Telset.id, Jakarta – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menanggapi penelitian dari Oxford University terkait perilaku pasukan buzzer politik media sosial di Indonesia. Menurut Plt. Kabiro Humas Kominfo, Ferdinandus Setu, pemerintah sama sekali tidak melarang keberadaan buzzer.
Ia mengatakan, pemerintah dalam hal ini Kominfo tidak melarang keberadaan buzzer politik. Asalkan, mereka harus mengikuti Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), dengan tidak memposting konten porno, judi online, hoaks, kabar bohong, terorisme dan informasi SARA.
{Baca juga: Warganet Mudah Percaya Video Hoaks di Instagram dan YouTube}
“Pada prinsipnya Kementerian Kominfo tidak melarang adanya buzzer di media sosial. Selama buzzer tidak langgar UU ITE, tidak ada masalah,” kata Ferdinandus Setu kepada Tim Telset.id pada Jumat (04/10/2019).
Penelitian dari Oxford University menyebut, para buzzer politik melakukan strategi komunikasi seperti menciptakan konten misinformasi dan manipulatif, serta menggunakan dukungan dari media online.
Ferdinandus Setu menanggapi temuan tersebut secara normatif. Menurutnya, jika memang terbukti menyebarkan konten hoaks, maka para buzzer tersebut wajib diproses secara hukum.
Sayang, ketika disinggung apakah Kominfo akan menindaklanjuti penelitian dari Oxford University, Ferdinandus enggan memberikan komentarnya.
“Kalau buzzer tersebut mendistribusikan hoaks dan berita bohong, ya diproses dengan UU ITE. Jadi bukan soal buzzer atau bukan, tapi soal konten yang diposting,” tutup Ferdinandus.
Sebelumnya pasukan buzzer politik di Indonesia mengundang perhatian peneliti dari Oxford University. Mereka memutuskan untuk meneliti perilaku buzzer politik Indonesia yang menggunakan media sosial untuk menggiring opini publik.
{Baca juga: Oxford University: Buzzer Politik Indonesia Digaji Rp 50 Juta}
Penelitian ini dilakukan oleh Samantha Bradshaw dan Philip N. Howard dengan judul “The Global Disinformation Order, 2019 Global Inventory of Organised Social Media Manipulation”.
Hasilnya ditemukan bahwa kelompok buzzer Indonesia mampu menciptakan konten misinformasi dan manipulatif serta menggunakan dukungan dari media online. (NM/FHP)