Telset.id, Jakarta – Kabinet Donald Trump menyalahkan pemerintah Rusia karena telah melakukan serangkaian serangan siber pada Maret 2016 ke pembangkit listrik tenaga nuklir Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Bahkan, serangan Rusia juga menyasar infrastruktur lain di dua negara tersebut.
Sebuah memo keamanan yang dikeluarkan oleh pihak berwenang menyatakan bahwa Department of Homeland Security AS dan FBI mencirikan serangan siber itu sebagai “kampanye bergelombang” pemerintah Rusia yang menargetkan fasilitas komersial.
[Baca juga: Rusia: Tudingan Dalang NotPetya demi Kampanye Trump]
Negeri Beruang Merah itu dituding telah mengirimkan malware, melakukan phishing, dan mendapatkan akses jarak jauh ke jaringan sektor energi AS dan Eropa.
Menurut The New York Times, dilansir dari The Verge, peretas Rusia memiliki kontrol yang cukup terhadap sistem sehingga bisa mematikan pembangkit listrik.
Serangan tersebut tak cuma menargetkan sektor energi, tetapi juga saluran air, penerbangan, dan manufaktur. The New York Times mencatat, pada 2013, para periset juga mengungkap ratusan aksi peretas Rusia dalam melakukan serangan terhadap operator energi di AS dan Eropa.
Pasa 2015, serangan siber Rusia berubah menjadi lebih ganas. Mereka punya potensi melumpuhkan atau mematikan infrastruktur. Serangan tersebut dilaporkan mendapat momentum pada akhir 2015 saat Rusia campur tangan dalam pemilihan presiden AS.
[Baca juga: Inggris Tuding Rusia Dalang Serangan Ransomware NotPetya]
Departemen Keuangan AS mengumumkan sanksi baru pada Kamis (15/3) kemarin terhadap lima entitas dan 19 orang terkait dengan operasi peretasan dan pengaruh Rusia pada pemilihan presiden 2016. Rusia pun berjanji untuk membalas dendam terhadap sanksi tersebut.
Tuduhan terhadap Rusia menyoal serangan siber bukan kali ini saja muncul. Vladimir Putin cs kerap dituding menjadi biang kerok permasalahan jaringan di sejumlah negara.
Bahkan, beberapa waktu lalu, Rusia juga diduga kuat mengacaukan pembukaan Olimpiade Musim Dingin di Pyeongchang, Korea Selatan. [SN/HBS]