Telset.id, Jakarta – Institute of Automation di Beijing, China mengembangkan teknologi Artificial Intelligence (AI) untuk memantau perilaku pekerja konstruksi di negeri tirai bambu tersebut. Tujuannya agar pekerjaan bisa lebih efisien dan mencegah kecelakaan kerja.
Dilansir Telset.id dari Asia One pada Minggu (12/07/2020), informasi tersebut diumumkan oleh Akademi Ilmu Pengetahuan China melalui situs resmi mereka.
Bukan saja dapat mengetahui apakah pekerja konstruksi sedang bekerja atau tidak, lantaran mampu terhubung ke kamera CCTV, teknologi AI juga memantau apakah para pekerja sedang merokok atau menggunakan smartphone ketika kerja.
Tidak hanya itu, teknologi AI ini juga mampu mengirimkan peringatan ketika kecelakaan atau risiko keselamatan, seperti seorang pekerja yang lupa mengenakan helm atau memasuki area terbatas. Disamping melacak orang-orang yang masuk ke area terbatas sehingga jika terjadi sesuatu maka langsung bisa diidentifikasi siapa pelakunya.
{Baca juga: Tes Darah Berteknologi AI Bisa Diagnosis Kanker Paru-paru}
Semua teknologi tersebut mampu dilakukan karena sistem ini menggunakan metode identifikasi biologis seperti teknologi pengenalan wajah.
Itu belum termasuk database berisi informasi pekerja yang terperinci sehingga memungkinkan teknologi AI melakukan pengawasan selama 24 jam dalam sehari tanpa gangguan.
Kehadiran teknologi tersebut tidak terlepas dari pembangunan di negera dengan ideologi komunis tersebut. Ilmuwan asal Kanada, Vaclav Smil memperkirakan jika China telah menggunakan lebih banyak semen dalam tiga tahun daripada Amerika Serikat.
{Baca juga: Teknologi AI Bisa Tangkal Pandemi Virus di Masa Depan?}
Sebagian besar proyek konstruksi di China beroperasi di bawah tenggat waktu yang ketat sehingga potensi kecelakaan kerja sangat besar. Di beberapa kota seperti Beijing, kecelakaan di lokasi konstruksi menewaskan lebih banyak orang daripada industri lain.
Kehadiran teknologi AI justru mendapa respon dari kalangan kontraktor. Seorang kontraktor pengembangan real estate yang berbasis di Guangzhou mengatakan bahwa teknologi itu akan meringankan beban pengawas keselamatan manusia.
“Ada banyak pekerja yang menganggur di lokasi. Beberapa bermain dengan ponsel mereka ketika mengendarai excavator,” kata kontraktor, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya ke publik.
“Manusia bisa membuat kesalahan bodoh yang luar biasa. Pengawasan mesin bisa menyelamatkan nyawa, ” ujarnya.
Saat ini perusahaan minyak China National Petroleum Corporation (CNPC) adalah salah satu perusahaan yang telah menggunakan teknologi tersebut. Sayang CNPC tidak menanggapi laporan tersebut.
{Baca juga: Instagram Pakai Teknologi AI Cegah “Caption Berbahaya”}
Tidak hanya di CNPC, rencananya teknologi AI untuk mengawasi perilaku pekerja konstruksi tersebut akan diterapkan di banyak provinsi dan kota di China.
“Ketika pemerintah Cina meluncurkan putaran baru proyek konstruksi untuk merangsang ekonomi setelah pandemi, sistem AI akan diterapkan di banyak provinsi dan kota,” kata Akademik Ilmu Pengetahuan China.
Penggunaan AI di China sudah menjadi perhatian serius pemerintah. Legislatif China dari Kongres Rakyat Nasional sedang menyusun undang-undang AI yang akan akan mengatasi tantangan hukum, moral dan etika yang ditimbulkan oleh teknologi.
Bahkan delegasi dari Yunnan, China bernama Wu Yi mengirim proposal ke Kongres pada bulan Mei 2020 untuk mempercepat penyusunan Undang-undang tersebut seiring perkembangan teknologi AI dan jaringan 5G.
Sebenarnya penggunaan AI bukan hal yang baru di dunia. Sebelumnya Smartvid.io, perusahaan asal Boston, Amerika Serika telah mengembangkan penggunaan teknologi AI di perusahaan.
Smartvid.io menggunakan teknologi ini untuk membantu perusahaan lain yang ingin menerapkan physical distancing antar pekerja di lokasi kontruksi demi mencegah penularan Covid-19. Perusahaan mengklaim jika tidak akan ada pelanggaran privasi karena tidak ada pekerja yang diidentifikasi melalui pengenalan wajah.
{Baca juga: Teknologi AI Facebook Semakin Pintar Deteksi Konten Terlarang}
Bisnis teknologi AI untuk kontruksi bangunan diprediksi terus berkembang. Laporan McKinsey pada tahun 2018 memprediksi jika nilai dari bisnis tersebut bisa mencapai USD$ 10 triliun atau Rp 143.683 triliun per tahun.
Angka tersebut bisa saja terus bertambah seiring dengan pandemi Covid-19 dimana perusahaan membutuhkan teknologi untuk menjaga kesehatan dan keselamatan para pekerja. [NM/IF]