Telset.id, Jakarta – Ada perdebatan di komunitas ilmiah tentang apakah Planet Pluto harus menjadi planet lagi. Namun, penelitian baru menegaskan bahwa “jantung yang berdetak” kerdil di planet itu berdampak terhadap pola sirkulasi angin nitrogen di atmosfernya.
Penelitian mencatat bahwa struktur berbentuk hati, yang dikenal sebagai Tombaugh Regio, bertanggung jawab atas pola angin yang terjadi di planet katai. Sebagian besar berasal dari bagian kiri struktur atau dikenal sebagai Sputnik Planitia.
{Baca juga: Dua Lubang Hitam Supermasif “Nangkring” di Bima Sakti?}
Sputnik Planitia mengakibatkan angin nitrogen. Nitrogen adalah sebagian besar atmosfer Pluto, dikombinasikan dengan karbon monoksida dan metana. Pada siang hari, es nitrogen menghangat dan berubah menjadi uap. Namun, tidak saat malam.
“Pada malam hari, es mengembun. Hal itu menyoroti fakta bahwa atmosfer dan angin Pluto dapat berdampak terhadap permukaan,” kata penulis utama studi tersebut, Tanguy Bertrand, seperti dikutip Telset.id dari New York Post, Rabu (12/2/2020).
Angin juga membawa panas, partikel kabut, dan butiran es. Bertrand dan para peneliti lain melihat data dari pesawat ruang angkasa New Horizons NASA, yang menemukan fitur tersebut pada Juli 2015 untuk menghasilkan sebuah penelitian.
Plabet Pluto memiliki putaran ke timur pada sumbunya. Namun, arah angin yang bertiup ke barat kemungkinan menunjukkan bahwa planet kerdil memiliki medan yang lebih menarik dan beragam daripada yang diperkirakan sebelumnya.
“Sebelumnya, semua orang berpikir Pluto akan menjadi bola jaring, benar-benar datar, hampir tidak ada keragaman. Faktanya sangat berbeda. Ada banyak pemandangan lain dan kami berusaha memahami apa yang sedang terjadi di sana,” katanya.
{Baca juga: Ngeri! Black Hole Terbesar Sejagat Raya Ditemukan}
Memahami kondisi atmosfer di tepi barat Sputnik Planitia bisa sama pentingnya dengan memahami lautan di Bumi. Sputnik Planitia mungkin sama pentingnya bagi iklim Pluto seperti halnya lautan bagi iklim Bumi. Tapi, tetap ada pendapat berbeda soal ini.
Penelitian terbaru menunjukan jika planet kecil yang berada di antara Mars dan Jupiter tersebut adalah rumah bagi puluhan gunung berapi yang memuntahkan air es dan gas yang dikenal sebagai “Cryomagma”.
Ini terdengar cukup mengerikan, karena gunung berapi biasanya menyemburkan lahar panas. Penelitian tentang planet Ceres sendiri telah berlangsung sejak tahun 2015 silam.
Pesawat ruang angkasa NASA Dawn memasuki orbit di sekitar Ceres untuk mengambil gambar. Penyelidikan dilakukan untuk mencari pandangan paling komperhensif terkait planet kerdil tersebut. Hasilnya pun mulai tampak.
Penelitian terbaru menunjukan jika planet kecil yang berada di antara Mars dan Jupiter tersebut adalah rumah bagi puluhan gunung berapi yang memuntahkan air es dan gas yang dikenal sebagai “Cryomagma”.
Ini terdengar cukup mengerikan, karena gunung berapi biasanya menyemburkan lahar panas. Penelitian tentang planet Ceres sendiri telah berlangsung sejak tahun 2015 silam.
Pesawat ruang angkasa NASA Dawn memasuki orbit di sekitar Ceres untuk mengambil gambar. Penyelidikan dilakukan untuk mencari pandangan paling komperhensif terkait planet kerdil tersebut. Hasilnya pun mulai tampak. [SN/HBS]