Telset.id, Jakarta – Kominfo sedang menyiapkan aturan untuk blokir media sosial. Kebijakan tersebut nantinya berisi tahapan-tahapan yang harus dilakukan sebelum pemerintah melakukan pemblokiran.
Pernyataan ini diungkapkan oleh Dirjen Aptika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan melalui konferensi pers virtual pada Senin (19/10/2020).
Ia mengatakan, Kominfo saat ini tengah mengolah peraturan menteri terkait pemblokiran. Aturan blokir media sosial ini nantinya akan berisi tahapan-tahapan, mulai dari pemberian sanksi administratif hingga pemblokiran.
{Baca juga: Isu Media Sosial akan Diblokir, Menkominfo: Itu Hoaks!}
“Apalagi kita akan mempunyai permen baru dimana itu ada tahapannya lebih jelas. Sebelum melakukan pemblokiran itu ada tahapan sanksi administratif seperti denda. Supaya ada efek jera dan lebih jelas aturannya mana,” katanya.
Menurutnya, aturan ini dibuat supaya Kominfo memiliki dasar hukum ketika memblokir media sosial. Dasar hukum ini perlu dibuat supaya pemerintah tidak dianggap otoriter ketika melakukan pemblokiran.
Sayangnya, Semuel tidak menjelaskan lebih detail aturan blokir media sosial yang digodok Kominfo, dan kapan aturan akan diterbitkan.
“Ketika kita melakukan permintaan take down itu harus ada bukti hukumnya. Tidak bisa pemerintah serta merta minta blokir, itu tidak bisa dan itu ada tahapannya. Apalagi kita masuk ke era demokrasi, tidak mungkin pemerintah bermain tangan besi,” tutup Semuel.
Pada kesempatan tersebut Semuel juga menjelaskan mengenai peredaran hoaks Covid-19 di media sosial yang ditemukan Kominfo sejak Januari hingga Oktober 2020.
Kominfo menemukan setidaknya 2.020 unggahan berita hoaks terkait Covid-19, serta 1.197 topik terkait berita bohong Covid-19 yang ditemukan di media sosial. Kominfo telah menghapus 1.759 unggahan hoaks Covid-19 yang sudah tersebar di media sosial.
{Baca juga: Bahaya! Kominfo Temukan 2.020 Hoaks Tentang Covid-19 di Medsos}
“Ada sekitar 2.020 unggahan hoaks yang beredar di medsos dan kategorinya ada 1.197 dari 2.020 unggahan hoaks ini Kominfo sudah di-take down sebanyak 1.759 hoaks,” kata Semuel.
“Ini perlu dilakukan pengedalian tetapi bukan membatasi kebebasan beekspresi atau pendapat. Karena di pandemi kita perlu meluruskan informasi yang salah agar tidak mengganggu keresahan umum,” sambungnya. (NM/MF)