berekspresi netizen, dalam UU Anti Hoaks.
Walaupun begitu Facebook tetap mengikuti peraturan tersebut dengan memberikan label “informasi palsu” jika pemerintah menilai sebuah konten hanya menyebarkan hoaks.
Facebook awalnya telah memberikan label “Informasi Palsu” dan menghapus postingan Alex Tan yang menulis seputar kecurangan dalam pemilihan umum di Singapura.
Facebook menyebut jika postingan yang diposting pada 23 November 2019 sebagai berisi informasi palsu. Tindakan tersebut dilakukan atas perintah pemerintah Singapura yang didasari oleh UU Anti Hoaks negeri singa tersebut.
Dilansir Telset.id dari Engadget pada Minggu (01/12/2019) Facebook mematuhinya dengan sedikit khawatir. Perusahaan pimpinan Mark Zuckerberg tersebut berharap agar kebijakan tersebut tidak membatasi kebebasan berekspresi netizen disana.
{Baca juga: Ikuti Malaysia, Singapura Juga Bikin Regulasi Anti-Hoaks}
“Kami berharap jaminan pemerintah Singapura bahwa hal itu tidak akan berdampak pada kebebasan berekspresi akan mengarah pada pendekatan yang terukur dan transparan untuk implementasi,” kata seorang juru bicara.
Seperti diketahui jika UU Anti Hoaks Singapura pertama kali dikeluarkan Mei 2019. Undang-undang yang bernama asli UU Perlindungan dari Kepalsuan dan Manipulasi Online atai Protection from Online Falsehoods and Manipulation Act 2019.
Undang-undang ini dimaksudkan untuk memberikan kekuatan bagi pemerintah agar dapat bertindak lebih cepat terhadap konten-konten yang dianggap palsu atau hoaks.
Pemerintah mengklaim jika kebijakan ini bukan memberikan kekuatan kepada partai politik yang berkuasa, melainkan akan digunakan dalam kasus-kasus yang sedang menunggu jalur pengadilan.
{Baca juga: Negara Tetangga Resmi Terapkan Undang-undang Anti Hoaks}
Kebijakan ini tidak hanya berlaku bagi pengguna internet saja. Dalam undang-undang tersebut perusahaan media sosial harus menghapus konten yang dianggap melanggar ataupun mengizinkan pemerintah untuk memblokirnya.
Jika ketentuan ini dilanggar, penyedia atau pengguna media sosial yang dinilai menyebarkan berita palsu dapat dikenai denda hingga S$1 juta atau Rp10 miliar atau ancaman hukuman penjara hingga 10 tahun. (NM/HBS)