Anonymous Retas Maskapai ICE, Bocorkan Data Deportasi Ilegal Trump

REKOMENDASI

ARTIKEL TERKAIT

Telset.id – Jika Anda mengira kelompok hacker Anonymous sudah “pensiun”, pikirkan lagi. Baru-baru ini, kolektif peretas legendaris ini kembali membuat gebrakan dengan meretas situs GlobalX Air – maskapai yang digandeng Immigration and Customs Enforcement (ICE) AS untuk melakukan deportasi massal imigran secara kontroversial.

Situs GlobalX Air yang di-deface Anonymous

Yang membuat kasus ini istimewa, aksi Anonymous kali ini bukan sekadar deface biasa. Mereka mengklaim telah mendapatkan akses ke data penerbangan deportasi yang sedang menjadi bahan gugatan di Mahkamah Agung AS. Lebih menarik lagi, ini terjadi setelah seorang hakim federal memutuskan deportasi tersebut ilegal – namun tetap dilanjutkan oleh pemerintahan Trump.

Deportasi Melawan Hukum

Menurut laporan eksklusif 404 Media, peretas Anonymous tidak hanya meninggalkan pesan protes di situs GlobalX, tapi juga berhasil mengakses:

  • Catatan penerbangan dan manifest penumpang semua penerbangan deportasi
  • Nama-nama individu yang dideportasi secara tidak prosedural
  • Sistem perencanaan penerbangan internal GlobalX
  • Database internal perusahaan

Dua dari tiga penerbangan yang disebutkan dalam gugatan (GlobalX-ICE 6143 dan 6145) ternyata sudah lepas landas sebelum keputusan hakim keluar. Penerbangan ketiga (6122) bahkan berangkat setelah putusan pengadilan. Ini menunjukkan sikap pemerintahan Trump yang seolah mengabaikan proses hukum.

Korban Deportasi Ilegal

Data yang bocor mengungkap kisah pilu beberapa korban, termasuk:

  • Heymar Padilla Moyetones (24 tahun) yang diterbangkan dari Houston ke Honduras, lalu El Salvador, sebelum akhirnya kembali ke Houston
  • Kilmar Abrego Garcia dari Maryland yang dibuang ke penjara El Salvador tanpa proses hukum yang semestinya

GlobalX, yang bertanggung jawab atas 74% penerbangan deportasi AS di 2024, disebut akan meraup $65 juta dari kontrak dengan ICE. Angka yang cukup menggiurkan untuk sebuah maskapai yang bersedia melanggar perintah pengadilan.

Kasus ini semakin menarik karena terjadi bersamaan dengan skandal keamanan data lain di lingkaran Trump. Mantan penasihat keamanan nasionalnya, Mike Waltz, baru-baru ini ketahuan menggunakan aplikasi pesan Israel (TeleMessage) yang tidak terenkripsi untuk komunikasi resmi. Aplikasi tersebut kini menangguhkan layanan setelah mengalami kebocoran data masif.

Seperti yang pernah kami laporkan dalam kasus peretasan Departemen Keuangan AS, tampaknya pemerintahan Trump memiliki rekam jejak buruk dalam hal keamanan siber. Dengan pola seperti ini, pertanyaannya bukan lagi “apakah” akan ada kebocoran data berikutnya, tapi “kapan”.

Anonymous sendiri bukan pemain baru dalam aksi protes digital. Seperti yang terjadi saat demo George Floyd 2020, kelompok ini kerap muncul sebagai “penegak keadilan” alternatif ketika sistem hukum dianggap gagal.

Kini, semua mata tertuju pada Mahkamah Agung AS. Akankah data yang dibocorkan Anonymous ini menjadi bukti kunci dalam gugatan class action terhadap kebijakan deportasi Trump? Atau justru akan memicu perdebatan etis tentang peran hacker dalam proses hukum?

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ARTIKEL TERKINI

HARGA DAN SPESIFIKASI