Mainan AI Barbie Bisa Bahayakan Perkembangan Anak, Kata Ahli

REKOMENDASI
ARTIKEL TERKAIT

Telset.id – Kemitraan Mattel dan OpenAI untuk menghadirkan mainan berbasis kecerdasan buatan (AI) menuai kekhawatiran dari para ahli. Marc Fernandez, Chief Strategist perusahaan AI Neurologyca, memperingatkan bahwa mainan AI seperti Barbie yang potensial dikembangkan dapat membahayakan perkembangan emosional dan sosial anak-anak.

Fernandez, dalam esainya untuk majalah IEEE Spectrum, menjelaskan bahwa anak-anak secara alami cenderung menganggap mainan mereka sebagai makhluk hidup. Namun, ketika mainan tersebut mampu merespons dengan lancar, mengingat percakapan, dan menciptakan ilusi hubungan yang nyata, batas antara imajinasi dan kenyataan menjadi kabur. “Ini bisa berdampak serius pada cara anak memahami hubungan interpersonal,” tulisnya.

Meskipun Mattel dan OpenAI belum mengungkapkan rencana spesifik, kolaborasi mereka berpotensi melahirkan Barbie AI yang mampu berinteraksi layaknya manusia. Kekhawatiran serupa pernah muncul pada 2017 ketika boneka “My Friend Cayla” dilarang di Jerman karena dicurigai sebagai perangkat mata-mata. Kini, dengan teknologi AI yang lebih canggih, risiko terhadap privasi dan perkembangan anak dinilai semakin besar.

Dampak Psikologis dan Sosial

Fernandez menekankan bahwa hubungan nyata melibatkan proses belajar melalui konflik, negosiasi, dan tekanan emosional. Sementara itu, mainan AI hanya memberikan respons yang sesuai dengan keinginan anak, menciptakan ruang gema yang nyaman namun tidak mendidik. “Hubungan sesungguhnya berantakan, dan hubungan orangtua-anak mungkin lebih rumit lagi. Di situlah empati dan ketahanan mental dibentuk,” jelasnya.

Anak-anak prasekolah yang mulai berinteraksi dengan mainan AI berisiko menganggapnya sebagai teman pertama mereka. Hal ini dapat mempengaruhi cara mereka memahami dinamika hubungan di dunia nyata. Seperti yang terjadi pada banyak orang dewasa yang mengembangkan ketergantungan pada chatbot, anak-anak mungkin kesulitan membedakan antara interaksi dengan mesin dan manusia.

Perusahaan seperti Curio bahkan telah meluncurkan mainan berisi chatbot yang ditujukan untuk anak-anak lebih muda. Produk semacam ini, jika tidak diatur dengan baik, dapat memperburuk pemahaman anak tentang cara berelasi dengan orang lain. Fernandez menambahkan, “Apa yang kita ajarkan kepada anak-anak tentang persahabatan, empati, dan koneksi emosional jika hubungan ‘nyata’ pertama mereka adalah dengan mesin?”

Regulasi dan Tanggung Jawperusahaan

Kekhawatiran ini juga disuarakan oleh aktivis kesejahteraan anak. Robert Weissman dari Public Citizen menyatakan bahwa mainan AI berpotensi menimbulkan “kerusakan nyata pada anak-anak.” Meskipun Neurologyca sendiri mengembangkan AI yang adaptif secara emosional, Fernandez menegaskan bahwa teknologi semacam itu tidak cocok untuk anak-anak.

Di Indonesia, isu perlindungan anak dalam dunia digital juga semakin mendapat perhatian. Seperti yang terjadi pada kasus pria yang menyuruh anaknya mencuri mainan, penting bagi orangtua dan regulator untuk memastikan bahwa teknologi digunakan secara bertanggung jawab. Selain itu, inovasi teknologi seperti yang dilakukan Razer dengan alat pengembang game berbasis AI juga perlu mempertimbangkan aspek keamanan dan etika.

Perkembangan mainan AI tidak dapat dihindari, namun diperlukan pendekatan hati-hati agar tidak mengorbankan perkembangan alami anak. Orangtua disarankan untuk tetap memantau interaksi anak dengan perangkat teknologi dan memastikan bahwa mereka juga memiliki cukup pengalaman bersosialisasi dengan manusia sesungguhnya.

Selain mainan, perangkat teknologi lain seperti Xiaomi Redmi 15C juga semakin mudah diakses anak-anak. Oleh karena itu, edukasi dan pengawasan menjadi kunci untuk menghindari dampak negatif dari penggunaan teknologi yang berlebihan.

TINGGALKAN KOMENTAR
Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ARTIKEL TERKINI
HARGA DAN SPESIFIKASI