Telset.id, Jakarta – Rabu (12/03) waktu setempat lalu, Telegram mendapat serangan DDoS atau Distributed Denial of Service. Akibatnya, pengguna di Amerika Serikat dan beberapa negara lain mengalami masalah koneksi.
Menurut laporan The Verge, seperti dikutip Telset.id, Jumat (14/06/2019), CEO Telegram, Pavel Durov, menuding pemerintah China berada di balik serangan DDoS Telegram. Ia memberi pernyataan melalui cuitan di akun resmi Twitter.
“Mayoritas alamat IP berasal dari China. Semua aktor DDoS (200-400Gb/detik junk) yang kami alami bertepatan dengan gelombang protes yang terjadi di Hong Kong,” tulisnya.
{Baca juga: Ogah Pakai WhatsApp, Perancis Rilis Aplikasi Chat Sendiri}
Seperti diketahui, puluhan ribu orang berunjuk rasa di Hong Kong untuk menolak rencana ke China daratan. Mereka khawatir kebijakan tersebut akan mengembalikan sistem pemerintahan ke koloni Inggris di bawah otoritas China.
Para demonstran menggunakan layanan pesan instan terenkripsi sehingga bisa menyembunyikan indentitas dari pihak berwajib di China. Kebetulan, Telegram dan Firechat merupakan aplikasi paling populer di Apple Store Hong Kong.
{Baca juga: 84 Negara Jadi Korban Serangan DDoS}
Beberapa demonstran menggunakan topeng untuk menyembunyikan diri dari sistem pengenal wajah. Mereka juga tidak menggunakan kartu transportasi yang terhubung ke identitas.
Maret 2019 lalu, Telegram bak mendapat durian runtuh dari kasus Facebook down yang dibarengi oleh WhatsApp dan Instagram. Laporan menyebut, Telegram mendapat limpahan tiga juga pengguna baru atas kasus tersebut. (SN/FHP)
Sumber: The Verge